Isi Artikel |
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Bongkar muat garam impor dari lambung Kapal MV Golden Kiku ke truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (12/8). Sebanyak 27.500 ton garam impor dari Australia itu rencananya akan disebar ke sejumlah Industri Kecil Menengah di tiga wilayah yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat.
Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
12-08-2017
JAKARTA, KOMPAS — Saat ini lebih dari 21 pabrik menghentikan produksi akibat kekurangan atau kehabisan stok garam industri. Pelaku industri yang mengalami krisis stok garam industri meminta pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Industri yang menghentikan produksi itu antara lain industri makanan dan minuman, farmasi, dan pengolah garam industri.
”Ini belum termasuk industri garam industri kecil menengah. Saya tidak bisa bilang nama pabrik itu karena takut berpengaruh terhadap saham mereka,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Rabu (14/3).
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, pihaknya menerima laporan, ada 4-5 pabrik biskuit dan makanan ringan dari satu grup perusahaan yang sudah berhenti berproduksi akibat kehabisan stok garam industri. Pabrik-pabrik tersebut ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
”Ada grup besar yang akan berhenti dalam 2 minggu lagi. Di situ ada industri mi instan dan industri bumbu,” kata Adhi.
Terkait persoalan ini, Gapmmi berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera mengeluarkan rekomendasi impor garam untuk industri makanan dan minuman.
”Rekomendasi impor dari KKP dibutuhkan agar Kementerian Perdagangan dapat mengeluarkan izin impor garam industri tahun 2018 untuk industri makanan dan minuman,” kata Adhi.
Adhi menambahkan, stok garam untuk industri aneka pangan di produsen garam sudah habis. Sementara stok garam
industri di tingkat industri makanan dan minuman ada yang sudah habis, ada pula yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan 1-2 minggu mendatang. Stok garam industri itu adalah stok sisa tahun 2017.
Gapmmi sudah menyerahkan data kepada Kementerian Perindustrian terkait kebutuhan garam industri makanan dan minuman di tahun ini sebanyak 535.000 ton. ”Data kebutuhan garam di masing-masing industri makanan dan minuman itu terperinci dan dapat diverifikasi ke industri bersangkutan. Ini data kebutuhan yang sudah pasti, bukan perkiraan,” kata Adhi.
Berdasarkan rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian beberapa waktu lalu, angka persetujuan impor garam untuk industri makanan dan minuman sebanyak 460.000 ton.
Sejauh ini, ujar Adhi, KKP sudah mengeluarkan rekomendasi impor garam sebanyak 1,8 juta ton. ”Akan tetapi, garam yang 1,8 juta ton itu digunakan untuk industri kimia dan alkali. Sementara untuk industri makanan dan minuman yang sebanyak 460.000 ton itu sama sekali belum dikeluarkan,” ujarnya.
Gapmmi berharap persoalan impor garam industri di industri makanan dan minuman segera diatasi. Apalagi, diperkirakan perlu waktu sekitar 3 minggu sebelum garam impor sampai di tingkat industri makanan dan minuman. ”Seminggu pertama untuk transaksi dan pengiriman. Perjalanan butuh waktu seminggu. Setelah sampai di sini, garam impor itu juga masih harus diolah lagi. Digiling lebih halus, dibersihkan, dan dimurnikan yang butuh waktu 3-4 hari lagi,” ujar Adhi.
Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman sangat membutuhkan garam industri. Apalagi, saat ini mereka sedang menggenjot produksi untuk menyiapkan kebutuhan menjelang Lebaran.
Peruntukan dikaji
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta, kemarin, menyampaikan, rekomendasi impor garam untuk bahan baku industri sebanyak 1,8 juta ton diterbitkan pada 26 Januari 2018. Garam impor itu harus masuk ke Indonesia pada Januari hingga April atau sebelum masa panen raya garam.
Menurut Brahmantya, jika terjadi kekurangan impor garam, akan dikaji untuk memberikan rekomendasi tambahan impor pada Juli 2018. Namun, sebelum memberikan rekomendasi tambahan impor garam, pihaknya harus lebih dulu mengkaji realisasi dan alokasi impor garam. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian harus menjelaskan peruntukan garam impor sebanyak 1,8 juta ton tersebut. ”Kajian impor garam akan dilakukan bulan Juli. Kami harus melihat detail teknis realisasi impor garam industri,” ujarnya. (CAS/LKT)
|