Judul | LEGISLASI Undang-Undang MD3 Perlu Direvisi Lagi |
Tanggal | 10 Januari 2017 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Badan Legislasi |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD jangan sampai berhenti pada urusan penambahan satu kursi pimpinan di DPR dan MPR untuk Fraksi PDI-P. Pembenahan yang menyeluruh melalui perubahan UU MD3 diperlukan untuk menata ulang sistem perpolitikan menjelang Pemilihan Umum 2019. Saat ini, proses revisi UU MD3 yang dilakukan demi menambah kursi pimpinan legislatif untuk Fraksi PDI-P berjalan lancar. Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang Ketiga Tahun 2016-2017 akan digelar Selasa (10/1) ini untuk mengesahkan revisi UU MD3 sebagai RUU inisiatif DPR. Hal itu akan disusul dengan pembahasan RUU MD3 antara DPR dan pemerintah, pengesahan RUU menjadi undang-undang, dan berakhir dengan penambahan satu wakil ketua baru. Namun, keinginan untuk merevisi UU MD3 tidak berhenti sampai di situ. Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah, di Jakarta, Senin, mengatakan, Fraksi PDI-P akan kembali mendorong revisi UU MD3 setelah penambahan kursi pimpinan DPR/MPR untuk PDI-P. "Idealnya, undang-undang harus kembali ke sistem proporsional, di mana partai pemenang pemilu harus mendapat kesempatan menjadi unsur pimpinan," ujar Basarah. UU MD3 saat ini mengatur, pimpinan DPR/MPR ditentukan berdasarkan sistem paket ketua dan wakil ketua yang dipilih oleh seluruh anggota DPR. Itu berbeda dari pemberlakuan asas proporsionalitas yang berlaku sebelumnya dan memungkinkan partai pemenang pemilu menjadi pimpinan di legislatif. Perubahan itu akibat revisi UU MD3 pada 2014 setelah PDI-P muncul sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2014. Dampak dari perubahan mekanisme pemilihan pimpinan tersebut adalah kebuntuan (deadlock) antara eksekutif dan legislatif selama paruh awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Selain Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar pun menyatakan akan mendorong revisi UU MD3 secara menyeluruh pasca penambahan kursi pimpinan DPR/MPR untuk PDI-P. "Yang terpenting, setelah UU MD3 saat ini direvisi untuk menambah kursi pimpinan DPR, serta setelah RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum rampung dibahas, harus ada harmonisasi. Setidaknya, disusul dengan membenahi UU MD3, UU Pemilihan Kepala Daerah, dan UU Partai Politik," tutur Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. Peneliti Ilmu Politik dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, Syamsuddin Haris, menyebutkan, revisi UU MD3 semestinya dilakukan secara menyeluruh. Ia menyoroti beberapa kelemahan dalam UU MD3. Selain mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang berbasis pada voting paket pimpinan, ada pula pemberian hak imunitas bagi anggota DPR serta keharusan aparat hukum mendapat persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan sebelum menangkap dan memeriksa anggota DPR. (AGE) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Januari 2017, di halaman 2 dengan judul "Undang-Undang MD3 Perlu Direvisi Lagi". |
Kembali ke sebelumnya |