Judul | Kode Etik DPR Menanti Bukti Independensi Mahkamah Kehormatan Dewan |
Tanggal | 25 September 2015 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad melangkah cepat keluar dari ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9) pagi. "MKD libur, MKD libur," ujarnya sambil terus melangkah saat para jurnalis bertanya perkembangan perkara dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Memang, Senin lalu, MKD tidak dapat melangsungkan rapat internal. Mayoritas unsur pimpinan dan anggota MKD sedang berada di Ambon, Maluku, untuk menindaklanjuti perkara pelanggaran kode etik lain. Padahal, beberapa hari sebelumnya, Dasco sempat mengatakan bahwa hasil kajian verifikasi tim penyelidik perkara atas sejumlah alat bukti akan ada pada Senin. Para jurnalis tetap bertanya. Namun, politisi Partai Gerindra itu enggan menjelaskan dan mempercepat langkahnya masuk ke ruangan pimpinan MKD. Dia berada di sana sampai seorang stafnya keluar dan menyampaikan, Dasco akan memberikan keterangan sore hari. Namun, jumpa pers yang dijanjikan Dasco kepada para jurnalis tersebut batal digelar. Sejak anggota DPR periode 2014-2019 dilantik pada Oktober 2014, belum pernah kinerja MKD mendapat sorotan publik seintensif sekarang. Sejumlah perkara sudah pernah mereka tangani. Namun, tidak seheboh perkara dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan politisi Partai Golkar Setya Novanto dan politisi Partai Gerindra Fadli Zon. Mereka diduga melanggar kode etik karena menghadiri jumpa pers yang digelar bakal calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di Trump Tower, New York, Amerika Serikat, 3 September lalu. Pada 7 September, MKD resmi menetapkan perkara Setya dan Fadli sebagai perkara tanpa pengaduan. MKD pun membentuk tim penyelidikan perkara pada 14 September. Penuh tantangan Namun, penyelidikan ini ternyata bukan hal gampang. Tim penyelidikan perkara menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti belum memenuhi panggilan MKD untuk mengklarifikasi sejumlah hal dengan dalih, pemanggilannya butuh izin pimpinan DPR. Dugaan subyektivitas tim penyelidikan perkara di internal MKD juga sempat mencuat, saat anggota MKD Sarifuddin Sudding dari Fraksi Hanura menyikapi secara kritis pemilihan Dasco dari Fraksi Gerindra sebagai ketua tim penyelidikan. Menurut dia, anggota MKD dari fraksi yang sama dengan pihak teradu sebaiknya tidak terlalu berperan. Peristiwa lain muncul baru-baru ini. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyurati MKD. Fahri meminta MKD merahasiakan proses penanganan perkara Setya dan Fadli dari publik dan media massa. Sejumlah peristiwa itu dimaknai berbeda-beda di internal MKD. Wakil Ketua MKD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Junimart Girsang dengan tegas menilai, berbagai hal itu sebagai bentuk intervensi terhadap independensi dan obyektivitas MKD. Di sisi lain, Ketua MKD dari Fraksi PKS Surahman Hidayat menilai, surat Fahri bukan intervensi dan tak menjadi masalah. Lepas dari sejumlah kendala itu, MKD memutuskan tetap melanjutkan perkara Setya dan Fadli ke tahap persidangan. Rapat pimpinan MKD, Rabu (23/9), memutuskan, bukti dan keterangan awal yang diperoleh tim penyelidik dinilai sudah cukup. Setya dan Fadli akan segera disidangkan pada Senin (28/9). Kendati demikian, sidang ini tampaknya mesti diundur lagi karena sejak Sabtu (19/9), Setya dan Fadli menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi, atas undangan dari Raja Salman. Saat dikonfirmasi, Setya mengatakan, ia memenuhi undangan Raja Salman di Arab hingga Senin (28/9). Surahman memastikan, begitu Setya dan Fadli kembali ke Tanah Air, pihaknya segera memulai persidangan. "Pasti (disidangkan). Hanya saja, Pak Setya Novanto sedang naik haji atas undangan Raja Salman. Tunggu saja, begitu ada waktu, kita rapatkan," ujar Surahman. Perkara itu dijanjikan paling lambat akan diselesaikan selama 30 hari kerja. Sidang juga akan dijadwal ulang jika Setya dan Fadli berhalangan hadir pada panggilan pertama. Tolok ukur kredibilitas Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Tommy A Legowo mengingatkan, pimpinan DPR seyogianya mendukung upaya MKD menuntaskan perkara. Sayangnya, pimpinan DPR justru terkesan menghindar dan mengulur waktu pemeriksaan. Padahal, penyelesaian perkara ini menjadi tolak ukur kredibilitas anggota DPR dan MKD. "Kalau perkara dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan DPR ini tidak diusut tuntas, kepercayaan publik terhadap DPR akan semakin jatuh," ujar Tommy. Peneliti Formappi Sebastian Salang mengingatkan MKD agar menjalankan tugas secara independen dan obyektif hingga tuntas. Sementara itu, anggota Fraksi PDI-P DPR Charles Honoris, yang menjadi pengadu perkara, percaya MKD tetap dapat bekerja secara profesional dan mengusut kasus Setya dan Fadli hingga tuntas. "Kami akan terus mengingatkan MKD agar mengusut perkara ini secara transparan karena publik terus memantau," kata Charles. Keputusan terbaru MKD untuk memanggil Setya dan Fadli begitu mereka kembali ke Tanah Air patut diapresiasi sebagai langkah maju. Lantas, bagaimana sepak terjang MKD ke depan? Akankah MKD independen menangani perkara yang melibatkan dua pimpinan DPR? Biar waktu yang membuktikan. (AGNES THEODORA/B08) |
Kembali ke sebelumnya |