Isi Artikel |
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aktivitas bongkar muat semen di gudang di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (21/2/2018). Pertumbuhan industri properti dan infrastruktur, seperti jalan tol, berdampak pada meningkatnnya permintaan semen.
JAKARTA, KOMPAS — Efisiensi pabrik semen dibutuhkan untuk mengatasi persoalan kelebihan pasokan semen dari industri dalam negeri. Produksi semen di Indonesia yang jumlahnya terbesar se-Asia Tenggara diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi penentu harga semen di pasar internasional.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengatakan, efisiensi produksi pabrik semen di Indonesia menjadi hal yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan kelebihan pasokan atau oversupply. ”Pada tahun 2017, kapasitas produksi semen di Indonesia sebesar 107,9 juta ton, sementara penjualannya hanya 69,6 juta ton,” ujar Widodo saat konferensi pers di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Widodo menyampaikan, efisiensi tersebut akan menjadi salah satu bahasan utama dalam simposium industri semen ASEAN (AFMC) ke-25 bertajuk ”Green Technology for Cement Industry” yang akan digelar di Bandung pada 4-6 April 2018. Acara rutin tiga tahunan tersebut akan diikuti oleh asosiasi industri semen dari sejumlah negara di ASEAN antara lain Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
”Oversupply tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di ASEAN sehingga kami harus bersaing ketat untuk merebut pasar ekspor,” kata Widodo.
ARIS SETIAWAN YODI UNTUK KOMPAS
Widodo Santoso, Ketua Asosiasi Semen Indonesia (tengah), saat konferensi pers di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Widodo mencontohkan, kapasitas produksi semen di Vietnam 93,7 juta ton, sementara penjualannya hanya 65 juta ton. Kapasitas produksi semen di Thailand 60,4 juta ton, sementara penjualannya hanya 29,65 juta ton. Malaysia dengan kapasitas produksi 40,4 juta ton hanya mampu menjual 22,1 juta ton di negaranya. Adapun di Filipina kapasitas produksi 37,1 juta ton, sementara penjualannya hanya 27,89 juta ton.
Oversupply tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di ASEAN sehingga kami harus bersaing ketat untuk merebut pasar ekspor.
Widodo memperkirakan, pasar ekspor yang tersedia untuk para produsen semen di ASEAN hanya sekitar 25 juta ton. Pada 2017, industri semen dalam negeri hanya mampu mengekspor 3 juta ton semen. Itu karena persaingan yang ketat dari negara-negara lain yang juga harus mengeskpor untuk mengatasi kelebihan pasokan di negaranya.
”Tahun ini kami targetkan dapat mengekspor 5 juta ton. Itu pun harus ngos-ngosan mencapainya,” kata Widodo.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh menurunkan semen dari truk untuk dimasukkan ke dalam kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Selasa (11/7/2017). Pasokan semen di Indonesia mulai melebihi kebutuhan yang ada di industri dalam negeri. Industri semen Indonesia diharapkan bisa menjadi pemain regional di tengah kelebihan pasokan untuk industri dalam negeri.
Menurut Widodo, pertumbuhan permintaan semen dari dalam negeri setiap tahun tidak dapat mengimbangi kelebihan pasokan yang ada. Pada 2017, pertumbuhan permintaan semen dalam negeri hanya tujuh persen, yang artinya sekitar tiga juta ton dari total kapasitas produksi.
ARIS.SETIAWAN
”Tahun ini kami perkirakan pertumbuhan permintaan semen delapan persen, tetapi dengan kelebihan kapasitas yang mencapai 40 persen, itu hampir tidak ada artinya,” kata Widodo.
Menurut Widodo, selama ini utilisasi industri semen dalam negeri sekitar 50-75 persen. Padahal, agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan dengan kondisi saat ini dibutuhkan minimal utilisasi sekitar 80 persen.
Koordinator Bidang Ekonomi ASI Troy D Saputro mengatakan, sejauh ini ASI telah mengusulkan kepada Pemerintah Indonesia untuk tidak memberikan izin kepada perusahaan semen baru yang akan beroperasi di Indonesia. Hal itu dapat dilakukan sementara sampai tidak ada lagi kelebihan pasokan semen dalam negeri.
”Kami juga menilai, kebijakan post border (kemudahan impor, pengecekan barang impor tidak dilakukan di pelabuhan, tetapi di kementerian atau lembaga terkait dalam hal ini Kementerian Perindustrian) untuk industri semen tidak diperlukan. Tidak ada urgensi untuk itu,” ujar Troy.
Industri strategis
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Aria Bima, menilai, permintaan ASI untuk menghentikan perizinan perusahaan semen baru di Indonesia tidak realistis. Hal itu karena industri semen sangat dibutuhkan di tengah pembangunan infrastruktur yang gencar di masa pemerintahan Presiden Jokowi.
”Asosiasi jangan hanya memikirkan kepentingan korporasi. Semen ini, kan, industri strategis yang dibutuhkan masyarakat luas. Jadi, oversupplyjuga dapat dilihat sebagai bentuk antisipatif. Toh, ekspor juga masih bisa dilakukan. Filipina selama ini membutuhkan semen dari Indonesia,” kata Bima.
”Impor masih diperlukan. Lagi pula impor semen melalui pemeriksaan yang sangat ketat dari segi kualitas. Yang perlu dilakukan industri semen di Indonesia ialah efisiensi produksi agar dapat menciptakan harga yang bersaing. Seharusnya industri semen Indonesia, khususnya BUMN (badan usaha milik negara), dapat menjadi penentu harga,” kata Bima.
Bima menyampaikan, kebutuhan semen akan tetap tinggi, terutama dilihat dari kebutuhan pembangunan infrastruktur di wilayah timur Indonesia.
Data ASI menyebutkan, selama ini pemasaran semen masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Dari seluruh penjualan, 55 persen dipasarkan di Pulau Jawa dan sekitar 23 persen dipasarkan di Pulau Sumatera. Sementara di Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur secara berturut-turut 9 persen, 8 persen, dan 5 persen. Adapun di Pulau Papua semen yang dipasarkan hanya sekitar 2 persen.
”Konsumsi semen itu sebenarnya 75 persen merupakan konsumsi masyarakat, untuk membangun rumah. Jadi, tergantung jumlah penduduk (di seluruh Indonesia). Pulau Jawa memang masih paling besar dengan jumlah penduduk sekitar 157 juta jiwa,” kata Widodo.
|