Judul | Novanto Sebut Ganjar |
Tanggal | 09 Februari 2018 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2). Mantan Ketua DPR Setya Novanto menyebutkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menerima imbalan 500.000 dollar AS terkait proyek KTP-el. Hal ini dibantah Ganjar. Jakarta, Kompas Mantan Ketua DPR Setya Novanto di dalam persidangan perkaranya, Kamis (8/2), menyebut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut menerima imbalan terkait pembahasan anggaran pengadaan kartu tanda penduduk elektronik 2011-2012. Informasi penerimaan imbalan itu, kata Novanto, diperoleh dari keterangan Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang juga telah dipidana dalam perkara korupsi KTP-el ini. ”Waktu Andi ke rumah saya, dia menyampaikan telah memberikan bantuan dana untuk teman-teman di Komisi II DPR, Badan Anggaran (Banggar) DPR, dan untuk Pak Ganjar sebesar 500.000 dollar AS. Hal itu disampaikan (Andi) kepada saya,” tutur Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin. Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan KTP-el dengan terdakwa Novanto itu menghadirkan sejumlah saksi, antara lain Ganjar Pranowo. Tak hanya dari Andi, Novanto mengatakan, soal imbalan untuk Ganjar juga disampaikan anggota Komisi II saat itu, yakni Mustoko Weni dari Fraksi Golkar dan Ignatius Mulyono dari Fraksi Demokrat. Namun, keduanya telah meninggal sehingga tidak dapat dimintai keterangan. ”Pernah almarhum Mustoko Weni dan Ignatius Mulyono, saat ketemu saya, menyampaikan telah menyerahkan uang dari Andi untuk dibagikan ke Komisi II dan Banggar DPR, dan disebut pula Pak Ganjar,” ujarnya. Karena penasaran, Novanto mengaku pernah menemui Ganjar untuk memastikan pembagian uang bagi anggota Komisi II itu telah dilaksanakan. Ganjar, lanjutnya, mengungkapkan bahwa pembagian (uang) itu menjadi urusan Chairuman Harahap, Ketua Komisi II saat pembahasan anggaran pengadaan KTP-el berlangsung. Ditolak Ketika dimintai keterangan oleh jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ganjar menyampaikan bahwa dirinya pernah akan diberi jatah oleh Mustoko. Namun, menurut Ganjar, dia menolak pemberian itu. ”Saya bilang (ke Mustoko) tidak usah. Maka, dalam BAP (berita acara pemeriksaan), saya sampaikan sudahlah tidak usah,” kata Ganjar. Saat menanggapi keterangan Novanto, Ganjar pun kembali menegaskan bahwa Mustoko memang pernah menjanjikan imbalan kepada dirinya, tetapi janji imbalan itu dia tolak. Menurut dia, imbalan serupa juga pernah dijanjikan mantan anggota Komisi II, Miryam S Harhayani. Ia pun tetap menolaknya. ”Publik mesti tahu sikap menolak saya,” ucapnya. Menurut Ganjar, Andi pun telah menyampaikan kesaksiannya di persidangan bahwa dia tidak pernah memberikan imbalan. ”Saya katakan, apa yang disampaikan Pak Novanto itu cerita yang tidak benar,” ucapnya. Selain masalah imbalan, dalam persidangan tersebut juga diungkap bahwa saham mayoritas PT Murakabi Sejahtera, salah satu konsorsium peserta lelang pengadaan KTP-el, dikuasai oleh PT Mondialindo Graha Perdana. PT Mondialindo merupakan perusahaan milik keluarga Novanto. PT Murakabi Sejahtera pun disebut tak pernah benar-benar aktif sebagai perusahaan, selain saat perusahaan itu menjadi pemenang lelang pengadaan surat izin mengemudi pada 2008. Deniarto Suhartono, mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, mengungkapkan, pegawai PT Murakabi Sejahtera terbatas 13 orang. Jumlah itu sudah termasuk tenaga alih daya. Namun, setelah ditegaskan oleh jaksa pada KPK, Abdul Basir, Deniarto akhirnya membenarkan bahwa karyawan resmi di perusahaan itu hanya dua orang. Sementara direksi PT Murakabi berjumlah tiga orang, yakni Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Cyprus, dan termasuk dirinya. Baik PT Mondialindo Graha Perdana maupun PT Murakabi Sejahtera, diakui Deniarto, sejak 2007 berkantor di salah satu unit perkantoran di lantai 27, Menara Imperium, Jakarta. Deniarto mengatakan, belakangan, sekitar tahun 2012, baru mengetahui bahwa kantor yang ditempati kedua perusahaan itu milik Novanto. ”Saya mengetahuinya (kantor itu milik Novanto) saat ada jual-beli unit kantor tersebut antara Hairiansyah (pengusaha) dan Novanto,” ujarnya. (MDN) |
Kembali ke sebelumnya |