JAKARTA — Indonesia memasuki putaran perdana perundingan Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Mozambik, yang sekaligus menandakan perjanjian perdagangan pertama yang dilakukan RI dengan negara dari Benua Afrika. Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengungkapkan, putaran seri wahid dari perundingan PTA itu sudah digelar pada 31 Mei—1 Juni di kantor Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Mozambik di Ibu Kota, Maputo. “Apabila semua berjalan dengan baik, perjanjian ini akan menjadi PTA pertama yang dimiliki Indonesia dengan negara Afrika,” paparnya, Selasa (5/6). Targetnya, akhir tahun ini perundingan itu sudah tahap final. Menurut Ayu, Mozambik memiliki potensi pasar yang besar karena dapat dijadikan simpul (hub) bagi masuknya produk Indonesia ke kawasan Benua Hitam, khususnya Afrika bagian Selatan. Sebaliknya, negara pimpinan Presiden Filipe Nyusi itu merupakan produsen dari berbagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri di Indonesia. Misalnya saja, gas, logam mulia, dan material tambang mentah lainnya. Data Kemendag mencatat total nilai perdagangan RI-Mozambik selama 5 tahun terakhir mengalami tren penurunan 23,57%. Kendati demikian, pada periode yang sama, neraca perdaganagn RI selalu surplus terhadap Mozambik. Tahun lalu, total perdagangan kedua negara bernilai US$82,2 juta, naik 84,62% dari capaian 2016 senilai US$44,5 juta. Ekspor RI ke Mozambik pada 2017 menggapai US$54,1 juta, dan impor dari Mozambik US$28,1 juta. Surplus yang dibukukan RI setara US$26 juta. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menilai, Indonesia memang sudah seharusnya menjajaki pasar ekspor nontradisional, seperti Mozambik. Pertama, ekonomi Mozambik memiliki potensi untuk tumbuh besar. Meskipun pada 2017 pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)-nya hanya 3,7%, pada lima tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan PDB Mozambik adalah 7%. Kedua, Mozambik memiliki akses ke negara-negara yang selama ini sulit dijangkau RI di Afrika bagian Selatan, seperti Malawi, Zimbabwe, Zambia, dan Botswana. Ketiga, mereka memiliki cadangan energi dan bahan tambang sangat banyak dan belum dieksplorasi. Misalnya, batu bara, gas, emas, dan lainnya. Keempat, Mozambik dilimpahi tanah yang subur dan iklim yang bagus, tetapi pertanian dan peternakannya masih belum dapat mencukupi pertumbuhan konsumsi masyarakatnya, sehingga masih tergantung impor. “Ke depannya mereka bisa menjadi salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia di kawasan Afrika bagian Selatan,” kata Shinta. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal berharap pemerintah dapat meningkatkan diplomasi kreatif delam menjalin hubungan dagang dengan negara-negara Afrika lain. Misalnya dengan memberikan berbagai bantuan. “Akhirnya mereka suka dan impor dari Indonesia. Memang harus inovatif, tetapi memang cara seperti ini sering dilakukan negara-negara besar terhadap negara-negara kecil, tetapi intinya harus inovatif. ” Menurutnya, produk yang bisa diekspor ke Mozambik a.l. tekstil dan produk tekstil, CPO, serta teknologi dan produk pertanian. (M. Richard)