Judul | PERUMAHAN - Meningkat, Pengaduan Konsumen Perumahan yang Dirugikan |
Tanggal | 28 Maret 2018 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi V - Komisi VI |
Isi Artikel | ARIS SETIAWAN YODI UNTUK KOMPAS Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sijintak, Ketua BPKN Ardiansyah Parman, anggota BPKN Charles Sagala, dan Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Maria Tri Anggraini (dari kiri ke kanan) saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/3/2018). JAKARTA, KOMPAS — Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengimbau para konsumen di industri perumahan lebih berhati-hati saat bertransaksi. Tahun ini, pengaduan konsumen yang merasa dirugikan saat bertransaksi di bidang perumahan meningkat signifikan. ”Tahun 2016 dari seluruh pengaduan hanya 10 persen yang merupakan konsumen perumahan, tahun ini (September 2017-Maret 2018) dari total 80 pengadu, jumlah konsumen perumahan mencapai 42,86 persen,” ujar Ketua BPKN Ardiansyah Parman saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/3/2018). Menurut Parman, konsumen yang mengadu semuanya merupakan konsumen perumahan (apartemen dan rumah tapak) komersial, yaitu nonsubsidi. Pengaduan umumnya terkait masalah kepemilikan sampai pengelolaan perumahan. Mereka (konsumen) merasa ditekan membayar sesuatu yang menurut mereka di luar kewajibannya. ”Mereka (konsumen) merasa ditekan membayar sesuatu yang menurut mereka di luar kewajibannya,” tutur Parman. Parman menyampaikan, wewenang BPKN dalam hal ini adalah meminta klarifikasi, baik dari pengadu maupun teradu, kemudian mencoba menyelesaikan permasalahan secara musyawarah. Namun, apabila tidak terselesaikan, BKPN dapat memberikan rekomendasi kepada kementerian terkait untuk dapat diambil tindakan kepada pihak teradu. ”Kami tidak bisa menegur langsung pihak pengembang perumahan, tetapi kami dapat memberikan rekomendasi kepada Kementerian Perdagangan untuk memberikan teguran kepada pengembang,” ujar Parman. Rolas Budiman Sijintak, Wakil Ketua BPKN, mengatakan, kerawanan dalam bertransaksi di industri perumahan terjadi sejak pratransaksi hingga pascatransaksi. ”Persoalannya adalah dokumentasi adminstratif yang tidak tertib,” kata Rolas. Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN Anna Maria Tri Anggraini menyampaikan, konsumen perlu berhati-hati melakukan transaksi perumahan, khususnya perumahan yang belum dibangun. ”Semakin perumahan itu dipromosikan, konsumen harus semakin berhati-hati,” kata Anna. ARIS.SETIAWAN - Parman menyampaikan, sesuai Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 11 Tahun 1994, rumah baru bisa dipasarkan ketika pembangunan perumahan tersebut telah mencapai 20 persen pengerjaannya. Ada sanksi yang menunggu jika aturan tersebut dilanggar. Permasalahannya saat ini di Indonesia, perumahan yang ditawarkan sedikit, sementara masyarakat yang membutuhkan rumah banyak. Potensi kerugian konsumen saat bertransaksi menjadi tinggi. ”Permasalahannya saat ini di Indonesia, perumahan yang ditawarkan sedikit, sementara masyarakat yang membutuhkan rumah banyak. Potensi kerugian konsumen saat bertransaksi menjadi tinggi,” kata Parman. |
Kembali ke sebelumnya |