Suka Duka Belajar di Rumah Keputusan pemerintah menerapkan belajar dari rumah di wilayah terdampak virus Covid-19 bukanlah hal mudah diterapkan di Indonesia. OlehMB DEWI PANCAWATI 26 Maret 2020 07:07 WIB·8 menit baca TEKS     KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Kebijakan belajar di rumah yang ditetapkan pemerintah terkait wabah Covid-19 dimanfaatkan SD Al Azhar 15 Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, menggelar kegiatan belajar mengajar secara daring, Selasa (17/3/2020). Para siswa dan guru memanfaatkan aplikasi Google Classroom untuk ruang belajar dan Zoom Cloud Meeting untuk mengadakan telekonferensi. Siap tidak siap, berbagai upaya menerapkan pembatasan sosial harus dilaksanakan demi mencegah meluasnya penyebaran virus korona. Salah satunya adalah ”merumahkan” dunia pendidikan, antara lain meminta pendidikan di berbagai jenjang menerapkan pembelajaran jarak jauh dari rumah masing-masing. Pada 12 Maret 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru menerbitkan dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Yang pertama, surat edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud. Kedua adalah surat edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan yang berisi panduan langkah-langkah mencegah berkembangnya penyebaran Covid-19 di lingkungan satuan pendidikan. Lewat surat edaran tersebut, Kemendikbud mengeluarkan 18 poin imbauan (protokol) kepada para satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Namun hanya berselang empat hari sejak dikeluarkannya imbauan tersebut, kebijakan kembali berubah. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi seluruh sekolah di Jakarta dari PAUD hingga sekolah menengah. Kebijakan itu diberlakukan selama dua pekan, mulai 16 Maret sampai 30 Maret 2020. Baca juga: UI Terapkan Pembelajaran Jarak Jauh untuk Antisipasi Penyebaran Covid-19 Siswa terdampak Melihat kondisi penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat demi melindungi siswa dari paparan virus korona, beberapa wilayah pun menyusul menetapkan kebijakan yang sama. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, NTT, Aceh, Jambi, Riau, dan menyusul DI Yogyakarta juga meliburkan siswa. Setiap provinsi menerapkan kebijakan berbeda. Ada provinsi yang menerapkan pembelajaran jarak jauh selama satu minggu, ada yang dua minggu, sambil terus melihat perkembangan. Kebijakan ini paling tidak mengakibatkan lebih kurang 28,6 juta siswa dari SD sampai dengan SMA/SMK di sejumlah provinsi terdampak program belajar mengajar jarak jauh ini. Belum ditambah dengan jumlah mahasiswa yang juga dihentikan sementara proses perkuliahannya.   Sampai dengan 18 Maret 2020, tercatat 276 perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia yang menerapkan kuliah daring. Jumlah kampus yang meniadakan kuliah tatap muka dipastikan akan terus bertambah di tengah penyebaran virus korona. Pada tataran global, perubahan cara belajar akibat merebaknya virus Covid-19 juga berlangsung sangat cepat. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), tanggal 12 Maret baru ada 29 negara menerapkan kebijakan meliburkan sekolah. Pada 18 Maret, angka itu bertambah menjadi 112 negara. Delapan negara baru yang  memulai libur sekolah terhitung 19 Maret ialah Malaysia, Thailand, Jerman, Austria, Meksiko, Afrika Selatan, Yaman, dan Zambia. Dari 112 negara tersebut, 101 negara menerapkan libur sekolah secara nasional. Sementara 11 negara lainnya, termasuk Indonesia, menerapkan libur sekolah di wilayah-wilayah tertentu. Dampaknya, merujuk pada data UNESCO, dialami paling tidak oleh 849,4 juta siswa dan mahasiswa. Jumlah itu belum termasuk siswa dan mahasiswa dari 11 negara yang baru menerapkan libur sekolah di wilayah-wilayah tertentu.   OLI SCARFF / AFP Leo (C) berusia 6 dan Espen berusia 3 tahun, dibantu ibu mereka, Moira, ketika mengakses sumber belajar daring yang disediakan sekolah taman kanak-kanak di Desa Marsden, dekat Huddersfield, Inggris utara, pada 23 Maret 2020. Keluarga-keluarga di seluruh Inggris mulai terbiasa dengan pembelajaran dari rumah dan mengakses pendidikan daring setelah pemerintah menutup sekolah untuk hampir semua anak sebagai langkah untuk memerangi penyebaran virus korona baru. Baca juga: Mendikbud Ingatkan Lagi, Belajar dan Bekerjalah di Rumah! Antara siap dan tidak Proses pembelajaran jarak jauh kini sudah berlangsung sepekan. Kesiapan guru dan siswa dalam home learning ini bervariasi, ada yang siap, terpaksa siap, dan betul-betul tidak siap. Tanpa persiapan apa pun, sistem belajar mengajar berubah dari tatap muka menjadi daring dengan memanfaatkan teknologi. Sejumlah sekolah yang terbiasa menggunakan perangkat teknologi dalam proses belajar mengajar tentu tidak menemui banyak masalah. Namun, hal sebaliknya berlaku bagi sekolah, guru, dan siswa yang baru pertama kali menjalankannya. Apalagi, daerah minim fasilitas, baik peranti maupun jaringannya.       