Mencermati Kelompok Rentan Penyakit Covid-19 Semua orang rentan terhadap Covid-19. Namun, terdapat dua kelompok paling rentan, yaitu warga lanjut usia dan individu yang memiliki penyakit kronis, seperti kardiovaskular, diabetes, pernapasan kronik, dan kanker. Oleh YOESEP BUDIANTO   KOMPAS/RADITYA HELABUMI Pekerja dan pegawai kantor berjalan kaki melewati terowongan Jalan Kendal, Jakarta Pusat, saat jam pulang kerja, Senin (16/3/2020). Pemerintah mengimbau warga untuk mengurangi aktivitas di ruang publik, termasuk dengan bekerja di rumah, untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, belum semua kantor menerapkan kebijakan untuk bekerja di rumah bagi para pegawainya. Penyebaran Covid-19 masih berlanjut. Status pandemi yang ditetapkan WHO menegaskan bahwa semua orang di dunia berisiko terinfeksi, khususnya kelompok usia lanjut. Terdapat dua kelompok paling rentan. Pertama adalah warga lanjut usia (lebih dari 60 tahun) dan kedua adalah individu yang memiliki penyakit kronis, seperti kardiovaskular, diabetes, pernapasan kronik, dan kanker. Sekalipun usia 60 tahun ke atas merupakan kelompok rentan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, risiko infeksi korona makin meningkat saat seseorang memasuki usia 40 tahun. Peningkatan risiko ini sejalan dengan kondisi imunitas seseorang yang cenderung menurun dibandingkan dengan usia muda dan memiliki kondisi badan sehat. Total kematian dan infeksi akut akibat virus korona didominasi kelompok usia tua. Persentase jumlah kematian mencapai 60,7 persen di usia 60-79 tahun. Kajian Chinese Center for Disease Control and Prevention pada Februari 2020 melansir, dari 44.762 kasus infeksi virus korona di China, usia 50-59 tahun menjadi kelompok terbanyak terinfeksi (22,4 persen). Tak jauh berbeda, pada usia 60-69 tahun, yang terinfeksi sebanyak 19,2 persen. Selain jumlah kasus terinfeksi paling banyak, total kematian dan infeksi akut akibat virus korona didominasi kelompok usia tua. Persentase jumlah kematian mencapai 60,7 persen di usia 60-79 tahun, disusul usia lebih dari 80 tahun sebanyak 20,3 persen. Adapun tingkat infeksi akut paling tinggi dialami kelompok usia lebih dari 80 tahun. Baca juga : Setelah Covid-19 Menembus 100.000 Kasus Fenomena ini, antara lain, disebabkan adanya disregulasi dalam tubuh manusia yang terkait usia dengan penurunan sistem kekebalan tubuh. Proses penurunan yang masif disebut dengan immunosenescence. Selaras dengan sistem kekebalan yang turun, kerentanan terhadap patogen infeksius ternyata makin tinggi. Efek lain adalah buruknya respons tubuh terhadap vaksin yang diberikan saat tahap pencegahan dan pengobatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pandangan tentang pengembangan vaksin yang dipersonalisasi untuk orang dewasa dan usia lanjut hingga spesifik sesuai karakteristik daerah menjadi poin penting pengendalian wabah. Sistem imun manusia Peningkatan risiko infeksi pada usia tua dimulai usia 40 tahun tak lepas dari sistem imunitas tubuh manusia. Penyakit menular yang disebabkan virus-virus baru terus mendorong adaptasi dari tubuh manusia, khususnya sistem imun. Banyak tipe sel imun penting yang telah diidentifikasi di dalam tubuh manusia. Dalam tes darah rutin, setidaknya ada lima jenis sel darah putih yang berperan penting menjaga kualitas kesehatan manusia, yaitu neutrophils, lymphocytes, monocytes, basophils, dan eosinophils. Sel darah putih jenis neutrophils, misalnya, memiliki fungsi sebagai pemberi respons