Isi Artikel |
Pekerja menyelesaikan pembangunan konstruksi gedung perkantoran di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (2/1/2017). Bank Dunia memperkirakan perekonomian RI tumbuh 5,3 persen pada tahun ini.
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini, pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, diperkirakan kuat. Kendati demikian, negara-negara di kawasan itu tetap perlu mengantisipasi dan memitigasi risiko ketidakpastian keuangan dan perdagangan global yang masih berlanjut.
Dalam laporan tentang ”Meningkatkan Potensi Ekonomi Asia Timur dan Pasifik” edisi April 2018, Kamis (12/4/2018), Bank Dunia memperkirakan, rata-rata pertumbuhan negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik pada tahun ini sebesar 6,3 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu ditopang investasi dan konsumsi rumah tangga yang masing-masing diperkirakan tumbuh 5,1 persen dan 6 persen. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Bank Dunia itu lebih rendah dari target pemerintah dalam APBN 2019 yang sebesar 5,4 persen pada tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty mengatakan, meskipun prospek pertumbuhan di kawasan tersebut tetap positif, tantangan ketidakpastian keuangan dan perdagangan global tetap ada. Di sektor keuangan global, negara-negara maju akan mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan.
Di sektor perdagangan, tensi ketegangan perdagangan masih terjadi karena proteksi perdagangan yang dipicu Amerika Serikat (AS). Namun, ketegangan perdagangan AS dan China diperkirakan mereda setelah terjadi resolusi perjanjian perdagangan.
”Untuk mengatasi risiko terhadap stabilitas ekonomi makro, negara-negara berkembang perlu mempertimbangkan pengetatan kebijakan dan melanjutkan penguatan kebijakan makroprudensial. Hal ini penting bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi dan pertumbuhan kredit yang cepat karena bisa memperburuk kerentanan sektor keuangan pada saat suku bunga di negara maju naik,” tuturnya.
Menurut Sudhir, negara-negara berkembang juga perlu meningkatkan belanja publik dan penyediaan infrastruktur, mereformasi daya saing, dan membangun sumber daya manusia. Di sektor perdagangan, negara-negara berkembang perlu memperdalam integrasi perdagangan dan memperbaiki fasilitasi perdagangan.
”Terhadap ancaman sistem perdagangan global yang berlanjut, negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik bisa merespons dengan memperdalam integrasi dan fasilitasi perdagangannya. Misalnya, melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN dan meningkatkan keterlibatan dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan Jalur Sutera Baru China,” ujar Sudhir.
Konsumsi rumah tangga
Ekonom Senior Bank Dunia Derek Chen mengemukakan, investasi Indonesia akan tumbuh kuat seiring dengan perbaikan ekonomi di dalam negeri. Pembangunan infrastruktur dan kebijakan mempermudah investasi menjadi penopang utama pertumbuhan itu.
Dari sisi konsumsi rumah tangga, pemilihan kepala daerah secara serentak akan meningkatkan pertumbuhannya. Hal itu ditopang aliran dana dari pemerintah untuk berbagai proyek pembangunan yang melibatkan masyarakat.
”Pemilihan kepala daerah dan presiden tidak akan terlalu mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Memang, investor saat ini sedang mengamati dan menunggu. Namun, setelah pemilu, mereka akan kembali berinvestasi,” kata Chen.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini 5-5,1 persen. Hal ini terindikasi dari perkembangan penjualan eceran, khususnya pakaian jadi dan barang-barang berkategori tahan lama yang mulai membaik.
Selain itu, penurunan dana pihak ketiga perbankan juga bisa diartikan sebagai pemulihan konsumsi rumah tangga, khususnya kelompok menengah atas. Dana ditarik dari bank untuk belanja menjelang Ramadhan.
|