Isi Artikel |
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS
Sejumlah pengunjung melihat produk unggulan dari industri kecil menengah yang dipamerkan di Gedung Smesco, Jakarta, Minggu (1/4/2018).
JAKARTA, KOMPAS – Pelaku industri kecil menengah dituntut untuk lebih berkomitmen dalam memanfaatkan teknologi digital di tengah transformasi industri 4.0 saat ini. Tanpa adanya komitmen dari pelaku industri tersebut, bantuan serta dorongan dari pemerintah tidak akan berkelanjutan. Selain itu, upaya untuk memperluas pasar dan jaringan bisnis tidak optimal.
Transformasi industri 4.0 membawa perubahan dalam perkembangan industri, baik dalam produktivitas dan pemasaran. Teknologi digital menjadi penggerak utama dalam perkembangan ekonomi.
Kondisi tersebut diakui oleh Ade Surianto (34), pemilik usaha Katuju. Katuju merupakan industri kecil menengah (IKM) asal Padang yang memproduksi produk makanan rendang dalam kemasan. Ia menyatakan, usahanya tidak akan berkembang optimal jika tidak memanfaatan teknologi digital.
“Di Padang sendiri sudah banyak yang memproduksi rendang. Jika pemasaran hanya di sekitar Padang tidak akan maksimal. Cara paling mudah dan efektif memasarkan ke luar kota adalah melalui media sosial, seperti Instagram atau Facebook,” ujarnya saat ditemui dalam acara Minang Festival di Gedung Smesco, Jakarta, Minggu (1/4/2018).
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS
Ade Surianto (34), pemilik usaha Katuju.
Ia menuturkan, pemerintah saat ini sudah mengintervensi perkembangan IKM di daerahnya melalui dinas perindustrian setempat. Meski bantuan pendaan, menurut Ade, dirasa masih minim, bentuk intervensi lain cukup membantu. Bantuan tersebut antara lain, pelatihan dan bimbingan pemanfaatan teknologi digital serta bantuan alat atau mesin produksi.
“Sayangnya, tidak banyak pelaku IKM yang konsisten dan berkomitmen dalam menjalankan usahanya dengan pemanfaatan media digital. Setelah pembinaan dari pemerintah berhenti, tidak lagi dilanjutkan secara mandiri,” ucapnya.
Peran industri kecil menengah (IKM) di tengah perkembangan industri ini terus didorong. Berdasarkan data dari AT Kearney pada 2015, sekitar 70 persen tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor Usaha Kecil Menengah.
Selain itu, dari data yang diolah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dari Badan Pusat Statistik pada 2017, sekitar dua puluh persen output sektor industri disumbang oleh sektor IKM. Dari jumlah tenaga kerja terhitung ada lebih dari 10 juta orang dan unit usaha mencapai sekitar 4,5 juta usaha yang digolongkan dalam sektor IKM.
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS
Gati Wibawaningsih
Direktur Jenderal IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih yang dijumpai pada Jumat (30/3/2018) menyampaikan, pemberdayaan UKM, termasuk IKM menjadi salah satu prioritas pemerintah. Salah satu yang direkomendasikan adalah mengembangkan media e-dagang secara nasional.
Berdasarkan hasil penelitian Deloitte Access Economics di tahun 2015, UMKM Indonesia (termasuk IKM) yang menggunakan teknologi digital berpotensi untuk meningkatkan pendapatan, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan probabilitas untuk berinovasi, Selain itu, UMKM berpotensi lebih kompetitif dan mampu memperluas pasar secara internasional.
“Dengan semakin meningkatnya minat masyarakat untuk berbelanja daring dan keprihatinan akan maraknya barang-barang impor di dalam online marketplace, maka pemerintah berupaya mengembangkan pelaku IKM untuk lebih memanfaatkan teknologi digital. Salah satunya melalui program e-smart IKM,” kata Gati.
E-smart IKM
E-Smart merupakan sistem berbasis data yang tersaji dalam profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplaceyang telah ada. Terdapat sembilan komoditas yang masuk ke dalam skema e-smart, yakni makanan dan minuman, logam, perhiasan, herbal, kosmetik, fesyen, kerajinan, furnitur, dan industri telematika.
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS
Pengunjung melihat produk batik yang dipamerkan di Gedung Smesco, Jakarta.
Melakui program e-smart, pelaku IKM ini didorong untuk memasuki online marketplace. Seteah itu, data performansi akan dipantau dan hasilnya akan ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan oleh Ditjen IKM Kementerian Perindustrian.
Pada 2017, program e-smart IKM dilakukan di 23 provinsi dengan total peserta sebanyak 1.730 pelaku IKM. Ditargetkan pada 2018 ini, jumlah pelaku IKM bertambah menjadi 2.000 pelaku.
“Jumlah itu akan terus berkembang, pada 2019 bertambah menjadi 5.000 pelaku IKM. Namun, proses pembinaan akan dilimpahkan pada beberapa market place. Kami sudah buat MOU dengan pihak market place sehingga usaha ini bisa dilanjutkan secara lebih maksimal,” kata Gati.
Untuk memperluas akses pelaku IKM terhadap e-Smart, Kemenperin bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memudahkan akses internet di sentra IKM.
Direktur Pos Direktorat Jenderal Penyelenggaran Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Kominfo menyampaikan, koneksi internet yang baik menjadi syarat utama agar kegiatan e-smart bisaterlaksana dengan baik. Hingga akhir tahun 2018, tercatat sudah 8 lokasi sentra memiliki akses internet.
“Dukungan lain yang kami lakukan adalah dengan mempermudah izin dalam pembentukan usaha rintisan dalam media digital. Infrastruktur internet juga akan diperluas lagi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar,” ujarnya.
|