Judul | Ditunggu Tindak Lanjut Kemarahan Presiden |
Tanggal | 15 Desember 2015 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 15 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Setelah secara cermat membaca rekaman pembicaraan Ketua DPR, seorang pengusaha, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Presiden akhirnya habis kesabaran dan tidak dapat menyembunyikan kegeraman. Ia mengungkapkan kemarahan dengan santun, tidak meledak-ledak; dengan muka sedikit menunduk secara cekak aos (singkat), menyatakan kemurkaan bukan karena kata-kata yang merendahkan dirinya, orang yang koppig (keras kepala), dan lain- lain. Rekaman yang menyulut kemarahannya karena nama Presiden dikaitkan dengan transaksi gelap, permintaan saham Freeport, yang merendahkan serta menghina martabat dan wibawa negara. Bahasa tubuhnya menyiratkan keprihatinan mendalam dan mungkin sedang memikirkan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Kompas/Heru Sri Kumoro Sebelumnya, banyak tokoh masyarakat dan Wakil Presiden lebih dahulu mengungkapkan kekesalan terhadap isi pembicaraan tersebut. Sementara itu, masyarakat mengekspresikan kejengkelan dengan berbagai cara, baik melalui media maupun aksi-aksi nyata lain. Kegalauan publik semakin meluap setelah sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menunjukkan tanda-tanda sebagian dari anggotanya memamerkan sikap partisan. Semakin lama sidang MKD semakin kehilangan kredibilitasnya. Kegalauan publik juga dapat dilihat dari hasil jajak pendapat Kompas (14/12) yang menyatakan lebih dari 80 persen responden menyatakan kehadiran Ketua DPR dengan pengusaha dan pimpinan Freeport yang membicarakan negosiasi perusahaan, membawa nama Presiden dan Wakil Presiden minta saham Freeport, tidak pantas. Lebih dari 70 persen responden tidak percaya MKD bebas dari intervensi politik. Lebih dari 80 persen menyatakan Setya Novanto tak layak menjadi Ketua DPR. Setiap musibah selalu dimungkinkan diubah menjadi berkah. Demikian pula dalam kasus Freeport kali ini. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk mengembalikan kiblat dan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945 Ayat 3 yang menegaskan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan amanat luhur tersebut, Presiden diharapkan melakukan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, berani mengambil alih penyele- saian dan tanggung jawab kasus Freeport dari para pembantunya. Semua menteri dan pejabat lain harus tunduk pada pengarahan Presiden sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran antara pejabat satu dan pejabat lainnya. Kedua, Presiden harus mempertimbangkan langkah-langkah dengan mencari celah agar perpanjangan Freeport dihentikan, dan dijadikan milik rakyat Indonesia. Tanpa kebe- ranian mengambil langkah itu, dikhawatirkan kekayaan alam yang berlimpah-limpah bukan menjadi berkah, melainkan kutukan. Banyak negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah, tetapi rakyatnya miskin karena harta karun hanya dinikmati segelintir elite penguasa dan pemilik modal asing. Pada tingkat tertentu, rakyat Indonesia juga sudah merasakan derita tersebut. Sebagai pepeling (peringatan), Presiden Soekarno telah mencanangkan dengan ungkapan yang tandas mengenai pengelolaan kekayaan alam. Petikannya yang sangat terkenal: "Aku tinggalkan kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya." Momentum juga sangat tepat untuk mewujudkan agenda pemerintah tentang Revolusi Mental dengan melakukan kebijakan yang jelas memihak rakyat, menggembleng mental mustahil hanya dilakukan lewat iklan di media, betapa pun seringnya. Aparat penegak hukum harus merespons kegeraman Presiden dengan melakukan upaya hukum terhadap pelaku pertemuan yang dianggap bersalah. Pernyataan Jaksa Agung dan Kepala Polri yang kurang lebih mirip bahwa pertemuan itu dapat mengarah kepada permufakatan jahat segera ditindaklanjuti. Mengenai sidang MKD tidak terlalu banyak diharapkan. Sejak awal banyak kalangan meragukan kompetensi moral MKD menjaga dan menegakkan kehormatan, kemuliaan, dan martabat DPR. Selain kuatnya tarik-menarik kepentingan kekuasaan, independensi anggota mahkamah sangat rentan terhadap transaksi kepentingan. Namun, yang paling sulit dan hampir dapat dipastikan sidang MKD gagal menegakkan etika karena atmosfer di ranah politik mengalami proses pendangkalan laiknya deret ukur. Publik merasakan etika hanya dipahami sebagai teks yang sebatas mengatur perila- ku. Padahal, kompetensi moral menentukan perilaku patut dan tidak patut, tidak mungkin dilakukan tanpa kemampuan refleksi agar manusia dapat mengetahui tujuan etika tersebut. Hanya manusia yang mempunyai kemampuan berefleksi atas keberadaan dirinya. Makhluk lain, tikus misalnya, meskipun mungkin mempunyai indera lain yang tidak dimiliki manusia, tidak tahu bahwa dirinya tikus. Hanya manusia yang tahu keberadaan dirinya sebagai manusia. Maka, etika tidak hanya dihapalkan, tetapi harus direnungkan, dihayati, dan kemudian dilaksanakan. Kedangkalan dalam memahami etika itu antara lain dapat disaksikan dalam sidang MKD, tetapi yang lebih jelas kehadiran anggota MKD, yaitu Kahar Muzakir, Ridwan Bae, dan Adies Kadir, dalam konferensi pers Luhut Pandjaitan. Lebih memprihatinkan lagi, perilaku itu melabrak peraturan yang dibuat sendiri sebagaimana dimuat dalam peraturan dan kode etik DPR. Agar proses penanganan kasus Freeport tidak melenceng ke mana-mana, peran media sangat sentral untuk melakukan pengawalan. Jangan terlena dengan kegaduhan kontroversi prostitusi artis. J Kristiadi Peneliti Senior CSIS Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Desember 2015, di halaman 15 dengan judul "Ditunggu Tindak Lanjut Kemarahan Presiden". |
Kembali ke sebelumnya |