Isi Artikel |
AFP PHOTO/BRYAN R SMITH
Presiden AS Donald Trump berpidato dalam tayangan televisi saat para pedagang bekerja pada sesi penutupan pasar bursa saham New York di New York AS, 8 Maret 2018 lalu. Trump mengumumkan pemberlakuan tarif impor baja dan aluminium, yang dikhawatirkan bakal memicu perang dagang global.
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan dunia usaha menilai kebijakan pemerintah yang kondusif bagi sektor usaha di Indonesia, berperan penting untuk menyikapi perkembangan dinamika global. Dunia usaha, misalnya ikut terimbas langkah Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga dan ancaman perang dagang antara AS dengan China.
”Dinamika faktor eksternal akibat perubahan yang dilakukan negara-negara lain akan terus terjadi dan itu di luar kendali kita,” kata Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sanny Iskandar di Sumatera Utara ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (25/3).
Menurut Sanny, semua pemangku kepentingan di Indonesia sebaiknya tetap fokus pada upaya-upaya mendasar yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Upaya mendasar itu, terutama terkait kemudahan perizinan investasi dan kepastian hukum. Ketersediaan infrastruktur dan utilitas industri yang efisien, serta sistem hubungan industrial atau ketenagakerjaan yang berorientasi pada produktivitas kerja juga perlu terus menjadi perhatian.
Senada dengan itu, Direktur Utama PT Logindo Samudramakmur Tbk Eddy Kurniawan Logam meyakini, investor tetap tertarik berinvestasi atau berekspansi jika iklim bisnis yang kondusif bisa diwujudkan. Merujuk data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di Indonesia pada 2017 mencapai Rp 692,8 triliun. Pada 2018, BKPM menargetkan investasi mencapai Rp 765 triliun.
Menurut Eddy, beberapa lembaga dan konsultan dunia pun memprediksi Indonesia termasuk 10 besar ekonomi dunia pada 2030. Indonesia diyakini memiliki sejumlah potensi untuk meraih pencapaian tersebut.
Banyak hal berpeluang dioptimalkan antara lain hilirisasi industri untuk mengolah sumber daya alam jadi produk bernilai tambah. ”Indonesia punya pasar dengan populasi usia produktif yang besar,” katanya. (CAS)
|