Judul | KORUPSI DI MK Diduga Bukan Hanya Patrialis yang Disuap |
Tanggal | 14 Februari 2017 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menduga, Patrialis Akbar bukan hanya satu-satunya pihak yang disuap dalam kasus dugaan suap terkait proses sidang uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk mendalami apakah ada pihak lain yang disuap dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa dua Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul, Senin (13/2). KOMPAS/YUNIADHI AGUNGAnggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (dari kiri ke kanan) Anwar Usman, Achmad Sodiki, Sukma Violetta, dan Bagir Manan serta Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi Abdul Mukhtie Fadjar (kanan) datang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (13/2). Majelis Kehormatan MK berkoordinasi dengan KPK perihal kasus suap yang melibatkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, kemarin, mengungkapkan, KPK masih terus mendalami proses uji materi UU No 41/2014. Salah satu yang didalami KPK adalah apakah hanya Patrialis yang disuap Basuki Hariman selaku pengendali sejumlah perusahaan importir daging dan berkepentingan dengan uji materi ini. "Kami masih terus mendalami apakah ada pihak yang diduga disuap selain yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Karena itulah kami memeriksa dua hakim MK ini," ujar Febri. Febri mengungkapkan, KPK menemukan banyak kejanggalan dalam proses uji materi UU No 41/2014 di MK. Rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus uji materi ini, diungkapkan Febri, terjadi dua kali. RPH pertama dilakukan 21 November 2016. RPH kedua digelar 18 Januari 2017. Patrialis ditangkap KPK pada 25 Januari 2017. Sementara amar putusan uji materi dibacakan pada 7 Februari. "Waktu OTT (operasi tangkap tangan) kami mendapati ada draf amar putusan di tangan tersangka KM (Kamaludin). Draf tersebut ternyata sama dengan amar putusan yang dibacakan pada 7 Februari," kata Febri. Kamaludin merupakan pihak yang berperan sebagai perantara antara penyuap dan Patrialis. Kamaludin diduga merupakan orang dekat Patrialis. Menurut Febri, dari sejumlah fakta tersebut, KPK mendalami proses RPH yang dilakukan hakim konstitusi. "Tidak tertutup kemungkinan kami akan memeriksa hakim konstitusi lainnya," kata Febri. Ihwal draf amar putusan yang ada di tangan Kamaludin sebelum amar putusan dibacakan, menurut Febri, juga menjadi kejanggalan yang diperhatikan penyidik. "Bagi KPK, tentu ini menunjukkan bahwa amar putusan yang sudah berpindah tangan itu menjadi salah satu bukti yang kuat bahwa memang ada sejumlah kejanggalan dalam rangkaian peristiwa ini," katanya. KPK, menurut Febri, juga sudah menerima permohonan menjadi justice collaborator atau pelaku kejahatan yang mau bekerja sama membongkar kejahatannya dari Kamaludin dan Ng Fenny. Fenny adalah anak buah Basuki Hariman. Sementara itu, kemarin, Majelis Kehormatan MK juga kembali datang ke KPK untuk memeriksa Basuki Hariman dan Fenny. Namun, KPK menolak permintaan Majelis Kehormatan MK tersebut karena merasa pemeriksaan untuk menemukan indikasi pelanggaran etik Patrialis sudah cukup. "Untuk indikasi pelanggaran etik, menurut kami, sudah cukup informasinya," kata Febri. Namun, anggota Majelis Kehormatan MK, Bagir Manan, mengatakan bahwa majelis masih belum sampai pada kepastian mengenai putusan etik terhadap Patrialis. "Kalau bisa dibuktikan telah terjadi pelanggaran hukum pasti terjadi juga pelanggaran etik. Mudah-mudahan setelah (pemeriksaan) ini selesai tidak terlalu sore lalu dilanjutkan di MK supaya bisa selesai. Makin cepat makin bagus bagi semua pihak," kata Bagir Manan. (BIL/ANT) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Februari 2017, di halaman 3 dengan judul "Diduga Bukan Hanya Patrialis yang Disuap". |
Kembali ke sebelumnya |