Judul | KPK Kantongi Data Penerima Uang |
Tanggal | 12 Januari 2017 |
Surat Kabar | Seputar Indonesia |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi II - Komisi III - Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah mengantongi bukti dan data-data penerima aliran uang hasil dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun anggaran 2011-2012. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan nilai anggaran sekitar Rp6 triliun dengan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun memang merupakan salah satu kasus besar yang fokus untuk dituntaskan KPK. Dengan kerugian negara yang lumayan besar, bisa dipastikan sudah ada dan akan dilakukan penyitaan baik berupa aset maupun uang. Untuk uang kerugian negara tersebut, menurut Febri, sudah diketahui ke mana saja uangnya mengalir. “Kami ada uraian lengkapnya, dari mana kerugian itu berasal. Baik aliran dana ke swasta maupun perorangan, kita punya rincian ke mana saja. Saat ini penyidik masih fokus pemeriksaan saksi-saksi, kami fokus ke sana. Tapi kami pastikan, asetaset dan kekayaan terkait hal itu akan dilakukan penyitaan,” tandas Febri saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Dalam perkara korupsi e- KTP ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Pertama , pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan e-KTP yang juga Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Sugiharto. Kedua , mantan Dirjen Dukcapil yang kini menjabat sebagai staf ahli Mendagri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Irman. Secara eksplisit Febri mengakui ada rekening dan uang dalam rekening milik tersangka Sugiharto dan Irman yang sudah disita KPK. Namun dia mengaku tidak bisa menyampaikan secara terperinci. Jumlah rekening dan nilai uang akan disampaikan lebih lanjut, terutama saat proses di pengadilan. Pasalnya perhitungan pasti kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru diterima KPK. “Kerugian keuangan negara baru kami terima. (Jumlah rekening yang sudah disita) kami akan sampaikan pada update berikutnya,” ujar dia. Mantan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) itu juga mengakui, pimpinan KPK sebelumnya lewat Alexander Marwata pernah menyampaikan ada transaksi 2.000 rekening atas proyek e-KTP. Menurut Febri, KPK memang terus berkoordinasi dengan PPATK atas transaksi mencurigakan dan laporan hasil analisis (LHA) untuk proyek e-KTP. “Secara spesifik kapan LHA diterima? belum bisa sampaikan. Tapi, kami akan terus lakukan koordinasi dengan PPATK,” ujarnya. Lebih lanjut Febri mengatakan, kemarin penyidik kembali memeriksa Anas Urbaningrum selaku ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Anas diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Pemeriksaan terhadap Anas dimaksudkan untuk mengonfirmasi sejumlah pertemuan anggota DPR saat itu antar mereka maupun dengan pemerintah atau dengan sejumlah pengusaha. Menurut Febri, informasi dan klarifikasi pertemuan ketua fraksi dengan Komisi II sudah didapatkan penyidik dari Ketua DPR Setya Novanto yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai ketua Fraksi Partai Golkar. “Karena pembahasan e- KTP melibatkan sejumlah fraksi termasuk fraksi-fraksi besar saat itu,” ujarnya. Febri memaparkan, untuk perkara e- KTP memang ada keteranganketerangan dan informasi-informasi dari terpidana mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat dan pemilik Permai Group M Nazaruddin. Khususnya terkait dugaan aliran dana dan pertemuan-pertemuan. Bagi penyidik, informasi itu akan dan terus didalami lebih lanjut. Di sisi lain, KPK tidak hanya terpaku dengan keterangan satu atau dua saksi semata. “Untuk Anas dalam dua hari ini kita tidak mendapat informasi soal hal itu. Jadi lebih kepada saksi saat itu yang posisinya sebagai angota DPR dan ketua fraksi. Kami dalam waktu dekat akan terus mendalami,” katanya. Sementara itu Anas Urbaningrum merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 20.10 WIB. Dia mengakui pemeriksaan kemarin melanjutkan pemeriksaan pada Selasa (10/1). Terpidana kasus suap proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini mengaku senang sudah menjelaskan dan memberikan beberapa klarifikasi ke penyidik. “Yang menurut saya penting ya ada beberapa hal yang mungkin sumbernya dari seseorang (Nazaruddin) yang tidak pas lah. Tidak ada (saya memimpin rapat fraksi untuk bahas proyek e-KTP), tidak ada,” tandas Anas tadi malam. Anas juga memastikan tudingan ataupun kesaksian M Nazaruddin yang menyebut dirinya sebagai pemilik jatah proyek e- KTP dan menikmati aliran uang adalah tidak benar dan sangat tidak kredibel. Anas membantah pernah melakukan pembahasan atas proyek e-KTP, apalagi meloloskan sebuah konsorsium menjadi pemenang tender. sabir laluhu |
Kembali ke sebelumnya |