pertama yang mampu melakukan sterilisasi patogen secara lokal. Mekanisme perlawanan terhadap patogen dilakukan dengan cara memakannya atau dikenal dengan phagocytosis. Tingkat produksi antibodi dalam sistem imun setiap orang berbeda-beda. Beberapa faktor yang memengaruhinya adalah kondisi geografis tempat tinggal, kesehatan, usia, dan pola hidup. Ketidakberdayaan manusia terhadap infeksi Covid-19 bukan tanpa alasan. Secara alami, tubuh manusia membutuhkan waktu untuk mengenali virus tersebut dan dilanjutkan membangun antibodi. Pemahaman karakter virus korona menjadi kunci pengendalian infeksi di berbagai lokasi. Jenis patogen baru tersebut memiliki tingkat penularan antarmanusia yang tinggi karena terdapat sejenis protein yang mampu mengikat membran sel inang. Pengikatan membran sel dipicu oleh rilis sejenis enzim dari sel inang yang disebut dengan furin. Sebaran furin ternyata banyak ditemukan di jaringan tubuh manusia, seperti paru-paru, hati, dan usus kecil. Apabila sudah terinfeksi, sebarannya bisa meluas ke berbagai bagian tubuh. Infeksi virus korona dimulai saat membran mukosa tubuh terpapar virus tersebut dari cairan yang keluar saat batuk atau bersin serta bersentuhan fisik dengan pembawa virus. Membran mukosa merupakan lapisan kulit dalam yang melapisi tubuh dan organ internal.   KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Petugas dengan membawa alat penyemprot cairan disinfektan bersiap menuju lokasi yang ditentukan di depan Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (16/3/2020) Setidaknya 91 alat penyemprot dikerahkan Pemerintah Kota Surabaya untuk kegiatan sterilisasi dengan cairan disinfektan di sejumlah pusat keramaian di Kota Surabaya. Hal tersebut dilakukan untuk mengantipasi penyebaran Covid-19. Tidak menyentuh wajah Pada beberapa bagian tubuh, membran mukosa menyatu dengan kulit, misalnya lubang hidung, bibir, telinga, daerah kemaluan, dan anus. Mempertimbangkan risiko besar kontak membran mukosa tubuh dengan virus korona, WHO mengimbau semua orang tidak menyentuh bagian wajah. Face Touching: A Frequent Habit That Has Implications for Hand Hygiene (2015) menyebutkan, persentase menyentuh bagian wajah yang memiliki membran mukosa mencapai 44 persen, paling banyak di bagian mulut dan hidung. Sementara bagian wajah yang tidak terdapat membran mukosa yang paling sering disentuh adalah dagu, diikuti pipi, rambut, leher, dan telinga. Secara keseluruhan, setiap orang akan menyentuh wajahnya sebanyak 23 kali dalam waktu satu jam. Bagian wajah yang terdapat membran mukosa terdiri dari mulut, hidung, dan mata. Sentuhan ke bagian mulut dilakukan setidaknya empat kali tiap jam dengan durasi minimal tiga detik. Bagian hidung disentuh sedikitnya tiga kali tiap jam dengan durasi satu detik. Adapun mata disentuh sekitar tiga kali tiap jam selama satu detik. Tentu intensitas sentuhan ke wajah akan berbeda-beda tiap orang. Kesadaran untuk membatasi sentuhan ke wajah mampu mengurangi potensi infeksi virus korona melalui membran mukosa. Sebagai contoh, saat tangan yang terdapat virus korona menyentuh hidung, virus tersebut akan menempel, kemudian melalui proses respirasi dapat terbawa hingga ke paru-paru. Virus yang telah masuk ke paru-paru menyebabkan pneumonia atau paru-paru basah. Kondisi tersebut disebabkan oleh peradangan kantong-kantong udara di paru-paru akibat infeksi virus. Kantong-kantong udara yang terdapat di ujung saluran pernapasan akan meradang dan dipenuhi cairan atau nanah sehingga penderita mengalami sesak napas, batuk berdahak, demam, atau menggigil.   