Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul PERDAGANGAN - Genjot Ekspor lewat Diplomasi
Tanggal 06 Maret 2018
Surat Kabar Kompas
Halaman 18
Kata Kunci
AKD - Komisi VI
Isi Artikel   JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu menggenjot ekspor melalui jalur diplomasi. Namun, upaya mendongkrak daya saing produk dan mengatasi hambatan yang dialami para pelaku usaha tetap perlu menjadi prioritas. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno di Jakarta, Senin (5/3), berpendapat, pesatnya pertumbuhan ekspor Vietnam dan Malaysia terbantu oleh perjanjian perdagangan dengan banyak negara. Perjanjian memungkinkan produk masuk dengan tarif lebih rendah atau bahkan bebas tarif. Benny mencontohkan produk tekstil Indonesia yang dikenai bea masuk 7-12 persen ke Uni Eropa, sementara dari Vietnam dan Bangladesh sudah nol persen. ”Ekspor tekstil Vietnam dan Bangladesh ke Uni Eropa sudah lebih dari 30 miliar dollar AS, sementara dari Indonesia baru sekitar 12,3 miliar dollar AS. Indonesia perlu melakukan terobosan untuk melipatgandakan pertumbuhan ekspor,” ujarnya. Duta Besar Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman D Hadad menyatakan, Indonesia perlu memperluas perjanjian perdagangan untuk meningkatkan ekspor. Perjanjian itu menjadi payung dan tarif preferensi yang lebih rendah bagi produk ekspor Indonesia. ”Kami sedang menyelesaikan pembahasan perjanjian perdagangan bebas dengan empat negara, yakni Swiss, Norwegia, Liechtenstein, dan Eslandia yang tidak masuk dalam Uni Eropa. Saya pelajari dan selesaikan hambatannya,” ujarnya. Potensial Duta Besar Indonesia untuk Sudan Rossalis Rusman Adenan mengatakan, Indonesia perlu mencari peluang dari pasar nontradisional seperti Sudan. Potensi perdagangan dengan Sudan semakin besar seiring dicabutnya sanksi ekonomi dengan AS sejak 2017. Selain itu, volume perdagangan Indonesia dan Sudan juga masih di bawah potensi. ”Ada potensi di bidang perminyakan, pertambangan, dan peternakan,” ujarnya. Kalangan pengusaha sarang burung walet kian optimistis Indonesia menjadi produsen utama dunia. Terbukanya pasar China sejak awal 2015 mendongkrak permintaan sehingga memacu pengusaha meningkatkan mutu dan volume produksinya. Prospek tahun ini dinilai lebih cerah. Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia Boedi Mranata menyatakan, China merupakan pasar utama sekaligus muara perdagangan. Ekspor langsung ke China tercatat naik dari 14,2 ton pada 2015 menjadi 52,2 ton pada 2017. Namun, angka itu relatif kecil dibandingkan total ekspor selama 2015 yang mencapai 700,6 ton dan pada 2017 yang mencapai 1.053,4 ton. Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan, tiga hal diusahakan oleh pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia. Ketiganya ialah ketertelusuran, bersih dan kandungan nitrit kurang dari 3 ppm, dan telah diproses melalui pemanasan 70 derajat celsius selama 3,5 detik. (MKN)
  Kembali ke sebelumnya