Isi Artikel |
KOMPAS/STEFANUS OSA TRIYATNA
Seorang pekerja sedang merakit salah satu bagian mobil Suzuki Ertiga di pabrik PT Suzuki Indomobil Motor di Cikarang, Jawa Barat, Senin (19/2). Pabrik ini sudah menggunakan sebagian besar teknologi robot untuk memproduksi mobil yang menjadi andalan baik untuk memenuhi permintaan dalam negeri maupun ekspor. Dari kapasitas produksi terpasang mencapai 120.000 unit per tahun, utilitas Suzuki baru mencapai sekitar 48.000 unit per tahun.
Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit selama dua bulan berturut-turut. Hambatan perdagangan dari Amerika Serikat dan India turut memengaruhi.
JAKARTA, KOMPAS – Hambatan perdagangan dari sejumlah negara mulai berpengaruh pada penurunan ekspor. Hal itu menjadi salah satu faktor penyebab neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit pada Februari tahun ini setelah juga defisit pada Januari lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Februari 2018 sebesar 14,096 miliar dollar AS dan dan impor 14,212 miliar dollar AS. Nilai ekspor yang lebih kecil ketimbang impor itu menyebabkan nilai neraca perdagangan Indonesia defisit 116 juta dollar AS.
Pada Januari lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar 670 juta dollar AS. Dengan demikian, neraca perdangan Indonesia pada Januari-Februari tahun ini mengalami defisit sebesar 872 juta dollar AS. Pada Januari-Februari tahun 2017, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 2,69 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/3), mengatakan, penurunan ekspor pada Februari tahun ini dipicu oleh penurunan ekspor nonmigas. Beberapa produk nonmigas yang turun ekspornya adalah mesin/peralatan listrik, bahan bakar mineral, dan alas kaki.
Ekspor Indonesia ke AS dan India mengalami penurunan terbesar. Pada Februari, nilai ekspor Indonesia ke AS turun sebesar 16,5 persen menjadi 1,282 miliar dollar AS dan ekspor ke India turun 15,35 persen menjadi 932 juta dollar AS.
Produk ekspor unggulan Indonesia yang penurunannya terbesar adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor produk turunan CPO ke AS turun 59,99 persen dari 47,819 juta dollar AS pada Januari menjadi 19,131 dollar AS pada Februari. Adapun ekspor CPO ke India turun 34,55 persen dari 543,359 juta dollar AS pada Januari menjadi 348,266 juta dollar AS pada Februari.
Penurunan terjadi karena ada hambatan perdagangan dari kedua negara itu. AS menuding Indonesia melakukan dumping terhadap biodiesel. Departemen Perdagangan AS (USDOC) memutuskan akan mengenakan bea masuk imbalan biodiesel Indonesia sebesar 34,45-64,73 persen. Sementara India, sejak delapan bulan terakhir ini telah tiga kali menaikkan bea masuk CPO dan produk turunannya. Saat ini, bea masuk CPO dan produk turunnannya masing-masing sebesar 44 persen dan 54 persen.
Diversifikasi produk
Suhariyanto berharap agar pemerintah mencermati penurunan ekspor yang terjadi sejak awal tahun ini. Pemerintah perlu mengambil sejumlah langkah, yaitu mendorong diversifikasi produk ekspor yang bernilai tambah tinggi, membuka pasar ekspor baru, dan menyelesaikan hambatan perdagangan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Kemendag telah berupaya mengatasi hambatan perdagangan dari sejumlah negara. Terhadap India misalnya, Kemendag akan menyampaikan surat kepada Menteri Perdagangan India.
KOMPAS/ LUCKY PRANSISKA
Dua awak truk sedang memindahkan muatan minyak sawit mentah (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (23/10).
Isinya antara lain, mengingatkan komitmen bilateral, baik di tingkat kepala negara maupun di tingkat menteri untuk tidak melakukan diskriminasi atau perbedaan perlakuan. ”Kami mengingatkan kepada India bahwa kenaikan tarif yang cukup signifikan terhadap CPO dan produk turunannya akan merugikan industri pengguna minyak nabati di India,” kata dia.
Kemendag juga terus membuka pasar ekspor baru, antara lain pada Maret ini akan melaksanakan misi dagang ke Selandia Baru dan Taiwan. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Arlinda mengatakan, di Selandia Baru, Indonesia membawa delegasi bisnis yang antara lain bergerak di sektor furnitur, makanan dan minuman, kopi, CPO dan turunannya, kertas dan alat tulis, energi, serta jasa tenaga kerja terampil.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
L53 Selfie merupakan seri ponsel dari SPC, merek lokal, yang dijual secara daring dengan harga Rp 900.000 melalui kolaborasi dengan Shopee. Ponsel ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan konsumen yang ingin mendapatkan ponsel untuk membuat swafoto tapi dengan dana terbatas.
Sementara itu, selama 2013- 2017, penurunan impor telepon seluler dan sabak sekitar 34,79 persen. Salah satu faktor penyebabnya adalah upaya pemerintah mendorong peningkatan volume produksi dalam negeri.
Sesuai data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), volume impor ponsel dan sabak pada 2013 mencapai 62,03 juta unit. Adapun tahun 2017, volumenya telah menurun menjadi 11,21 juta unit.
|