Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS Pertumbuhan ekonomi semester II-2016 dituntut tinggi, hingga 5,7 persen, untuk mencapai target pertumbuhan 5,2 persen tahun ini. Angka ini dengan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia pada triwulan II-2016 berkisar 4,9-5 persen.
Pada triwulan I-2016, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia 4,9 persen.
"Salah satu faktor yang bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi adalah panen yang bergeser dari triwulan I ke triwulan II. Namun, kita belum tahu seberapa besar panennya," kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam wawancara dengan Kompas, Selasa (21/6), di Jakarta.
Tahun ini, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berkisar 5-5,4 persen. Bank Dunia memperkirakan 5,1 persen, Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan 5,3 persen, dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan 4,9 persen.
Target pertumbuhan ekonomi tahun ini, sebagaimana asumsi dasar APBN 2016, sebesar 5,3 persen. Namun, dalam pembahasan Rancangan APBN Perubahan 2016, panitia kerja, gabungan dari unsur Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan, sepakat mengoreksi menjadi 5,2 persen. Untuk mencapai target tersebut, pertumbuhan ekonomi pada semester II-2016 minimal harus 5,7 persen.
Saat ditanya tentang langkah Bank Dunia yang baru saja mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016 dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen, Bambang menjawab, tidak ada persoalan. Menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi global lebih banyak mengacu pada proyeksi IMF, yakni 3,2 persen.
"Proyeksi Bank Dunia biasanya di bawah realisasi. Lebih dekat proyeksi IMF. Saya masih menggunakan proyeksi IMF. Namun, apa pun, pertumbuhan ekonomi global yang melambat langsung berpengaruh ke perekonomian Indonesia," kata Bambang.
Permintaan global, menurut Bambang, adalah faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia sejauh ini masih negatif, pertumbuhan investasi belum secepat harapan, dan konsumsi rumah tangga masih mengalami tekanan.
"Kuncinya sekarang kalau mau tumbuh lebih cepat, investasinya harus lebih cepat. Karena pertumbuhan ekspor maksimal nol persen pada tahun ini, mau tidak mau kuncinya di investasi," kata Bambang.
Jika program pengampunan pajak berjalan dan paket kebijakan ekonomi mulai memberikan kenyamanan investasi, Bambang berharap, investasi bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Pada saat yang sama, pertumbuhan konsumsi rumah tangga dijaga pada angka 5 persen.
Ancaman
Langkah Indonesia mendorong pembangunan infrastruktur sebenarnya sudah tepat. Namun, saat ini waktunya kurang tepat. Sebab, Indonesia sedang menghadapi ancaman penerimaan negara yang lebih rendah dari target. Karena itu, pemerintah disarankan untuk mempertajam prioritas belanja infrastruktur.
"Kalau prioritas belanja kita tidak dipertajam, defisit fiskal kita akan semakin menganga lebar," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono.
Namun, Tony mengaku tidak habis pikir dengan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2016 yang malah dipangkas menjadi 2,35 persen. Padahal, mestinya bisa direlaksasi menjadi 2,7 persen.
"Dengan defisit 2,35 persen, pertumbuhan ekonomi bisa menjadi di bawah 5 persen karena kehilangan mesin pertumbuhan," tambah Tony.
Secara terpisah, ekonom senior Kenta Institute, Eric Alexander Sugandi, menyebutkan, pemerintah bisa menjaga daya beli masyarakat. Salah satu caranya dengan mempercepat pencairan dana desa.
"Dengan demikian, daya beli masyarakat desa bisa dijaga dan ditambah," kata Eric. (LAS/IDR)
|