Jakarta, Mulai dari Seruan Sampai Tanggap Darurat Korona Peningkatan jumlah kasus yang terjadi setiap harinya memaksa Pemprov DKI untuk menerapkan Status Tanggap Darurat Bencana, mengeluarkan seruan kepada masyarakat untuk bekerja, beribadah dan belajar di rumah. OlehM PUTERI ROSALINA 25 Maret 2020 19:21 WIB·8 menit baca TEKS     KOMPAS/PRIYOMBODO Petugas Palang Merah Indonesia Provinsi DKI Jakarta bersiap untuk penyemprotkan disinfektan di lingkungan SMP Negeri 216, Jakarta Pusat, Senin (16/3/2020). Penyemprotan itu untuk mengantisipasi penyebaran virus korona baru di lingkungan sekolah. Sementara itu, sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diliburkan selama 14 hari karena pandemi Covid-19. Jakarta, tak terelakkan lagi menjadi episentrum Covid-19. Ibu kota negara ini menjadi pintu masuk awal masyarakat dari berbagai penjuru. Peningkatan jumlah kasus yang terjadi setiap harinya memaksa Pemprov DKI untuk menerapkan Status Tanggap Darurat Bencana dan mengeluarkan seruan untuk bekerja, beribadah dan belajar di rumah. Munculnya kasus Covid-19 pertama di Kota Depok menjadi peringatan awal merebaknya kasus pandemik virus ini ini di Jakarta. Pasien kasus 1 yang pertama kali positif Covid-19, diindikasikan terpapar virus dalam sebuah pertemuan di Kafe Amigos, Kemang, Jakarta Selatan. Pasien 1 terpapar virus dari seorang warga Jepang yang tinggal di Malaysia yang disebut pasien kasus MY-24. Selanjutnya penularan tak terhindarkan hingga mencapai kasus 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12, dan 13. Saat kluster awal merebak di Jakarta berlangsung selama 7 hari. Bermulai dari tgl 2 maret saat kasus 1 dan 2 diumumkan oleh Presiden Joko Widodo hingga 9 maret yang sampai ke pasien ke-13. Itu baru kluster awal yang bermula dari sebuah kafe di Jakarta Selatan. Selanjutnya, mulai muncul kluster-kluster penyebaran lainnya yang rata-rata merupakan kasus impor. Artinya, pasien terpapar virus setelah pulang bepergian dari luar negeri.   DOKUMEN Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membagikan infografik terkait riwayat perjalanan beberapa pasien Covid 19 beberapa hari terakhir hingga akhirnya mereka dirawat di rumah sakit. Peta perjalanan sebagai salah satu cara melacak lokasi interaksi sosial yang pernah dilakukan pasien. Covid-19 telah menjadi pandemi dan penularannya terjadi lewat lendir cipratan dari bersin, batuk, dan juga saat berbicara. Oleh karena itu kini masyarakat diminta untuk mengurangi interaksi sosial sehingga dapat mengendalikan penularan Covid-19. Hingga akhirnya sekarang, sejumlah kluster tak terdeteksi kembali hingga mengakibatkan akumulasi kasus positif di Jakarta hingga 25 Maret 2020 menjadi 440. Dari 440 kasus tersebut, menurut laman corona.jakarta.go.id, 266 pasien masih dirawat, 24 telah sembuh, 113 melakukan isolasi mandiri, dan 37 meninggal dunia. Pasien kasus positif tersebar di 185 kelurahan (dari 268 kelurahan) di Jakarta. Ada sejumlah kelurahan dengan jumlah pasien positif Covid tertinggi, yakni 13 kasus di kelurahan Pegadungan, Kalideres, 10 kasus di Kelurahan Tomang, Grogol Petamburan, dan 9 kasus di Kalideres. Selain kasus positif, banyak juga kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Jumlahnya terus meningkat dari tanggal 1 Maret hingga sekarang. Tanggal 1 Maret saja, di Jakarta sudah ada 129 ODP yang memiliki gejala demam dan memiliki riwayat perjalan ke luar negeri pandemic Covid-19. Saat yang sama, ada 39 PDP yang memiliki gejala demam dan pneumonia hingga harus dirawat serta memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri dan pernah kontak dengan pasien positif. Jumlah tersebut terus meningkat hingga tanggal 25/3 per pukul 12.00, ada 1.840 pasien ODP yang 457 pasien sudah selesai proses pemantauan. Pasien PDP ada 882 yang dirawat, sebanyak 290 sudah diperbolehkan pulang. Pasien ODP dan PDP tersebar ke semua wilayah DKI Jakarta, kecuali Kepulauan Seribu. Kasus tertinggi ada di Jakarta Selatan, sebanyak 436 pasien dan terendah di Jakarta Pusat (227 kasus). Ada pula 341 kasus dari luar DKI Jakarta yang dirawat di Jakarta dan 810 kasus yang tidak diketahui asalnya. Penyakit Covid-19 di Jakarta ini terbanyak diderita oleh umur 30-39 tahun (610 kasus). Disusul oleh kategori umur di bawahnya (20-29 tahun). Hal ini mematahkan kajian sebelumnya bahwa virus korona lebih banyak menyerang usia lansia.   