Isi Artikel |
Aktivitas perakitan kendaraan roda empat di industri perakitan mobil Suzuki di Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Industri kecil pembuat komponen otomotif berharap pemerintah memberikan dukungan agar mereka tetap mampu menjadi pemasok bagi industri oomotif.
Kompas/Totok Wijayanto (TOK)
27-02-2015
JAKARTA, KOMPAS–Industri otomotif memerlukan efisiensi di segala lini untuk menghadapi dinamika perkembangan dan kompetisi yang semakin ketat. Kekuatan industri otomotif mesti dibangun dari hulu hingga hilir.
Revolusi industri keempat atau industri 4.0 mengarah ke upaya untuk lebih mengefisienkan seluruh lini industri otomotif tersebut.
“Aplikasi teknologi cerdas secara tepat guna harus mampu mendorong pertumbuhan bisnis,” kata Ketua Umum Perkumpulan Industri Kecil Menengah Komponen Otomotif Rosalina Faried ketika dihubungi di Jakarta, Senin (9/4/2018).
Rosalina menuturkan, pelaku industri kecil menengah (IKM) komponen membutuhkan dukungan agar mampu menyesuaikan dengan tuntutan teknologi. Selain itu, perlu revitalisasi sistem mutu yang berkelanjutan dan fokus.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menuturkan, revolusi industri generasi 1 hingga 4, pada intinya, semakin mengejar efisiensi industri. Revolusi industri generasi 1 mengejar efisiensi melalui mekanisasi yang ditandai dengan penggunaan mesin uap.
Revolusi industri kedua lebih ke produksi massal, sedangkan revolusi industri ketiga mengejar efisiensi melalui penggunaan teknologi otomatisasi. Adapun revolusi industri keempat -yang dikenal dengan industri 4.0- ditandai dengan peningkatan keterhubungan dan saling tindak (interaksi) manusia, mesin, dan sumber daya lain.
Pada industri 4.0, teknologi informasi dimanfaatkan untuk mengefisienkan rantai nilai. “Aspek industri 4.0 mencakup riset, pengembanganm dan desain; manufaktur produksi, distribusi, purnajual, bahkan hingga proses daur ulang,” ujar Harjanto.
Terkait hal tersebut, tutur Harjanto, IKM bisa masuk ke industri 4.0, misalnya pada lini pemasaran melalui pemanfaatan platform digital. Pelaku industri otomotif telah memanfaatkan beberapa teknologi yang mengarah ke efisiensi, seperti teknologi cetak tiga dimensi.
Dia mencontohkan, salah satu perusahaan otomotif setelah membuat model bisa mencetaknya menjadi seperti bentuk riil. “Efisiensi bisa pula didapatkan dengan menggunakan teknologi robotik yang lebih maju. Ini seperti dilakukan salah satu industri otomotif yang baru didirikan di Indonesia beberapa bulan lalu,” kata Harjanto.
Harjanto menambahkan, dari sisi produk, industri otomotif di Indonesia mengusung konsep kendaraan emisi karbon rendah (LCEV). Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi 29 persen.
Ada berbagai cara menurunkan emisi, antara lain dengan memanfaatkan kendaraan listrik. Kemampuan pasokan bahan baku dari lokal menjadi hal penting apabila industri otomotif Indonesia ingin bisa memimpin dalam hal ekspor.
Hulu
Menurut Harjanto, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah belum mampu menguasai rantai nilai industri otomotif, khususnya di hulu. Bahan baku, seperti baja khusus otomotif, masih tergantung impor.
“Kami sudah mengusulkan agar di industri logam hulu -baik aluminium maupun metal lain- untuk bisa diberi fasilitas pembebasan pajak,” ujarnya.
Terkait penguasaan teknologi mobil listrik, salah satu teknologi utama yang harus dimiliki adalah teknologi baterai. Dibandingkan dengan baterai lithium, teknologi nikel cobalt jauh lebih efisien, bisa didaur ulang, harga produksi murah, dan intensitas penyimpanan energi memadai. Selain itu, Indonesia punya banyak nikel sebagai bahan bakunya.
“Maka waktu kami kunjungan ke Posco Energy bersama Antam, kami rekomendasikan dan mendorong mereka membangun baterai dengan menggunakan basis nikel cobalt. Karena ternyata di dalam nikel itu ada cobalt-nya,” ujar Harjanto.
Ketua Komite Tetap Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia I Made Dana Tangkas menuturkan, pihaknya mendukung program Making Indonesia 4.0. Perusahaan otomotif tinggal meningkatkan teknologi yang selama ini dipakai menuju implementasi industri 4.0.
|