Judul | Pansus Makar Bukan Bentuk Intervensi DPR |
Tanggal | 12 Januari 2017 |
Surat Kabar | Rakyat Merdeka |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Pimpinan - Panitia Khusus |
Isi Artikel | RMOL. Dengan minimal ada 25 orang saja dari minimal dua fraksi yang mengusulkan pembentukan Pansus Makar dan usul itu disetujui oleh paripurna, maka DPR dapat segera melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan makar "Penyelidikan oleh DPR adalah hal berbeda dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian," kata Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Kamis, 12/1). Menurut Said, proses yang dilakukan oleh polisi menyangkut proses hukum terhadap dugaan makar yang dilakukan oleh para tersangka. Sementara proses oleh DPR terkait dengan pembuktian ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan undang-undang yang bertalian dengan kasus makar. "Jadi apabila proses politik oleh DPR melalui pembentukan pansus jadi dilakukan, hal itu sama sekali tidak bisa disebut sebagai bentuk intervensi DPR terhadap proses hukum yang tengah dilakukan oleh kepolisian," jelas Said. Said menambahkan, pembentukan pansus DPR salah satunya dalam rangka pelaksanaan Hak Angket atau hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. "Hak Angket sendiri merupakan kewenangan konstitusional DPR yang diberikan oleh Pasal 20A auat (2) UUD 1945, dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah," demikian Said. [ysa] |
Kembali ke sebelumnya |