Judul | PENCATUTAN NAMA Setelah MKD Bersidang... |
Tanggal | 04 Desember 2015 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Akbar Faizal dari Fraksi Partai Nasdem terburu-buru keluar dari ruang rapat Mahkamah Kehormatan Dewan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/12) sore. Dia diikuti anggota MKD dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Sarifuddin Sudding. Ada yang minta case closed," kata Akbar sambil berjalan. Saat ditanya siapa yang meminta kasus dihentikan, Akbar menyebut nama Kahar Muzakir, anggota MKD dari Fraksi Partai Golkar. Saat itu Rapat Pleno MKD diputuskan untuk ditunda sementara atau diskors. Alasannya, masih ada silang pendapat antar-anggota MKD mengenai kelanjutan pengaduan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Ada yang meminta dilanjutkan, ada pula yang masih mempersoalkan keabsahan pengaduan dan barang bukti, bahkan ada yang meminta untuk tidak dilanjutkan. Pada waktu yang bersamaan, sejumlah unsur pimpinan komisi dan unsur pimpinan fraksi berkumpul di Ruang Rapat Pimpinan DPR di Gedung Nusantara III untuk mengikuti rapat pimpinan pengganti Badan Musyawarah (Bamus). Namun, pimpinan DPR tidak kunjung datang ke ruang rapat. "Padahal, pimpinan itu ada ruangannya. Kami sudah menelepon pimpinan, tapi tidak keluar juga," tutur Taufiqulhadi yang mewakili Fraksi Partai Nasdem. Setelah menunggu dua jam, akhirnya para unsur pimpinan fraksi dan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan membubarkan diri karena diberi tahu rapat dibatalkan. Taufiqulhadi menduga, pembatalan rapim pengganti Bamus terkait dengan dinamika yang terjadi di MKD. Padahal, materi yang akan dibahas dalam rapat Bamus tak kalah penting. Salah satunya adalah mengagendakan rapat paripurna pengesahan perubahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Perubahan itu dilakukan untuk memasukkan RUU Pengampunan Pajak menjadi RUU Prioritas 2015 dan mengubah inisiatif penyusunan RUU KPK dari pemerintah ke DPR. Pembatalan rapim pengganti Bamus tidak hanya sekali. Pada Kamis kemarin, rapim pengganti Bamus kembali dibatalkan. "Parah ini karena pembatalan dilakukan sepihak," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo. Pembatalan rapim pengganti Bamus sampai dua kali itu pun mengundang kekesalan dari sejumlah unsur pimpinan fraksi. Mereka merasa tugas dan kinerja DPR secara lembaga terganggu dengan kegaduhan perkara Ketua DPR Setya Novanto di MKD. Bambang Soesatyo, yang berasal dari fraksi yang sama dengan Setya, mengatakan, pimpinan DPR menyandera lembaga yang dipimpinnya sendiri. "Pembatalan sepihak ini berpotensi menghambat kerja Dewan. Kami paham, ada sidang MKD yang tentu sedang membuat pimpinan Dewan galau. Tetapi, sangat keliru dan tidak masuk akal kalau hal itu membuat kerja legislasi dikorbankan," kata Bambang. Hal senada diucapkan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Firman Subagyo dari Fraksi Partai Golkar. "Kami belum tahu lagi kapan rapat Bamus diadakan? Padahal, paripurna ini tidak kalah penting, bahkan urgen karena kami mau membicarakan soal RUU Pengampunan Pajak, yang harus dipercepat jika kita ingin mengejar target pendapatan negara," katanya. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto juga menyesalkan batalnya rapim pengganti Bamus karena dilakukan secara mendadak dan sepihak. Pembatalan rapim mengakibatkan tertundanya pengesahan perubahan Prolegnas 2015 dan agenda lain. Padahal, semestinya jadwal agenda yang sudah ditetapkan sebelumnya tidak boleh terganggu oleh proses MKD. Tak terlihat Selama dua hari MKD menggelar sidang, Setya juga tidak terlihat di DPR. Padahal, selain harus menghadiri rapim pengganti Bamus, Kamis kemarin, Setya juga dijadwalkan menghadiri pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Gedung Nusantara V. Dalam acara yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla itu pun, Setya absen. Padahal, sejumlah unsur pimpinan lembaga negara menghadiri acara itu. Mereka di antaranya Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPD Irman Gusman, Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Ketua Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, dan Ketua KPU Husni Kamil Manik. DPR bukan milik Setya Novanto seorang. Jika hanya karena Setya sedang tersandung perkara pelanggaran banyak agenda yang terganggu, komitmen Parlemen bekerja untuk rakyat pun patut dipertanyakan. (NTA/AGE) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Desember 2015, di halaman 2 dengan judul "Setelah MKD Bersidang...". |
Kembali ke sebelumnya |