Isi Artikel |
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Suasana pameran industi rantai pasok logistik di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Banten, Jumat (3/3). Pameran ini diikuti oleh 98 perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara yang bergerak di sektor distribusi logistik dari 15 negara.
Kompas/Totok Wijayanto (TOK)
03-03-2017
JAKARTA, KOMPAS–Indonesia mesti jeli dan waspada dalam melihat setiap peluang dan tantangan dalam dinamika perdagangan internasional. Di tengah kondisi yang dinamis, termasuk akibat perang dagang Amerika Serikat dan China, dampak positif dan negatif dari perubahan di pasar global harus dicermati.
“Perang dagang China dan AS, misalnya, akan menjadi peluang jika industri dalam negeri mampu menggantikan produk China karena dapat memasok barang ke AS dengan bea masuk lebih murah,” kata Wakil Ketua Umum bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Menurut Benny, dampak positif bisa muncul ketika China merelokasi industri ke Indonesia, kemudian memasukkan barang yang diproduksi di Indonesia tersebut ke AS.
“Dampak negatifnya jika kelebihan dari produk yang sebelumnya dijual ke AS itu dilempar ke Indonesia dengan harga lebih murah sehingga memukul industri dalam negeri,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan, tambah Benny, harus mampu melindungi industri. “Meskipun ada perjanjian perdagangan bebas, pasti ada aturan main untuk melindungi industri dalam negeri yang mengalami kerugian parah. Di sini diperlukan kemampuan diplomasi,” katanya.
Benny mengatakan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Kadin Indonesia harus proaktif untuk bersama-sama memetakan peluang dan tantangan bagi Indonesia dari setiap dinamika perubahan di tataran global. Dampak yang dirasakan industri dalam negeri dapat dideteksi, antara lain, dengan melihat utilisasi atau kapasitas terpakai di industri tersebut.
Terkait importasi bahan baku di sektor tekstil dan produk tekstil, Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ernovian G Ismy menuturkan, pengawasan dan kontrol importasi oleh pemerintah melalui pusat logistik berikat (PLB) merupakan solusinya. Melalui PLB, pemerintah dapat mengawasi dan mengendalikan alur masuk keluar daerah pabean Indonesia. Selain itu, dapat mengetahui jenis, jumlah, harga, pemasok asing, importir lokal, hingga penambahan kebutuhan di pasar.
Logistik
Pembangunan infrastruktur logistik yang masif dalam tiga tahun terakhir membuat kinerja logistik membaik. Namun, daya saing logistik Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.
Oleh karena itu, perbaikan masih harus dilakukan, terutama di bidang regulasi dan integrasi.
Demikian hasil jajak pendapat Sektor Logistik Indonesia 2017-2018 yang dilakukan Supply Chain Indonesia (SCI), dengan dukungan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) dan ASEAN Federation of Forwarders Association (AFFA).
“Jajak pendapat ini dilakukan pada 15 Januari-28 Februari 2018 dan diikuti 548 praktisi pelaku dan penyedia jasa logistik, pemilik barang, akademisi, birokrasi, pemerhati, dan pihak-pihak terkait dalam bidang logistik,” kata Chairman SCI Setijadi.
Menurut Setijadi, sebanyak 59,7 persen responden menyatakan kinerja sektor logistik secara umum membaik dibandingkan dengan tahun 2016. Adapun 65,8 persen responden memperkirakan kinerja logistik tahun ini akan lebih baik dari 2017.
“Namun, responden mengatakan daya saing logistik Indonesia belum terlalu baik dan penerapan paket kebijakan ekonomi belum terlalu efektif. Regulasi juga masih ada yang tumpang tindih,” ujar Setijadi.
|