Isi Artikel |
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Proses produksi minyak goreng di pabrik pengolah minyak sawit milik PT Smart di Kawasan Industri Marunda Center, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu yang lalu. Pabrik ini mengolah minyak sawit menjadi beragam produk turunan seperti minyak goreng, margarin, dan mentega, dengan kapasitas produksi 1.800 ton minyak sawit per hari. Produk yang dihasilkan selain dipasarkan di dalam negeri juga untuk ekspor ke sejumlah negara di Timur Tengah dan Eropa.
JAKARTA, KOMPAS – Industri di Indonesia harus terintegrasi agar bisa berdaya saing dan berkelanjutan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Penguatan industri dalam negeri dapat dilakukan antara lain dengan memaksimalkan pemanfaatan bahan baku di dalam negeri, mendorong industri yang menghasilkan bahan baku atau bahan penolong dan produk bernilai tambah, serta memaksimalkan pemakaian tingkat kandungan dalam negeri atau lokal.
”Industri dalam negeri harus memanfaatkan bahan baku dalam negeri semaksimal mungkin,” ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan di Jakarta, Senin (23/4/2018).
Ia mencontohkan industri petrokimia yang berbahan baku dari minyak mentah atau nafta. Banyak produk industri petromikia, seperti produk plastik, yang dapat dimanfaatkan industri lain, seperti industri makanan dan minuman serta industri otomotif. ”Bagaimana mau membangun industri kalau bahan baku banyak diimpor,” katanya.
Johnny menambahkan, sudah banyak industri yang menerapkan sistem berbasis teknologi digital dan robotik atau industri 4.0 untuk menciptakan efisiensi. Selain itu, pemerintah perlu memiliki kebijakan yang berpihak untuk membangun dan mengembangkan industri. Misalnya, pemerintah mendorong pemanfaatan tingkat kandungan lokal.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, Apindo akan mengadakan Munas Apindo Ke-10 pada 24-25 April nanti. Munas mengangkat tema ”Dunia Usaha Kuat, Rakyat Sejahtera: Reformasi Sumber Daya Manusia untuk Mengatasi Kesenjangan Ekonomi”.
”Kalau tidak dilakukan reformasi ketenagakerjaan, bonus demografi bisa menjadi titik lemah atau beban,” kata Hariyadi.
Pusat inovasi
Kementerian Perindustrian menggandeng Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) untuk mengembangkan pusat inovasi. Pusat inovasi ini akan digunakan sebagai rujukan bagi pelaku usaha yang ingin mengarah ke penerapan teknologi industri generasi keempat.
”Melalui pusat inovasi ini diharapkan semua, termasuk UKM dan industri makanan minuman bisa melihat percontohan teknologi ke depan,” kata Menperin Airlangga Hartarto saat membuka pameran produk industri makanan minuman di Plasa Pameran Industri Kementerian Perindustrian Jakarta, Senin.
Airlangga mengatakan, pemerintah sedang membahas mengenai anggaran dan konsep pengembangan pusat inovasi sektor makanan dan minuman tersebut. Industri makanan minuman menjadi satu dari lima industri yang diprioritaskan dalam percepatan industri 4.0.
Industri makanan minuman tumbuh 9,23 persen di 2017. Sumbangan ekspor dari produk ini termasuk minyak kelapa sawit pada 2017 mencapai 31,7 miliar dollar AS. Sedang impor produk makanan minuman sebesar 9,6 miliar dollar AS.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, pusat inovasi Gapmmi dibentuk pada 2017. Ide awal pembentukan pusat inovasi tersebut terkait upaya membangun hubungan kerja sama Indonesia-Australia.
Indonesia selama ini banyak tergantung pada Australia dalam pemenuhan bahan mentah mulai biji-bijian, buah, daging, dan susu. ”Waktu itu saya lontarkan bahwa kalau bisa Australia jangan hanya ekspor bahan mentah, tetapi juga membantu inovasi di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah produk,” kata Adhi. (FER/CAS)
|