Isi Artikel |
DOKUMENTASI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Sabtu (24/3) bertemu dalam olah raga pagi di Kebun raya Bogor, jawa Barat.
JAKARTA, KOMPAS–Presiden Joko Widodo mengajak semua pihak untuk menyambut revolusi industri keempat atau industri 4.0 dengan optimistis. Kendati otomasi dan digitalisasi yang mewarnai revolusi industri keempat akan mengurangi kebutuhan tenaga kerja, namun lapangan kerja baru tetap terbuka.
Untuk itu, sektor-sektor yang tak mungkin meninggalkan keterampilan dan kemampuan manusia harus terus diperkuat.
Optimisme itu diserukan Presiden dalam pembukaan Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta, Rabu (4/4/2018). Dalam acara ini, diluncurkan peta jalan Indonesia untuk menghadapi revolusi industri keempat yang disebut Making Indonesia 4.0.
Presiden mengingatkan, revolusi industri keempat ini akan berdampak dahsyat. Untuk mengilustrasikannya, Presiden mengutip hasil riset McKinsey Global Institute yang menyebutkan revolusi industri ini akan 3.000 kali lebih dahsyat dari revolusi industri pertama.
Dalam laporan lanjutan McKinsey pada November 2017, revolusi industri 4.0 akan menghilangkan peran 800 juta pekerja di dunia.
Namun, Presiden mengatakan, ia tak memercayai pesimisme dalam laporan lanjutan McKinsey itu. “Saya percaya bahwa revolusi industri 4.0 akan melahirkan lebih banyak lapangan kerja baru ketimbang jumlah lapangan kerja yang hilang seperti disampaikan McKinsey,” kata Presiden dalam sambutannya.
Seusai membuka dan meninjau pameran, Presiden menyampaikan, Kementerian Perindustrian siap mengantisipasi dampak revolusi industri keempat.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, RI akan fokus pada lima sektor manufaktur, yakni makanan dan minuman, elektronik, tekstil dan busana, kimia, dan otomotif.
“Lima sektor itu merupakan industri yang diminati di seluruh dunia saat ini. Sekitar 84 persen permintaan dari ekonomi dunia terpusat pada kelima sektor itu. Kalau dioptimalkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 3.000 kali lipat,” ujarnya.
Airlangga menambahkan, program-program yang terintegrasi juga disiapkan, untuk meningkatkan sumber daya manusia hingga memanfaatkan digitalisasi dalam industri.
Pada era revolusi industri 4.0, tegas Airlangga, model padat karya yang lazim di RI tidak akan hilang. Ia mencontohkan, tenaga manusia dalam industri makanan dan minuman tak akan tergantikan. Oleh karena itu, model industri 4.0 di RI diyakini bukan sebagai bentuk disrupsi, melainkan penciptaan kesempatan baru.
Peta jalan yang diluncurkan ini selaras dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN). Diharapkan, RI akan menjadi salah satu dari 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2030.
Implementasi peta jalan industri 4.0 diperkirakan mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil sekitar 1-2 persen per tahun. Dengan demikian, pertumbuhan PDB per tahun Indonesia akan naik dari 5 persen menjadi 6-12 persen pada periode 2018-2030.
Selain itu, bertransformasi ke revolusi industri 4.0 diyakini akan membuat RI masuk ke dalam 10 besar negara dengan PDB tertinggi pada 2030. Pada 2016, PDB Indonesia ada di peringkat ke-16.
“Dalam mencapai target tersebut, industri nasional perlu banyak pembenahan. Terutama dalam aspek penguasaan teknologi,” kata Airlangga.
Penguasaan teknologi mencakup teknologi robotik dan sensor, cetak tiga dimensi, kecerdasan buatan, internet untuk semua, dan antarmuka pengguna.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah menyiapkan insentif insentif bagi perusahaan yang melakukan pendidikan vokasi dan membantu pemerintah dalam menyiapkan tenaga kerja terampil. Kontribusi itu bisa dinilai dan pemerintah akan mengganti semua bantuan tersebut.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Rina Indriastuti mengatakan, revolusi industri keempat identik dengan kebutuhan lulusan berlatarbelakang teknik. Data Kemenristekdikti pada 2017 menunjukkan, lulusan teknik hanya 1,3 juta orang atau 19 persen dari total 6,9 juta mahasiswa di Indonesia.
“Lulusan teknik masih sedikit. Ada juga dari mereka yang setelah lulus tapi tidak bekerja di bidang teknik,” ujarnya.
Atraktif
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia I Made Dana Tangkas menuturkan, pemberian insentif sebaiknya juga merujuk pada praktik yang dilakukan negara-negara lain. “Kalau bisa dibuat lebih atraktif, komprehensif, dan integratif, supaya menarik para pelaku industri dan investor untuk mengaplikasikan teknologi industri serta menjalankan bisnis industri di Indonesia,” katanya.
Wakil Ketua Umum bidang Perdagangan Kadin Indonesia Benny Soetrisno menuturkan, implementasi industri 4.0 merupakan bentuk budaya industri baru yang mau tidak mau harus dilakukan agar tidak terpinggirkan. “Hal ini karena tren di industri adalah harga semakin murah, kualitas semakin tinggi, dan pelayanan kian baik. Teknologi dan digitalisasi memungkinkan untuk menyeimbangkan hal tersebut,” kata Benny.
Menurut Benny, ujung dari implementasi industri 4.0 adalah terbangunnya manufaktur nasional yang berdaya saing.
Dalam diskusi “Peta Jalan untuk Pembangunan Industri Indonesia” di Jakarta, kemarin, Deputi III Kantor Staf Presiden Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Deni Purbasari mengungkapkan, sumber daya manusia perlu dibenahi untuk menghadapi industri 4.0. Selain itu, infrastruktur dan regulasi juga dibenahi agar perekonomian RI lebih lentur menghadapi perubahan.
|