Judul | Rekomendasi Bisa Diabaikan Hal Aneh jika Panitia Angket Tekan Presiden |
Tanggal | 08 September 2017 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 2 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Panitia Khusus |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat berencana menempuh berbagai cara untuk mendorong pemerintah menerapkan rekomendasi Panitia Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, ada preseden di mana pemerintah dapat mengesampingkan rekomendasi akhir itu. Pengabaian dapat dilakukan, terutama jika isinya berpotensi melemahkan kewenangan KPK dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Usulan isi rekomendasi Panitia Angket DPR yang beredar belakangan ini antara lain menghapus kewenangan KPK untuk menuntut kasus-kasus korupsi dan mengalihkan kewenangan itu pada Kejaksaan Agung serta meniadakan penyidik independen KPK. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, Kamis (7/9), di Jakarta, mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak menjalankan seluruh rekomendasi Panitia Angket Pelindo yang dihasilkan akhir 2015. Rekomendasi yang belum dilaksanakan karena dinilai terlampau mencampuri kewenangan Presiden itu adalah memberhentikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Oleh sebab itu, menurut dia, tidak akan terjadi pelanggaran aturan ketatanegaraan jika Presiden melakukan hal yang sama atas rekomendasi Panitia Angket KPK. Apalagi, pembentukan Panitia Angket tersebut disertai dengan sejumlah polemik. Panitia Angket, katanya, memang bisa menekan Presiden dengan hak menyatakan pendapat. “Bisa saja menekan Presiden, tetapi akan menjadi aneh karena Panitia Angket KPK isinya fraksi-fraksi partai pendukung pemerintah. Kalau memberi tekanan, akan bertambah lucu nanti,” kata Lucius. Anggota Panitia Angket DPR terhadap KPK beranggotakan enam dari 10 fraksi di DPR. Enam fraksi itu semuanya anggota koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Enam fraksi itu adalah PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Empat fraksi lain yang tidak mengirimkan anggotanya di Panitia Angket adalah Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kecuali PKB, tiga fraksi itu ada di luar koalisi pemerintahan Presiden Jokowi. Komunikasi politik Anggota Panitia Angket KPK dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan, implementasi rekomendasi Panitia Angket terhadap pemerintah memerlukan jalan tengah berupa kesepakatan politik. Komunikasi politik dibutuhkan karena ada beberapa poin rekomendasi yang tengah disusun Panitia Angket yang memerlukan kesepakatan politik dengan pemerintah. “Sebagai contoh, perbaikan tata kelola kelembagaan KPK serta revisi sejumlah undang-undang,” ujar Arsul. Panitia Angket berencana merevisi beberapa undang-undang yang terkait dengan kelembagaan penegak hukum, seperti UU tentang Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK. Untuk membahas sebuah rancangan undang-undang, dibutuhkan kerja sama dengan pemerintah. DPR tidak bisa menjalankan rekomendasi merevisi UU tanpa pemerintah. “Nanti setelah jelas rekomendasinya, kami akan lakukan komunikasi politik dengan pemerintah. Saat ini, di antara fraksi-fraksi di dalam Panitia Angket belum membahas,” katanya. Wakil Ketua Panitia Angket KPK dari Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu mengatakan, implementasi rekomendasi Panitia Angket akan terus ditagih ke pemerintah dan lembaga terkait. Kepastian agar rekomendasi itu diterapkan akan menjadi tanggung jawab Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK. Komposisi keanggotaan Panitia Angket KPK memang sebagian besar diisi anggota Komisi III. “Kami akan terus mendorong agar rekomendasi diterapkan. Nanti, Komisi III akan diminta tegas menagih dan mengingatkan pemerintah dan lembaga lainnya,” kata Masinton. Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia menyatakan, jika Panitia Angket KPK benar-benar merekomendasikan menghilangkan kewenangan KPK untuk menuntut, sama saja dengan mengatakan lembaga KPK sudah tidak dibutuhkan lagi. Ini akan membuat DPR periode 2014-2019 dikenang masyarakat sebagai rezim yang melucuti kewenangan KPK. “DPR sering mengkritik KPK yang seolah mengabaikan berbagai rekomendasi DPR, maka Panitia Angket KPK dibuat. Pertanyaan yang sama, apakah DPR juga mengabaikan survei yang menunjukkan adanya masyarakat yang tidak setuju dengan angket terhadap KPK?” tanya Ray. (GAL/AGE/REK) |
Kembali ke sebelumnya |