Isi Artikel |
AHMAD ARIF
Ai Rohmatika dan Siti Nurur Rohmah (depan), Guru Garis Depan (GDD) yang bertugas di pedalalaman Pulau Buru, Maluku, menyusuri sungai menuju Danau Rana. Mereka harus menghadapi medan berat dan keterbatasan akses.
Rembuk nasional pendidikan tiap tahun digelar. Setumpuk rekomendasi pun dihasilkan. Namun, sejumlah persoalan mendasar tak kunjung tuntas, termasuk jumlah dan mutu pendidik.
JAKARTA, KOMPAS – Peningkatan mutu dan profesionalisme guru saatnya jadi fokus di tengah berlarut-larutnya persoalan klasik di bidang pendidikan. Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi dalam pembagian kewenangan dan pembiayaan untuk melakukan pelatihan berdasarkan pemetaan dan analisis kebutuhan pelatihan guru.
Dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tercetus rekomendasi perlunya peraturan agar tunjangan profesi guru (TPG) digunakan untuk peningkatan kualitas guru. Alokasi untuk TPG dan insentif guru nonpegawai negeri sipil tahun ini mencapai hampir Rp 70 triliun.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Bambang Tri yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (8/2), mengatakan, TPG yang besarnya satu kali gaji pokok per bulan bagi guru yang sudah bersertifikat pendidik merupakan hak guru. Pemanfaatannya juga hak guru.
”Sejatinya, guru selalu ada keinginan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas diri. Namun, hal itu tidak perlu aturan tertulis yang bersifat memaksa,” katanya. Bambang mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, TPG merupakan penghargaan yang diberikan kepada guru atas kerja keprofesiannya.
”Jadi, menerbitkan aturan yang membatasi pemanfaatannya, justru mereduksi makna TPG sebagai penghargaan atas kerja profesi guru,” katanya.
Bambang mengatakan, pemanfaatan TPG untuk peningkatan kualitas guru selama ini baru disarankan. Beberapa poin rekomendasi hasil rembuk masih akan didiskusikan lebih lanjut.
Sementara itu, Ketua Federasi Aksi Guru Indonesia (FAGI) Iwan Hermawan mengatakan, pembiayaan peningkatan mutu dan profesionalisme guru yang utama harus dari pemerintah daerah dan pusat.
Pelatihan sesuai zaman
Kegiatan pelatihan yang disediakan untuk guru harus dirancang sesuai kebutuhan sehingga ada penambahan kompetensi guru. Model-model pelatihan yang sering kali lebih sebagai sosialisasi dan ceramah harus diubah dengan pendekatan dan kebutuhan guru dalam menghadapi tantangan pendidikan di era teknologi digital.
Menurut Iwan, sepanjang penghasilan guru di bawah kebutuhan hidup minimum, TPG akan tetap digunakan untuk kebutuhan primer. Para guru juga berhak meningkatkan taraf hidup dengan memenuhi kebutuhan sekunder, seperti mencicil kendaraan atau rumah. Belum lagi untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka.
Karena itu, menurut Iwan, pemerintah perlu menghitung dulu berapa kebutuhan hidup minimum guru, baik yang di kota besar maupun di daerah. Harus ada keinginan politik dari pemda untuk mengalokasikan biaya peningkatan profesional guru.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, komitmen para guru tidak diragukan. Meskipun guru honorer yang jadi andalan menutupi kekurangan guru, mereka tetap setia berada di ruang kelas untuk mendidik siswa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, reformasi pendidik dan tenaga kependidikan terus berjalan. Beban kerja guru diatur ulang agar kembali pada perannya sebagai pendidik, bukan pengajar.
Peran kepala sekolah pun akan ditata ulang agar menjadi manajer sekolah yang andal. Ada rencana untuk meniadakan periode jabatan kepala sekolah, asalkan kepala sekolah menunjukkan kinerja sebagai manajer yang baik dan bersedia dipindahtugaskan untuk peningkatan pemerataan mutu sekolah. ( ELN)
|