Isi Artikel |
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pekerja menata tumpukan karung berisi gula rafinasi sebagai salah satu bahan baku untuk produksi di pabrik pembuat bahan makanan di Kawasan Industri Mekar Jaya, Tangerang, Banten, Senin (25/9/2017).
JAKARTA, KOMPAS–Kebijakan lelang gula kristal rafinasi segera dicabut. Selanjutnya, Kementerian Perdagangan mencari cara lain untuk mencegah gula kristal rafinasi merembes ke pasar.
Kepastian untuk mencabut kebijakan lelang gula kristal rafinasi itu disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
“Dalam satu dua hari ini, (lelang gula kristal rafinasi) akan saya cabut. Saya akan mengikuti rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi agar (lelang) tidak diberlakukan,” katanya.
Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas.
Enggartiasto menjelaskan, kebijakan lelang gula kristal rafinasi diambil untuk mencegah gula kristal rafinasi merembes ke pasar. Diperkirakan, kebocoran gula kristal rafinasi ke pasar mencapai 300.000 ton per tahun.
Selain itu, lanjut Enggartiasto, kebijakan lelang gula kristas rafinasi dilakukan untuk membuat perdagangannya lebih transaparan.
Dengan demikian, dapat diketahui jumlah produksi dan kebutuhannya, termasuk kebutuhan industri kecil dan menengah. Selama ini, industri kecil dan menengah sulit memperoleh gula kristal rafinasi dengan harga lebih murah.
Menurut Enggartiasto, pihaknya akan mencari cara lain untuk mengawasi perdagangan gula kristal rafinasi atau mencegahnya merembes ke pasar.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan penghentian kewajiban perdagangan gula kristal rafinasi melalui pasar lelang komoditas. Rekomendasi itu ditujukan kepada Kementerian Perdagangan (Kompas, 31/3/2018).
M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam rapat kerja nasional kementerian di Jakarta, Jumat (2/2)
Tak terserap
Ketua Dewan Pembina Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil mengatakan, petani tebu mengalami pengalaman pahit pada musim panen atau giling, yakni Juli-Oktober 2017. Serapan gula lokal sangat rendah, sekitar 20 persen, bahkan nyaris tidak laku terjual.
Padahal, lanjut Arum, kebutuhan konsumsi gula nasional, terutama untuk konsumsi rumah tangga, sekitar 3 juta ton per tahun atau 250.000 ton per bulan. Artinya, gula lokal yang tidak terserap ke pasar selama 4 bulan tersebut sekitar 1 juta ton.
Arum mempertanyakan asal gula yang mengisi pasar selama 4 bulan itu.
“Disini lah, kami melihat indikasi kuat bahwa rembesan gula rafinasi memang telah mendominasi pasar tradisional maupun modern,” katanya.
Arum menilai, sebenarnya lelang gula kristal rafinasi yang digagas pemerintah adalah langkah yang tepat jika dilakukan dengan tata kelola sistem lelang sesuai aturan yang tidak melanggar hukum.
Arum menilai, lelang gula kristal rafinasi akan memberikan ruang informasi secara terbuka dan transparan kepada publik.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Bachrul Chairi mengatakan, telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Perdagangan terkait penghentian kebijakan lelang gula. “(Rancangan) sudah di meja Pak Menteri. Tinggal difinalisasi,” katanya.
|