KOMPAS/BNPB Total Kasus Covid-19 per 24 Maret 2020 Potensi Penyebaran Melihat kasus awal penyebaran virus yang bermula dari Warga Negara Jepang yang datang ke Indonesia, menunjukkan Jakarta rentan menjadi pintu masuk penyebaran virus Corona. Sebagai gambaran, pada tahun 2018 saja, ada 7,8 juta penumpang dari penerbangan internasional, baik itu WNI ataupun WNA yang masuk melalui Bandara Soekarno Hatta. Kemudian ada 21,3 juta penumpang domestik dari berbagai daerah di Indonesia. Belum lagi dari penumpang domestik  dari Bandara Halim Perdana Kusuma yang mencapai 3,4 juta. Nilai tersebut menggambarkan banyaknya pergerakan manusia yang masuk ke Jakarta melalui transportasi udara. Kemudian dari transportasi laut, tercatat dalam Statistik Perhubungan 2018, ada 119.403 ribu penumpang domestik  dan internasional. Itu baru manusia dari luar Jabodetabek yang masuk ke Jakarta. Bagaimana dengan para komuter Jabodetabek yang setiap harinya bermobilitas dari wilayah Bodetabek ke Jakarta ataupun sebaliknya. Survei Komuter 2019 mencatat, pergerakan komuter tertinggi yang masuk adalah dari Kota Bekasi (277.234 orang). Kemudian disusul 172.410 orang dari Kota Tangerang. Sebaliknya, 54.644 orang Jakarta, lebih banyak bergerak ke Kota Tangerang. Jika pergerakan ini menggunakan transportasi umum, sudah barang tentu berpotensi menjadi tempat penularan virus jika higienitas moda transportasi tidak dijaga. Mengutip pemberitaan Kompas 19 Maret, setidaknya ada 865.700 warga yang mengandalkan transportasi publik, yakni bus Transjakarta, Kereta Komuter, dan MRT. Banyaknya sirkulasi orang di armada angkutan umum tesebut diikuti dengan potensi perpindahan beragam jenis/bakteri yang menempel di dalam armada angkutan ataupun sejumlah panel di halte, terminal, ataupun stasiun.   Jarak Fisik Jumlah kasus yang melonjak di Jakarta ini membuat Pemprov DKI membuat sejumlah kebijakan. Diantaranya pembatasan jam operasional angkutan publik seperti MRT, Bus Transjakarta, dan KRL, seruan mengenai menjaga jarak aman antar warga, peniadaan kegiatan peribadatan dan keagamaan, hingga penghentian kegiatan perkantoran. Kebijakan tersebut bermula pada tanggal 15 Maret. Saat itu, di Jakarta ada 695 pasien ODP dan 308 PDP. Dalam jangka waktu 14 hari, kasus Covid-19 sudah mencapai ratusan. Pemprov DKI Jakarta awalnya menilai Jakarta sudah perlu untuk melakukan locked down demi menghindari penyebaran virus. Namun karena Pemprov DKI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta hanya melakukan himbauan agar warga tidak meninggalkan rumah, menghindari sejumlah tempat ramai, serta meminta warga tidak keluar Jakarta. Bersamaan dengan itu, Presiden Joko Widodo menghimbau warga supaya bekerja, belajar dan beribadah di rumah saja sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus. Namun rupanya, bentuk antisipasi untuk menjaga jarak aman antar warga yang diambil oleh Pemprov DKI Jakarta adalah pembatasan jam operasional Transjakarta dan kereta MRT pada Senin, 16/3. Bus Transjakarta hanya akan mengoperasikan armada di 13 rute dengan jam operasional pukul 6.00 – 18.00. Kemudian MRT hanya akan beroperasi pada jam pukul 6.00 – 18.00 dengan empat gerbong. Keputusan Pemprov DKI tersebut sontak menimbulkan protes dari pengguna angkutan publik. Pemandangan antrian penumpang yang mengular memasuki halte ataupun stasiun tampak di sejumlah tempat. Hal tersebut bertentangan dengan himbauan social distancing yang sebelumnya disebutkan oleh Pemprov DKI. Akhirnya, di sore hari, jadwal dikembalikan seperti biasa kembali. Hal tersebut terjadi saat kebijakan pembatasan operasional angkutan umum tidak diikuti oleh himbauan penutupan kegiatan perkantoran ataupun perdagangan/jasa. Hampir semua kegiatan perkantoran masih menerapkan sistem bekerja di kantor pada seluruh karyawannya sehingga pembatasan angkutan umum malah menimbulkan masalah baru.   