Judul | EDITORIAL Kebohongan Burung Unta |
Tanggal | 08 Desember 2015 |
Surat Kabar | Media Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | MAHKAMAH Kehormatan Dewan (MKD) menggelar sidang tertutup, kemarin. Sidang itu meminta keterangan Ketua DPR Setya Novanto selaku teradu dalam kasus megaskandal `papa minta saham'. Sidang yang digelar tertutup itu mencerminkan sikap MKD yang diskriminatif. MKD disebut diskriminatif karena memperlakukan secara berbeda pengadu, saksi, dan teradu. Dalam dua sidang sebelumnya, yakni sidang yang meminta keterangan dari pengadu dan saksi, MKD menggelar sidang terbuka. Bahkan, terkesan pula sebagian anggota MKD yang disapa `Yang Mulia' itu memperlakukan pengadu dan saksi bak pesakitan. Mestinya, atas nama keadilan, MKD menggelar sidang yang menghadirkan Novanto secara terbuka pula. Apalagi, Novanto berstatus teradu. Ia diadukan ke MKD oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Tudingan yang dialamatkan kepada Setya Novanto tidaklah main-main. Ia dituding mencatut nama presiden dan wakil presiden saat meminta saham PT Freeport sebesar 20% dan saham proyek pembangkit listrik Urumuka, Timika, Papua, sebanyak 49%. Permintaan saham itu disampaikan dalam serangkaian pertemuan Setya Novanto yang ditemani pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Dalam bukti rekaman yang dua kali diputar di MKD, disebut sebut pula nama Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Sejauh ini MKD telah meminta keterangan dari Sudirman Said selaku pengadu, Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi, dan Setya Novanto selaku teradu. Mestinya, MKD juga me manggil Riza Chalid dan nama lain yang disebut dalam rekaman itu. Suka atau tidak suka, ng tertutup untuk Novanto diakui atau tidak diakui, sidang tertutup untuk Novanto memunculkan tafsiran bahwa MKD menjelma menjadi mahkamah pelindung sesama kolega. Kuat sekali kesan ada upaya menutup-nutupi, semacam solidaritas sesama anggota DPR. Sebuah kelakuan yang menyedihkan, DPR mengambil kultur busuk, yakni melindungi anggota mereka yang diduga bersalah sekalipun. Kesan itu bukan tanpa alasan. Novanto berhasil menawar jadwal sidang dari semula pukul 09.00 WIB menjadi pukul 13.00. Itu pun Novanto masih terlambat lebih dari 30 menit sebelum ruang rapat MKD ditutup pada pukul 14.00. Novanto juga diperlakukan istimewa. Ia dikawal superketat. Keistimewaan lain yang didapat Novanto ialah suka-suka dia untuk tidak menjawab satu pun pertanyaan terkait dengan isi rekaman. Novanto bisa suka-suka karena sidang dipimpin Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir yang berasal dari fraksi yang sama dengan Novanto, yakni Fraksi Partai Golkar. Novanto dan Muzakir sama-sama akrab dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya pernah diperiksa KPK terkait dengan korupsi dana PON di Riau. Sah-sah saja Novanto memanfaatkan sidang tertutup MKD untuk membela diri. Boleh-boleh saja dia membantah menjadi pemburu rente. Akan tetapi, harus tegas pula dikatakan bahwa jika tidak merasa bersalah, mengapa tidak mau membela diri dalam rapat terbuka? Sidang tertutup di MKD itu mirip kisah kebohongan burung unta, sembunyi kepala, tetapi menampakkan ekor.Novanto berhasil bersembunyi dalam rapat tertutup MKD, tetapi hasil pembicaraan di rapat tertutup itu tetap diketahui publik. Novanto boleh saja berhasil menguasai MKD, tetapi ia tidak bisa menghentikan tuduhan pemufakatan jahat yang sedang diteliti Kejaksaan Agung. URL http://www.metrotvnews.com |
Kembali ke sebelumnya |