Judul | Dengarkanlah Rakyat MKD Diminta Tidak Memperburuk Citra DPR |
Tanggal | 11 Desember 2015 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengingatkan agar Mahkamah Kehormatan Dewan mendengarkan aspirasi rakyat terkait dengan penanganan perkara pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTROPanitia Pemungutan Suara TPS 34, Kampung Nagabonar, Tambak Asri Gang 25, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur, mengenakan kostum hakim (tengah) dan dukun (kiri) saat pelaksanaan Pilkada Kota Surabaya, Rabu (9/12). Mereka menyindir buruknya kinerja Mahkamah Kehormatan Dewan dalam mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. MKD juga diminta menjaga integritas dan tidak memperburuk citra DPR di depan publik. Imbauan itu disampaikan sejumlah anggota DPR, Kamis (10/12). Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P, Ahmad Basarah, mengatakan, MKD perlu bersikap obyektif serta menjaga integritas partai dan DPR di mata rakyat. Politisi senior PDI-P, Pramono Anung, mengingatkan MKD untuk menjaga harapan publik. Proses penanganan perkara di MKD diharuskan transparan dan terbuka. Keputusannya pun harus mampu menjawab pertanyaan dan harapan publik. Adapun Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, fraksinya berharap persidangan kasus Novanto dilakukan secara transparan. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengingatkan anggota F-PAN di MKD mengawal kebenaran dan menghindari praktik kongkalikong. Pada Senin (7/12), anggota MKD dari F-PPP, Zainut Tauhid, mendadak diganti oleh A Dimyati Natakusumah. Isu pergantian ini mulai mengemuka sejak Minggu malam. Dimyati langsung mengikuti sidang MKD setelah Setya Novanto menandatangani Surat Keputusan Peresmian Pergantian Anggota, Senin pagi. Kemarin, unsur pimpinan MKD menyambangi Kejaksaan Agung untuk meminta rekaman asli pertemuan antara Novanto, Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid pada 8 Juni 2015. Namun, permintaan itu ditolak. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Arminsyah mengatakan, rekaman tidak diberikan karena bukan barang sitaan. Pihaknya hanya dipinjami oleh Maroef selaku pemilik rekaman untuk kepentingan penyidikan. Maroef pun tidak mengizinkan Kejagung menyerahkan rekaman itu kepada MKD. KOMPASTVKetua DPR Setya Novanto resmi melaporkan Menteri ESDM, Sudirman Said, ke Bareskrim Polri. Pelaporan dilakukan terkait dugaan fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan Sudirman Said. Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan, penolakan itu seharusnya tidak akan berpengaruh terhadap penanganan perkara Novanto. MKD seharusnya tidak perlu lagi mempersoalkan rekaman karena fakta-fakta sudah ada dalam tiga persidangan MKD. Secara terpisah, anggota MKD dari Fraksi Partai Demokrat, Darizal Basir, mengatakan, pihaknya membutuhkan keterangan sejumlah pihak, termasuk Riza Chalid, yang belum datang meski sudah dipanggil. Keterangan Riza juga dibutuhkan Kejagung. "Yang jelas kami sudah pernah satu kali memanggil. Ternyata, rumahnya sudah tidak dihuni," ujar Arminsyah. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly memastikan bahwa Riza saat ini berada di luar negeri. Secara terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan, pihaknya terus mengusut kasus dugaan permufakatan jahat meski Novanto melaporkan Sudirman Said ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Terkait hal itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya akan memproses laporan Novanto sesuai prosedur operasi standar yang berlaku. (NTA/SAN/AGE/WHY) KOMPASTVKejaksaan Agung menolak memberi rekaman asli percakapan dugaan pencatutan nama presiden oleh Ketua DPR, kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR. Penolakan ini berdasarkan surat dari pemilik rekaman, Presdir PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin yang menolak rekamannya dipinjamkan kepada pihak lain. Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Desember 2015, di halaman 2 dengan judul "Dengarkanlah Rakyat". |
Kembali ke sebelumnya |