Judul | PERINTANGAN PERKARA Fredrich Memprotes Dakwaan Jaksa |
Tanggal | 09 Februari 2018 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 3 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi II - Komisi III - Pimpinan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Protes terus-menerus disampaikan Fredrich Yunadi setiap kali diberi kesempatan bicara oleh majelis hakim, setelah dia didakwa menghalangi pemeriksaan mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik 2011-2012 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2). Fredrich pun mengklaim dakwaan jaksa sarat rekayasa. Fredrich menganggap dakwaan yang disusun oleh jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi palsu. Ia pun meminta majelis hakim yang diketuai Saifudin Zuhri agar diberi kesempatan mengajukan eksepsi saat itu juga. ”Saya sudah baca dan dengar, dan dakwaan itu palsu dan rekayasa. Sekarang juga saya ajukan eksepsi,” kata Fredrich. Dalam persidangan itu, jaksa KPK, Fitroh Rohcahyono, mendakwa Fredrich bersama dr Bimanesh Sutarjo pada 16 November 2017 di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Barat, telah sengaja merintangi pemeriksaan terhadap Novanto. Fredrich didakwa merekayasa agar Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau sehingga dapat menghindari pemeriksaan. Upaya merintangi itu dilakukan Fredrich sejak Novanto dipanggil KPK pada 31 Oktober. Sebagai advokat, Fredrich malah memberikan saran kepada Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan pemanggilan pemeriksaan anggota DPR perlu izin Presiden. Selain itu, untuk menghindari pemeriksaan, Fredrich pun akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait hal yang sama. Saat penyidik KPK akan menangkap Novanto karena tidak juga memenuhi panggilan pemeriksaan pada 15 November, Fredrich mengaku tidak mengetahui keberadaan kliennya. Padahal, sebelumnya, ia menemui Novanto di Gedung DPR. Saat penyidik datang menggeledah rumah Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, diketahui Novanto telah meninggalkan rumah menuju Bogor bersama ajudannya, Azis Samual dan Reza Pahlevi. Keesokan harinya, 16 November, Fredrich menghubungi Bimanesh dan meminta agar Novanto dapat dirawat di RS Medika Permata Hijau. Fredrich pun meminta Bimanesh mendiagnosis Novanto menderita sejumlah penyakit, salah satunya tekanan darah tinggi. Namun, rencana merawat Novanto dengan diagnosis tekanan darah tinggi itu berubah pada sore harinya. Dengan alasan mengalami kecelakaan lalu lintas, Bimanesh melaporkan bahwa Novanto akan masuk ke Instalasi Gawat Darurat RS Medika Permata Hijau. Bimanesh juga mengupayakan agar, dalam surat keterangan rawat inap, ruang rawat inap VIP yang telah dipesan untuk memeriksa kesehatan Novanto terkait tekanan darah tinggi diubah menjadi ruang rawat inap untuk korban kecelakaan. Kepada wartawan, Fredrich menyampaikan keterangan yang jauh berbeda dari kondisi Novanto saat itu. ”Terdakwa memberikan keterangan pers bahwa Novanto mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah dan benjolan di dahi sebesar bakpao,” kata Fitroh. Sementara itu, Majelis Kehormatan Etik Ikatan Dokter Indonesia masih bekerja mengonfirmasi dan mengklarifikasi soal adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Bimanesh. Di sisi lain, proses hukum terhadap Bimanesh di KPK terus berjalan. Kemarin, penyidik KPK memeriksa anak buah Fredrich, Achmad Rudyansyah. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan untuk mendalami dugaan koordinasi yang dilakukan sebelum Novanto mengalami kecelakaan. (MDN/IAN/REK) |
Kembali ke sebelumnya |