Isi Artikel |
dokumen pribadi
Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Totok Bintoro.
Proses internalisasi pedagogi pada masa pendidikan calon guru dinilai kurang karena masih banyak teori daripada praktik. Calon guru harus melalui tahapan Pengenalan Lapangan Prasekolah.
JAKARTA, KOMPAS – Pemahaman pendidikan pedagogi di kalangan guru masih minim karena ketidakseriusan semasa pendidikan calon guru. Pendidikan calon guru perlu dibenahi dari hulu hingga hilir agar guru yang dihasilkan tak hanya berkompeten secara bidang keilmuan, tetapi juga pedagogi. Selain itu, setiap calon guru juga harus memiliki gairah dari dalam diri (passion) untuk mendidik sebagai cikal bakal tumbuhnya kompetensi pedagogi itu sendiri.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) menjadi ujung tombak penghasil calon guru yang berkompeten baik secara bidang keilmuan, maupun pedagogi. Oleh karena itu, perlu diperhatikan secara serius dari hulu hingga hilir, dari proses seleksi, pendidikan, hingga pembinaan guru itu sendiri untuk menciptakan guru yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga mendidik siswa di kelas.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) menjadi ujung tombak penghasil calon guru yang berkompeten baik secara bidang keilmuan, maupun pedagogi.
“Kompetensi pedagogi tidak cukup hanya dikuliahkan, harus dimulai dari proses seleksi, sampai proses internalisasi pendidikan. Proses internaliasasi pedagogi itu yang di LPTK masih kurang, karena masih banyak teori daripada praktik,” ujar Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Totok Bintoro, saat ditemui di kantornya di UNJ, Senin (19/2).
Ada dua hal penting dari sisi seleksi calon guru, yakni profesionalitas dalam bidang studi yang dikuasai dan kompetensi kepribadian. Dua hal itu nanti akan berjalan beriringan dalam proses pendidikan calon guru.
Kemudian, lanjut Totok, proses pemahaman pedagogi tidak cukup hanya diperkuat secara teori, tetapi juga pengalaman langsung. Oleh karena itu, perlu ada implementasi dari hasil perkuliahan di sekolah yang bermitra dengan universitas sedini mungkin sebagai bentuk pengenalan lapangan persekolahan (PLP).
Proses pemahaman pedagogi tidak cukup hanya diperkuat secara teori, tetapi juga pengalaman langsung.
“Sedini mungkin harus mulai dari kampus ke sekolah dalam rangka penguatan jati diri pendidik, tanpa harus meninggalkan kehebatan dari penguasaan materi. Di situlah bahwa pedagogi menjadi sangat penting karena guru tidak berhadapan dengan benda mati, tetapi benda hidup. Karena kalau hanya belajar yang ideal-ideal dari kampus, calon guru tidak akan maksimal saat di lapangan,” ujar Totok.
Penguatan pedagogi bagi calon guru juga telah ditegaskan dalam Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di LPTK untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
Totok mengatakan, ikatan dinas berasrama itu sangat efektif untuk menggali gairah mendidik dari dalam diri para calon guru.
“Penyiapan pedagogi melalui sekolah berasrama itu yang jarang orang tahu dan peduli. Karena tidak cukup calon guru hanya dilatih di kampus dan sekolah. Kalau di asrama, kan, bagus untuk melatih karakter guru untuk bisa ramah terhadap anak, dan belajar disiplin,” tutur Totok.
Harus seimbang
Ketua Badan Pembina Lembaga Pendidikan (BPLP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Supardi menuturkan, guru berkompeten tidak hanya cerdas dari aspek akademik, tetapi juga kompetensi kepribadian, sosial, dan pedagogi. Karena itu, penting bagi calon guru untuk tidak hanya bisa mentransfer ilmu ke peserta didik, tetapi juga harus mampu memotivasi peserta didik dan menciptakan suasana kegiatan belajar dan mengajar yang kondusif dan efektif.
“Jadi orientasinya tetap pemahaman pedagogi yang hanya didapat dari LPTK sehingga tidak hanya fokus pada bidang keilmuan,” ujar Supardi.
Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan, perlu keseimbangan antara porsi ilmu pedagogi dan bidang keilmuan. Apabila porsi itu tidak seimbang, akibatnya guru bisa mengajar tetapi tidak mempuyai penguasaan materi yang baik, begitu pula sebaliknya.
“Dua hal itu harus seimbang sehingga guru tidak main pukul saja, tidak main menghakimi, harus belajar pendidikan karakter. Itu bagian pedagogi yang harus dari awal dihayati betul oleh para calon guru,” kata Doni.
Doni juga menyangsikan kualitas guru yang ada saat ini. Dia mengatakan, banyak guru berasal dari luar LPTK sehingga tidak ada jaminan pemahaman pedagogi yang baik. Sebagian universitas membuka pendidikan calon guru karena banyak peminat.
“Jadi rekrutmen guru harus lebih diperketat supaya tidak menambah masalah kualitas guru di kemudian hari,” ujarnya.
Saat ini ada sekitar 1,2 juta calon guru. Setiap tahun ada sekitar 300.000 calon guru yang lulus. Padahal, jumlah guru yang pensiun setiap tahun hanya 75.000 guru. (DD18)
|