Judul | Kendalikan Harga Pangan |
Tanggal | 29 Maret 2018 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 18 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV - Komisi VI |
Isi Artikel | KOMPAS/PRIYOMBODO Pedagang sayur menunggu pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (28/3). Pemerintah meminta pelaku usaha membantu pengendalian stok dan harga barang kebutuhan pokok dan stabilitas harga jelang Ramadhan dan Lebaran tahun ini. JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita seusai rapat koordinasi terkait pengendalian stok dan harga bahan pangan pokok di Jakarta, Rabu (28/3), meminta pedagang beras menjual beras dengan harga sesuai ketentuan harga eceran tertinggi, seperti beras medium yang dipatok Rp 9.450 per kilogram di daerah sentra seperti Pulau Jawa. Permintaan itu diharapkan terealisasi awal April 2018. Dia juga meminta pejabat dan pegawai Kementerian Perdagangan serta dinas perdagangan di daerah memonitor ketersediaan dan harga bahan po- kok. Dia berharap tidak ada spekulasi yang merugikan konsumen menjelang Ramadhan dan Lebaran atau pada Mei-Juni 2018. Soal daging, pemerintah menjamin stok cukup tersedia dan harganya stabil. Harapannya, daging kerbau dan sapi dijual dengan harga Rp 80.000 per kg. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Pa- ngan Strategis Juan Permata Adoe menyatakan, stok sapi saat ini mencapai 130.000 ekor, cukup untuk memenuhi kebutuhan. Stok daging ayam juga dianggap cukup. Anggota Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia, Sudirman, mengatakan, kebutuhan daging ayam rata-rata 260.000 ton per bulan dan meningkat sekitar 20 persen atau mencapai 300.000 ton menjelang Ramadhan dan Lebaran. Target realistis Penetapan target swasembada sejumlah komoditas pangan dinilai perlu mempertimbangkan segenap potensi dan keunggulan yang dimiliki Indonesia. Kemitraan pemerintah, petani, dan pengusaha menjadi solusi yang efektif dan terbukti pada komoditas daging dan telur ayam serta kelapa sawit. Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih pada seminar ”Kedaulatan Pangan” yang digelar Pusat Pangan dan Agribisnis dan Agrina di Jakarta, Rabu, mengapresiasi sejumlah capaian pemerintah terkait dengan produksi pangan tiga tahun terakhir. Namun, visi menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045 belum jelas arahnya. Visi pangan masa depan idealnya ditopang peta jalan yang rinci, terukur, serta terjamin keberlanjutannya meski presiden atau menteri pertanian terus berganti. Pemerintah juga perlu realistis dengan kondisi lahan, air, sumber daya manusia, teknologi, dan infrastruktur. Ketua Dewan Jagung Nasional Tony Kristianto berpendapat, target swasembada perlu mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki Indonesia. Target swasembada beras, jagung, dan kedelai, misalnya, tak realistis jika menilik sumber daya lahan yang terbatas, tersebar, dan rata-rata kepemilikan yang kecil. ”Dengan rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektar, sulit mewujudkan petani yang sejahtera dengan padi atau jagung. Daya saingnya kalah dengan Amerika Serikat atau Brasil yang kontur lahannya datar, luas, dan memungkinkan mekanisasi penuh,” kata Tony. Kepala Bagian Perencanaan Wilayah Biro Perencanaan Kementerian Pertanian Dewa Ngakan Cakrabawa menyatakan, visi Lumbung Pangan Dunia 2045 diarahkan pada padi, jagung, kedelai, bawang merah, gula, daging sapi, cabai, dan bawang putih. Selain mengoptimalkan mekanisasi, pemerintah memperbaiki infrastruktur, menambah luas tanam dan lahan, serta kelembagaan petani. (MKN/FER) |
Kembali ke sebelumnya |