Isi Artikel |
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi pengolahan kopra.
MANADO, KOMPAS – Harga komoditas kopra, yang menopang sebagian petani di Sulawesi Utara, jatuh ke titik terendah Rp 4.000 per kilogram. Petani di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud menyebut harga tersebut membuat kehidupan mereka terpuruk. Sementara itu, petani di Kabupaten Minahasa Tenggara berunjuk rasa ke DPRD Sulut berharap pemerintah memerhatikan nasib petani kopra.
Nikson Gagundahe (56), petani di Tabukan Utara, Sangihe, di Manado, Rabu (28/3), mengungkapkan, harga kopra di tingkat petani terus turun dari Rp 6.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.000 per kg. Harga tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah perdagangan kopra di wilayahnya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulut Hangky Gerungan mengatakan, penurunan harga kopra memunculkan keresahan sosial di masyarakat mengingat sekitar 60 persen petani di Sulut hidup dari komoditas itu.
Oleh karena itu, Hangky mengatakan, pemerintah provinsi perlu bertindak mencegah permainan harga di tingkat pedagang pengumpul ataupun agen pembeli kopra. Menurut dia, permintaan kopra selalu tinggi, tetapi kenapa sekarang turun drastis.
“Pemerintah jangan melulu urus infrastruktur, perlu turun tangan melihat gejolak kehidupan petani kita,” kata Hangky.
Anjloknya harga kopra di Sangihe dan Talaud membuat kehidupan petani terpuruk. Menurut Nikson, harga itu membuat petani tidak memperoleh untung dalam rantai perdagangan kopra karena sama dengan biaya produksi.
Penurunan harga kopra berbanding terbalik dengan kenaikan harga beras di wilayah kepulauan Sulut yang kini naik menjadi Rp 12.000-Rp 15.000 per kg.
“Harga kopra sekarang hanya sepertiga dari harga satu kilogram beras. Kopra sekarang nyaris tak bernilai,” kata Nikson. Ia mengatakan, pada dekade 1970-an, harga kopra berkisar Rp 1.000 per kg, tetapi harga beras Rp 350-Rp 500 per kg.
Jatuhnya harga kopra juga dirasakan oleh kalangan petani di Minahasa dan Bolaang Mongondow. Akan tetapi, harga kopra di Manado dan Minahasa relatif lebih tinggi, yakni berkisar Rp 6.000-Rp 6.800 per kg.
Penurunan itu mendorong puluhan petani di Minahasa Tenggara berunjuk rasa ke DPRD Sulut meminta pemerintah melakukan intervensi harga. Mereka khawatir harga kopra itu akan terus turun seiring minimnya permintaan pasar.
Stenly Wowiling, petani di Minahasa Tenggara, mengatakan, harga kopra pada akhir tahun 2017 masih berkisar Rp 11.000 per kg. Harga berangsur turun menjadi Rp 10.000 per kg pada awal tahun, kemudian menjadi Rp 8.500 per kg pada pertengahan Februari.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sulut Darwin Muksin mengatakan, kopra menjadi salah satu komoditas andalan ekspor daerahnya. Produksi kopra Sulut setiap tahun mencapai 100.000 ton. Tahun lalu, Sulut juga mengekspor kopra sebanyak 1.700 ton ke Filipina.
Menurut Darwin, permintaan kopra juga tinggi dari berbagai negara di Eropa dan Asia Timur. “Harga perdagangan sesuai hukum pasar antara suplai dan kebutuhan. Tetapi, kalau kebutuhan tinggi, kenapa harga turun? Kami mencari penyebab hal tersebut,” katanya.
|