Isi Artikel |
JAKARTA – Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang- Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) kemarin memulai rapat perdana pembahasan substansi RUU.
Namun, ada dua daftar inventaris masalah (DIM) yang pembahasannya ditunda, yakni judul RUU dan jenis kejahatan terorisme. Penundaan ini sebagai akibat perbedaan sikap antara DPR dan pemerintah. “Secara sederhana hari ini (kemarin), tentang judul masih pending karena ada yang menginginkan penanggulangan, ada yang ingin tetap pemberantasan. Jalan tengahnya pemberantasan, tapi kontennya penanggulangan. Jadi, di ketentuan umum dikasih penjelasan yang dimaksud dengan pemberantasan adalah pencegahan, penindakan, dan pemulihan,” ungkap Ketua Pansus RUU Antiterorisme DPR Muhammad Syafii (Romo) seusai rapat pansus tertutup bersama dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Kemudian, lanjut Romo, masalah lain yang belum diselesaikan mengenai jenis kejahatan terorisme, apakah jenisnya kejahatan serius atau kejahatan luar biasa (extraordinary crime ). Pasalnya, ada kekhawatiran dari sebagian fraksi bahwa dengan frase extraordinary crime maka penanganannya bisa semena-mena seperti yang terjadi selama ini.
“Kedua hal itu ada di pembahasan konsiderans menimbang, sehingga kita pending , kalau yang lain sudah oke, tinggal kalimat itu di konsiderans,” ungkapnya. Romo menjelaskan, perbedaan ini terjadi karena pemerintah mengubah usulannya, seperti soal pemberantasan. Awalnya bermakna penindakan an sich (secara harfiah), sekarang pemerintah mengubah makna bahwa pemberantasan adalah pencegahan, penindakan, dan pemulihan. Karena itu, judul ditunda agar bisa masuk pada pembahasan dan agar isi UU-nya mencakup penanggulangan walaupun nantinya judul tetap.
“Kawankawan yang mengusulkan penanggulangan menunggu konten benar tidak konten itu sudah mewakili judul yang mereka usulkan,” paparnya. Sikap fraksi-fraksi juga masih terpecah terkait jenis kejahatan terorisme. Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PAN menginginkan terorisme menjadi kejahatan serius saja sebagaimana isi Statuta Roma, sebab yang termasuk kejahatan luar biasa itu contohnya genosida, kejahatan perang, dan invasi. Karena itu, DPR dan pemerintah bersepakat bahwa pembahasan yang krusial dan berpotensi menghambat ditunda pembahasannya.
“Makanya tadi kita menguatkan. Kita serius ingin cepat, yang begitu-begitu jangan menjadi beban,” papar politikus Partai Gerindra ini. Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) RUU Antiterorisme Pemerintah Enny Nurbaningsih menilai, perubahan judul RUU yang diinginkan oleh sejumlah fraksi DPR justru dapat memakan waktu pembahasan. Karena itu, pemerintah tetap ingin agar judulnya tidak berubah. “Jadi, ini kita masih diskusi terkait judul. Ada usulan dari mereka judulnya penanggulangan terorisme. Tetapi, dari pemerintah, undang-undang yang lama Nomor 15/2003 masih relevan, tidak semuanya harus diganti,” kata Enny.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini mengakui bahwa masih ada beberapa kekurangan dalam UU Antiterorisme yang sebelumnya, misalnya pencegahan, penindakan, dan penanganan pascateror. Namun, kekurangan itu tidak harus mengganti UU Nomor 15/2003, tapi bisa dengan merevisinya dan menambahkan apa yang menjadi kekurangannya. Apa yang menjadi kekurangan itu bisa dimasukkan ke dalam normanorma UU-nya.
Kiswondari
|