Judul | Pembahasan RUU Pemilu: Presidential ThresholdDinilai Tabrak Konstitusi |
Tanggal | 17 Januari 2017 |
Surat Kabar | Suara Pembaruan |
Halaman | 4 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi II - Komisi III - Badan Legislasi |
Isi Artikel | [JAKARTA] Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, ketentuanpresidential threshold (Pres-T) untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden dalam RUU Pemilu usulan pemerintah bertentangan dengan konstitusi. Sebab, ketentuan ini tidak sesuai dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan seluruh partai politik (parpol) peserta pemilu boleh mengusulkan pasangan calon (paslon) presiden dan calon wakil presiden. Dalam RUU Pemerintah Pasal 190 disebutkan pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya. "Presidential threshold ini juga tidak sesuai dengan semangat pemilu serentak 2019 yangmemberikan ruang bagi setiap partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan,” ujar Titi, kepadaSP, di Jakarta, Selasa (17/1). Selain itu, kata Titi, ada ide yang saling bertabrakan antara ambang batas suara untuk mencalonkan presiden bagi partai baru. Satu sisi, kata dia, partai baru tidak boleh mengajukan pasangan calon presiden sendiri. "Di sisi yang lain, jika partai politik tidak mengajukan pasangan calon, dihukum dengan tidak boleh ikut p em i l u b e r i k u t n y a sebagaimana disebut dalam Pasal 203 ayat 5 RUU Pemilu usulan pemerintah," katanya. Oleh karena itu, kata Titi, setiap parpol peserta pemilu, punya hak, untuk mencalonkan atau tidak mencalonkan. Lagi pula, UU ini tidak terdapat di dalam UU Pilkada. "Mestinya konsisten dengan pengaturan di pelaksanaan Pilpres," katanya. Perludem bersama masyarakat sipil lainnya yang tergabung dalam Sekretarita Bersama Kodifikasi UU Pemilu, lanjut Titi, mengusulkan190dalamRUUPemilu sebagai berikut, "Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik Peserta Pemilu DPR. Gabungan partai politik peserta Pemilu yang dapat mengusulkanPasanganCalon Presiden dan Wakil Presiden berjumlah paling banyak 40% dari jumlah kursi DPR”. Koodinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan bahwa pihaknya bersama mayoritas masyarakat sipil mengusulkan agar ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) diturunkan menjadi 1%. Menurut dia, besaran PT tidak memiliki dampak yang cukup siginifikan terhadap penyederhanaan sistemkepartaian. Diketahui, dalam Pasal 393 ayat (1) RUU Pemilu usulan Pemerintahmenyebutkan “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambangbatas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”. "Kami dalam Koalisi Sekber Kodifikasi UUPemilu mengusulkan PT diturunkan menjadi 1%, berlaku dari nasional sampai daerah," ujar Masykurudin, di Jakarta, Selasa (17/1). Dia mengatakan bahwa pada Pemilu 2009 ke Pemilu 2014 dengan PT2,5%menjadi 3,5% ternyata tidak efektif menyederhanakan partai politik. Bahkan kala itu, kata dia, jumlah partai politik mengalami peningkatan. "Selain karena PT tidak signifikan untuk menyederhanakan efektifitas di parlemen, penurunan PT jadi 1% juga untuk mengurangi suara pemilih terbuang," katanya. Langkah Mundur Sementara itu, Wakil KetuaUmumPartai Demokrat (PD) Syarif Hassan menyatakan bahwa permintaan untuk menghapus Pres-T di pembahasan RUU Pemilu ada langkah mundur. Dijelaskan oleh Syarif Hassan, filosofi dari dilaksanakannya Pres-T adalah upaya mencari calon presiden yang berkualitas dengan tetap m e m p e r t i m b a n g k a n demokrasi. Sistem itu sudah dilaksanakan selama 3 periode pemerintahan sejak 2004, dengan angka yang terus meningkat. Bagi pihaknya, kata Syarif, dari pelaksanaan selama ini ditemukan bahwa penerapannya cukup bagus dalam upaya menyaring calon pemimpin. "Kalau kita rasa ada kekurangannya, ya kita perbaiki. Tapi jangan langkah mundur (dengan Pres-T 0%)," kata Syarif Hassan, Senin (16/1). Syarif mengatakan, sikap PD untuk tak mengambil langkahmundur itu juga sama dengan berbagai usulan lainnya di pembahasan RUU. Termasuk soal pemilihan langsung atau tidak langsung yang sudah lama ditinggalkan. "Menurut kami, yang sudah ada kita pertahankan. Kalau ada kelemahannya, kita atasi," katanya. Menurut Syarif, usulan Pres-T di angka 20% sudah cukup bagus. "Dan terbukti meningkatkan kualitas. "Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Lukman Edymengungkapkan bahwa Pres-T tidak relevan lagi ketika pelaksanaan pemilunya serentak seperti tahun 2019. Bahkan, kata Lukman, dalam pembahasan RUU Pemilu di Pansus, sebagian besar fraksi menginginkan Pres-Tditiadakan pada Pemilu Serentak 2019 mendatang. [MJS/YUS/C-6/H-14] |
Kembali ke sebelumnya |