Judul | Ketidakpekaan Elite DPR |
Tanggal | 18 September 2015 |
Surat Kabar | Koran Tempo |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Fransisca Ayu Kumalasari, Alumnus Fakultas Hukum UGM Dalam Konferensi Ketua Parlemen Dunia IV yang digelar di New York pada 31 Agustus-2 September 2015, yang kebetulan dihadiri Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai panelis, pemimpin parlemen Kenya, J. Muturi, mengatakan banyaknya penyelewengan yang dilakukan sejumlah legislator, seperti korupsi, telah membuat masyarakat makin antipati terhadap parlemen. Kritik Muturi tampaknya hanya hiasan kata-kata yang membentur dinding. Buktinya, di tengah agenda kenegaraan tersebut, Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon tiba-tiba ikut menghadiri kampanye kandidat Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump. Kehadiran Novanto dan Fadli itu oleh banyak kalangan dianggap melanggar etika. Sejumlah anggota DPR membawa kasus itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena keduanya dianggap telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 292 Tata Tertib DPR tentang Kode Etik, yang menyebutkan setiap anggota DPR harus menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR. Bukan hanya itu, kedua pemimpin DPR itu diduga telah melanggar Pasal 1 sampai 6 tentang Kode Etik yang memerintahkan anggota DPR mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi. Kenapa melanggar etika? Selain karena pertemuan tersebut bagi publik di luar agenda lawatan DPR, Novanto dan Fadli bertemu dengan calon Presiden Amerika Serikat yang tengah menggalang simpati dan dukungan publik. Dalam video yang bisa kita saksikan di YouTube, pada waktu itu Trump sebenarnya sudah menyelesaikan sesi jumpa persnya yang antara lain membahas bagaimana daya tahan ekonomi AS menghadapi pengaruh ekonomi dari Cina dan bagaimana Amerika Serikat tidak akan terpengaruh. |
Kembali ke sebelumnya |