Akhirnya, saat kasus Covid-19 di Jakarta semakin tinggi, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Seruan Gubernur No 4 tahun 2020 mengenai menjaga jarak aman antar warga. Dalam surat Seruan tersebut, untuk menjaga jarak aman : tidak diperkenakan keluar rumah dan keluar kota, menunda kegiatan yang terkait dengan pengumpulan massa seperti kegiatan resepsi, serta kegiatan belajar mengajar di sekolah dan di kampus juga dilakukan di rumah. Kegiatan keagamaan dan peribadatan juga diminta dilakukan di rumah masing-masing yang diatur sendiri dalam Seruan No 5 tahun 2020. Selain meniadakan kegiatan peribadatan dan kegamaan, juga meminta untuk menyiapkan dan menyebarkan panduan bagi penyelenggara ibadah dan umat untuk melaksanakan ibadah di rumah. Surat Seruan tersebut dilanjutkan dengan terbitnya Instruksi Gubernur No 23 tahun 2020 yang lebih ditujukan pada kepada daerah serta para camat di Jakarta. Para Camat dihimbau untuk melakukan pemetaan dan pendataan warga yang sedang atau setelah melakukan perjalanan dari LN untuk meminimalisir penyebaran virus. Operatur angkutan umum Transjakarta dan MRT akhirnya memilih untuk menerapkan jarak aman antar penumpang ketimbang membatasi jam operasional. Seperti yang dilakukan MRT dengan memasang tanda jarak berdiri di tiap pintu masuk dan tanda selang seling yang ditempel di punggung kursi penumpang kereta. Kemudian Bus Transjakarta mengatur jarak antrean penumpang serta tanda-tanda silang yang dipasang di lantai bus, serta di kursi penumpang. Hingga akhirnya, pada tanggal 20 Maret, Pemprov DKI mengeluarkan Keputusan Gubernur DKI No 337 tahun 2020 tentang Status Tanggap Darurat bencana wabah Covid-19 selama 20 Maret hingga 2 April. Hal tersebut dilakukan saat kasus Covid-19 semakin meningkat drastis . Tercatat, ada 1.209 kasus ODP, 505 kasus PDP, dan 226 kasus positif.   COVID19.GO.ID Data persebaran kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga 25 Maret 2020 Salah satu konsekuensi dari status Tanggap Darurat Bencana tersebut, Pemprov DKI menghentikan sementara kegiatan perkantoran. Tempat hiburan seperti kelab malam, bar, griya pijat, karaoke, pertunjukkan musik, bioskop, serta tempat biliar dan bowling juga ditutup sementara. Penutupan kegiatan perkantoran membuat sebagian karyawannya harus bekerja dari rumah ataupun membatasi kegiatan di kantor. Adapun penutupan tempat hiburan akan berdampak pada sekitar 30 ribuan tenaga kerja yang dirumahkan sementara. Sejumlah langkah Pemda DKI tersebut dilakukan sebagai upaya antisipasi pencegahan penularan virus Korona. Namun, rupanya tidak mudah dalam pelaksanaannya. Tidak semua perusahaan bisa melaksanaan sistem Work From Home. Akibatnya masih terjadi mobilitas di dalam wilayah Jabodetabek, baik yang menggunakan kendaraan pribadi ataupun angkutan umum. Upaya pembatasan sosial di ibukota pun tidak mudah dilakukan. Sejumlah pekerja informal seperti pedagang kaki lima, pengemudi angkutan online/taksi terlihat masih ‘nongkrong’ di pinggir jalan. Bahkan ada sejumlah pelajar di Warakas Jakarta Utara yang masih terlibat tawuran beberapa hari yang lalu. Hal ini menjadi tantangan bagi semua warga ibukota untuk bisa menjaga jarak aman yang selanjutnya mengurangi penyebaran virus korona dan mengurangi jumlah penderita. (LITBANG KOMPAS)