Isi Artikel |
Penerimaan Seret, Pemerintah Obral Utang
Kurniawan A. Wicaksono Jum'at, 17/06/2016 08:05 WIB
JAKARTA - Akumulasi masih terkontraksinya realisasi penerimaan pajak dan tidak pastinya kondisi ekonomi global ke depan memicu agresivitas pemerintah menerbitkan surat utang negara paruh pertama tahun ini.
Menjelang akhir semester I/2016, pascapenerbitan samurai bond senilai 100 miliar yen pada Rabu (15/6), realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) bruto mencapai 76,6% dari kebutuhan tahun ini Rp556 triliun.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan posisi tersebut memang melampaui target strategi frontloading 61% pada paruh pertama tahun ini.
“Memang akhirnya lebih besar, frontloading-nya lebih agresif karena memanfaatkan momentum sekaligus bagian dari risk management,” katanya pada saat ditemui di kawasan DPR, Kamis (16/6).
Robert menjelaskan kondisi fiskal terkait dengan penerimaan negara menjadi salah satu pertimbangan. Selain itu, ada potensi pelebaran defisit yang diajukan pemerintah dalam RAPBN Perubahan 2016.
Realisasi pendapatan negara hingga akhir Mei 2016 mencapai Rp496,6 triliun atau terkontraksi sekitar 7% dari capaian periode yang sama tahun lalu Rp533,4 triliun. Sementara itu, khusus untuk penerimaan pajak nonmigas masih terkoreksi 3%.
Dalam RAPBN Perubahan 2016, pemerintah mengusulkan pelebaran defisit anggaran menjadi 2,48% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari pagu induk 2,15% terhadap PDB. Angka ini membuat tambahan pembiayaan anggaran Rp40,2 triliun.
Dia berujar persentase frontloading itu masih bisa bergerak turun jika defisit benar diperlebar hingga 2,48% terhadap PDB.
Selain kondisi fiskal, Robert mengaku mengambil peluang besarnya permintaan pasar (book order) terutama pada saat emisi euro bond. Seperti diketahui, emisi euro bond tahun ini mencapai 3 miliar euro dari total permintaan yang masuk sekitar 8,36 miliar euro.
SBN Valas
Secara total, pemerintah akhirnya membabat habis penerbitan SBN dalam valuta asing pada semester I/2016. Langkah ini, menurut Robert, relatif positif karena ketidakpastian ekonomi global, terutama dari isu kenaikan suku bunga The Fed, wacana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), dan perlambatan ekonomi China. “Jadi kita tidak terpengaruh lagi akan apa yang terjadi ke depan,” imbuhnya.
Terkait dengan peluang penerbitan kembali SUN berdenominasi dolar AS (global bond) tahun ini, pihaknya memastikan akan melihat postur terbaru dalam APBNP 2016. Jika defisit anggaran disepakati di bawah 2,48% dari PDB, penerbitan kedua global bond tidak akan dieksekusi.
Sisa kebutuhan SBN akan dipenuhi dari pasar dalam negeri. Apalagi, pemerintah dan DPR tengah mempersiapkan pengesahan RUU Pangampunan Pajak yang diperkirakan pekan depan. Sehingga, ada potensi tambahan likuditas dari repatriasi dana dari luar negeri.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Loto S. Ginting mengatakan penerbitan SUN dalam valas secara total mencapai Rp139,6 triliun. Jika melihat pagu penerbitan SUN bruto sudah sekitar 25%.
Pada akhir tahun lalu pemerintah menerbitkan global bond US$3,5 miliar sebagai bagian dari prefunding APBN 2016. Sejak awal tahun ini hingga 16 Juni sudah ada penerbitan global sukuk US$2,5 miliar, euro bond 3 miliar euro, dan samurai bond 100 miliar yen.
Terkait dengan samurai bond, Loto mengaku permintaannya memang 100 miliar yen sama dengan yang diterbitkan. Namun, angka ini cukup bagus karena tahun ini seluruhnya tanpa ada garansi JBIC (non-guaranteed).
Dalam catatan Bisnis, Indonesia telah empat kali menerbitkan samurai bond, yakni senilai 35 miliar yen pada 2009, sekitar 60 miliar yen pada 2010, selanjutnya 60 miliar yen pada 2012, dan 100 miliar yen pada 2015. Tahun lalu, untuk pertama kalinya ada porsi non-guaranteed dengan porsi 45%.
Ketika dimintai tanggapan, ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih berpandangan langkah pemerintah ini sebenarnya dilakukan karena bayang-bayang shortfall–selisih antara target dan realisasi–penerimaan pajak.
“Saya melihatnya ini karena shortfall di pajak. Apalagi, ini sudah melebih target awal frontloading,” katanya.
Semester selanjutnya, menurut Lana, sebenarnya masih ada ruang untuk penerbitan global bond. Apalagi, hingga saat ini porsi valas masih sekitar 25%. Dia berujar dalam situasi saat ini, penarikan dolar akan membantu pula stabilitas makroekonomi.
|