Judul | Petinggi Kementerian Dalam Negeri Diduga Terlibat |
Tanggal | 20 Desember 2016 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi II - Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mencari tersangka lain dalam kasus megaproyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Proyek bernilai Rp 5,9 triliun pada 2011 itu diduga dijadikan bancakan sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. "Apakah ada pihak lain yang terlibat atau menikmati, kami masih terus mendalami," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, kemarin. Saat ini KPK telah menetapkan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka, yaitu pejabat pembuat komitmen proyek e-KTP Sugiharto, serta bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman. Tapi penyidik KPK mengendus dugaan keterlibatan pejabat tinggi di kementerian itu. Salah seorang pejabat tinggi yang diduga terlibat adalah bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni. Salah seorang penegak hukum di KPK menyatakan pihaknya mendapatkan informasi bahwa Diah diduga menerima dan mengatur uang dari konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia terkait dengan proyek e-KTP. "Uang ke Kemendagri melalui Diah," ujarnya. Proyek pengadaan e-KTP dimulai pada 2011, sedangkan Diah menjadi Sekjen Kementerian Dalam Negeri sejak 2007 hingga 2014. KPK telah beberapa kali memeriksa Diah sebagai saksi untuk kedua tersangka. Menurut rencana, KPK akan kembali memeriksa dia pada Rabu pekan ini. Sebelumnya, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, pernah mengatakan bahwa Diah ikut menerima duit. Bahkan Nazaruddin juga menuding bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ikut menerima uang. "KPK udah punya datanya semua," kata Nazaruddin di KPK, September lalu. Sejak 2013, bos PT Sandipala Arthapura, Paulus Tannos, juga pernah menyatakan bahwa Diah diduga merekayasa rapat pembahasan proyek e-KTP. Dalam rapat itu, porsi pekerjaan Sandipala dalam pencetakan diturunkan, sedangkan porsi Percetakan Negara Republik Indonesia ditambah. "Sandipala seharusnya mendapat Rp 1,63 triliun. Tapi, gara-gara porsi pekerjaan dikurangi, (mereka) cuma menerima Rp 950 miliar," ujarnya. Dalam sejumlah kesempatan, Gamawan membantah dugaan keterlibatan dirinya. "Pasti enggak pernahlah," ujar dia setelah diperiksa KPK, Oktober lalu. Sebelumnya, Gamawan juga menyatakan yakin pejabat Kementerian Dalam Negeri, termasuk Diah, tak terlibat dalam kasus korupsi e-KTP "Saya pastikan tidak seperti itu." Hingga berita ini ditulis, Diah belum memberikan konfirmasi. Tempo menghubungi tiga nomor ponsel pribadi yang dimiliki Diah sejak bertugas di Kemendagri dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Satu nomor tak merespons, sedangkan dua nomor lainnya dijawab oleh orang yang mengaku bernama Fika dan Hendri. "Sama sekali tak ada hubungan dengan Diah," kata perempuan yang mengaku bernama Fika itu, kemarin. Upaya konfirmasi kepada suami Diah, Mayor Jenderal Purn. Bambang Priyoko, juga belum berbuah hasil. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo enggan berkomentar mengenai dugaan keterlibatan Diah. "Ini masih dalam proses KPK," katanya, kemarin. FRANSISCO ROSARIANS | MUHAMAD RIZKI | INDA TRIANITA Satu Proyek, Banyak Masalah Proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dimulai pada 2011. Pemerintah berharap, melalui proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu, seluruh penduduk Indonesia akan memiliki KTP baru yang terintegrasi dalam satu sistem data tunggal. Tapi korupsi menggerogoti proyek ini, menyebabkan berjibun persoalan mengganjalnya. Korupsi Sejak 2012, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan adanya persekongkolan tender e-KTP. KPK menetapkan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 2,3 triliun. Blangko Langka Jumlah blangko lebih sedikit dibanding jumlah warga. Akibatnya, banyak warga yang kesulitan memperoleh e-KTP. Di sejumlah daerah, warga mesti antre berhari-hari, bahkan tidur di kantor kecamatan, untuk mendapatkan e-KTP. Jaringan Lelet Petugas di daerah kerap kesulitan mengakses server data pusat karena kualitas jaringan server Internet yang buruk. Terlilit Utang Perusahaan asal Amerika Serikat, PT Biomorf, mengajukan utang proyek e-KTP Kementerian Dalam Negeri sebesar US$ 90 juta. PT Biomorf menjadi sub-kontraktor konsorsium pemenang lelang proyek e-KTP. Data Penduduk Rawan Disalahgunakan Pelaksana proyek perekaman data penduduk adalah perusahaan di luar negeri. Jadi, data penduduk rawan disalahgunakan. Proyek Molor Hingga tahun ini, masih ada 18 juta penduduk yang belum merekam data e-KTP. Target penyelesaian program e-KTP pun diundur dari 30 September 2016 menjadi pertengahan 2017. AGUNG SEDAYU | BERBAGAI SUMBER |
Kembali ke sebelumnya |