Isi Artikel |
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Pekerja membongkar muat 20.000 ton beras impor asal Vietnam di Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi, Jumat (23/2). Beras tersebut tidak untuk diedarkan di Jawa Timur melainkan untuk dikirim kembali ke sejumlah daerah di Indonesia bagian timur.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu segera menutup defisit cadangan beras untuk mengantisipasi kekurangan pangan, gejolak harga, dan keadaan darurat akibat bencana. Situasi stok saat ini terlalu kecil untuk menopang fungsi stabilisasi harga.
Mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, Selasa (27/3), mengatakan, selain menutup defisit cadangan beras pemerintah (CBP) yang lebih dari 27.888 ton, Perum Bulog perlu meningkatkan stok beras yang kini sekitar 650.000 ton.
”Stok itu sangat kecil. Pemerintah tidak punya instrumen untuk menangani situasi darurat akibat bencana, termasuk operasi pasar dengan stok CBP yang defisit. Sebab, peruntukan beras Bulog untuk bantuan sosial rastra (beras sejahtera). Karena itu, realisasikan segera pengadaan CBP,” ujarnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud menyatakan, pemerintah tengah mengkaji mekanisme baru untuk mengoptimalkan pengelolaan CBP. Dengan anggaran yang ada, pemerintah melalui Perum Bulog berharap bisa mengelola 1,2-1,4 juta ton tahun ini. Dengan mekanisme selama ini, anggaran diperkirakan hanya cukup untuk 250.000-300.000 ton CBP.
Alternatif mengoptimalkan anggaran antara lain ditempuh dengan memutar stok dan anggaran CBP. Namun, menurut Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi, alternatif pengelolaan itu menghadapi tantangan dalam pengadaan dan penyaluran.
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, berpendapat, pengadaan beras dari dalam negeri serba tidak
pasti. Situasi itu menyulitkan Bulog mengejar target pengadaan. Tahun lalu, realisasi pengadaan hanya 2,1 juta ton dari target 3,7 juta ton. Hal ini, terutama terkait harga beras yang selalu di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Problemnya, Bulog mesti mematuhi koridor HPP untuk pengadaan CBP.
Kerja sama
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat membuka acara Responsible Business Forum on Food and Agriculture (RBF) di Jakarta, Selasa, mengajak berbagai pihak di Asia Tenggara untuk berkolaborasi dalam memastikan terpenuhinya pangan masyarakat yang kini menghadapi sejumlah tantangan.
Saat ini, jumlah penduduk terus melonjak, sementara ketersediaan lahan pertanian menyusut. Selain kompetisi penggunaan lahan dan pertumbuhan populasi, pemenuhan pangan ke depan juga menghadapi persoalan perubahan iklim.
”RBF merupakan mitra strategis bagi Pemerintah Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kami mengharapkan sinergi semua pihak untuk menjadikan sektor pertanian menarik minat lagi, terutama bagi para pemuda,” kata Darmin.
Menurut Darmin terdapat sejumlah persoalan utama di sektor pertanian yang membutuhkan penanganan segera. Di antaranya harga gabah yang fluktuatif dan kualitasnya tidak menentu, tergantung musim tanam. Kondisi ini disebabkan kurangnya riset dan teknologi di bidang pertanian, serta kurangnya mesin pengering gabah. (AIK/MKN)
|