KOMPAS/PRIYOMBODO Petugas Palang Merah Indonesia DKI Jakarta bersiap untuk menyemprotkan disinfektan di lingkungan SMP Negeri 216, Jakarta Pusat, Senin (16/3/2020). Penyemprotan itu untuk mengantisipasi penyebaran virus korona baru di lingkungan sekolah. Sementara itu, sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diliburkan selama 14 hari karena pandemi Covid-19. Pedoman aktivitas Infeksi korona baru penyebab Covid-19 makin merebak di banyak negara, termasuk Indonesia. WHO mencatat total ada 153.648 kasus di seluruh dunia dengan jumlah kematian 5.746 jiwa hingga 15 Maret 2020. Wilayah penyebarannya meluas hingga 146 negara/kawasan. Klasifikasi penyebaran virus korona didominasi transmisi lokal. Situasi di Indonesia menunjukkan peningkatan jumlah kasus infeksi. Sejak 30 Desember 2019 sampai 15 Maret 2020 pukul 14.00 WIB, total 1.293 orang yang diperiksa dari 28 provinsi. Sebanyak 117 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia. Wilayah terjangkit sementara ini meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Status kesehatan tiap orang bergantung pada sikap yang diambil saat bepergian. Untuk mengantisipasi penyebarannya, WHO memberikan panduan agar masyarakat dapat mengantisipasi penularan melalui tindakan-tindakan preventif saat beraktivitas. Setidaknya ada empat area interaksi yang menjadi sorotan, yaitu area publik (pusat perbelanjaan, stasiun, dan halte bus), tempat tinggal, fasilitas kesehatan, serta perlindungan pribadi. Langkah awal yang perlu dilakukan saat berinteraksi dengan orang lain adalah menjaga jarak minimal 1 meter. Poin berikutnya adalah frekuensi interaksi publik di keramaian harus dikurangi. Status kesehatan tiap orang bergantung pada sikap yang diambil saat bepergian. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri, khususnya tangan, menjadi penting. Khusus untuk area tempat tinggal, sirkulasi udara dalam ruangan perlu ditingkatkan dengan cara membuka pintu atau jendela secara berkala. Apabila ada anggota keluarga yang mengeluh mengalami gangguan pernapasan, segera gunakan masker sebagai upaya proteksi.   Area publik berikutnya adalah fasilitas kesehatan. Saat berkunjung ke puskesmas atau rumah sakit, setiap orang harus menjalani prosedur medis, seperti menggunakan perlengkapan medis saat berada di ruangan khusus. Poin terakhir adalah ketentuan menggunakan masker bagi setiap orang. Masker harus digunakan dengan hati-hati agar menutup seluruh mulut dan hidung serta meminimalkan jarak antara masker dan wajah. Penyebaran Covid-19 menuntut kewaspadaan masyarakat. Selain mengonsumsi makanan cukup gizi, masyarakat, termasuk kaum lanjut usia, disarankan memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat jika mengalami gejala demam, flu, batuk yang diiringi sesak napas. Beberapa kebijakan dapat dilakukan untuk memberdayakan warga lansia dalam menghadapi Covid-19, seperti yang dilakukan sejumlah negara. China melakukan deteksi dini dari rumah ke rumah dan menyediakan layanan tes kesehatan gratis dan obat selama tiga bulan. Adapun Iran menempatkan tim kesehatan hingga di pinggir kota untuk menjangkau masyarakat, termasuk warga lansia, yang memiliki akses terbatas. Penyebaran Covid-19 belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Kesiapan tiap individu menentukan tingkat risiko terinfeksi karena tidak ada manusia, bahkan negara, yang kebal terhadap virus korona. (LITBANG KOMPAS)