Perubahan cara belajar akibat merebaknya virus Covid-19 juga berlangsung sangat cepat. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), tanggal 12 Maret baru ada 29 negara menerapkan kebijakan meliburkan sekolah. Pada 18 Maret, angka itu bertambah menjadi 112 negara.       Contoh paling sederhana adalah menggunakan fasilitas grup Whatsapp dalam perangkat telepon pintar. Para guru memberikan tugas kepada para siswa melalui grup Whatsapp guru dan orangtua atau grup kelas masing-masing. Tugas diberikan harian sesuai dengan jadwal mata pelajaran hari itu dan jam-jam yang sudah ditentukan guru. Siswa mempelajari materi yang diberikan secara mandiri kemudian mengerjakan tugas-tugas yang kemudian dilaporkan pada hari yang sama. Hari berikutnya materi dan tugas akan berganti lagi. Jika ingin mengadakan tatap muka virtual bisa memanfaatkan aplikasi Google Classroom atau Zoom atau media lain. Dengan fitur ini, guru juga bisa memantau kehadiran dan keaktifan siswa. Demikian pula para siswa bisa berdiskusi dengan guru dan siswa lain di dalam kelas tersebut. Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengembangkan aplikasi pembelajaran jarak jauh berbasis portal dan Android, yaitu Rumah Belajar, tetapi belum semua sekolah memanfaatkannya karena bersifat masih pilihan sebagai bahan ajar alternatif. Selain itu, Mendikbud juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung pembelajaran secara daring ini. Beberapa pihak yang fokus mengembangkan sistem pendidikan secara daring antara lain Google Indonesia, Kelas Pintar, Microsoft, Quipper, Ruangguru, Sekolahmu, dan Zenius. Penyedia media belajar daring ini menyatakan kesanggupannya berkontribusi menyelenggarakan sistem belajar secara daring pada masa wabah virus Covid-19. Setiap platform akan memberikan fasilitas yang dapat diakses secara umum dan gratis.   Dari sisi sumber daya manusia, baik guru, pelajar, maupun mahasiswa, di perkotaan, sistem belajar daring mungkin tidak menemui banyak kendala. Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa pelajar Indonesia adalah salah satu pengguna teknologi tertinggi di dunia dalam pendidikan. Penelitian yang dilakukan Cambridge International, bagian dari Universitas Cambridge di Inggris pada tahun 2018 menemukan bahwa pelajar Indonesia adalah yang tertinggi secara global dalam penggunaan ruang komputer (40 persen). Peringkat kedua tertinggi dalam penggunaan komputer desktop (54 persen) setelah Amerika Serikat. Di samping itu, lebih dari dua pertiga siswa Indonesia menggunakan ponsel pintar di kelas. Sekitar delapan dari sepuluh dari siswa Indonesia menggunakannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 juga menunjukkan, penetrasi pengguna internet dalam bidang pendidikan juga tinggi. Ada sekitar tujuh dari sepuluh siswa dan 92 persen mahasiswa menggunakan internet. Tantangan bagi pemerintah adalah jika pembelajaran jarak jauh ini meluas ke wilayah-wilayah yang aksesibilitas, infrastruktur, dan literasi digitalnya masih rendah. Dari data pengguna internet itu, separuh lebih berada di wilayah Jawa, diikuti wilayah Sumatera (21,6 persen), kemudian 10,9 persen di kawasan Sulawesi-Maluku-Papua (10,9%), lalu di Kalimantan sebanyak 6,6 persen, serta Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 5,2 persen.   Suka duka Bagi sebagian siswa di perkotaan, sistem belajar jarak jauh ini tentu tidak menjadi kendala karena tersedianya fasilitas. Namun, di sisi lain, tugas-tugas yang diberikan guru dinilai terlalu membebani anak dan dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah psikologis. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 51 pengaduan dari berbagai daerah yang mengeluhkan anak menjadi tertekan dan kelelahan karena beban tugas. Tenggat waktu yang diberikan sempit, padahal banyak tugas yang harus dikerjakan segera dari guru mata pelajaran yang lain. Jika anak terbebani, bisa menimbulkan masalah kesehatan fisik dan mental yang justru akan memengaruhi imunitasnya. Dalam hal ini, KPAI mendorong para pemangku kepentingan di pendidikan membangun rambu-rambu untuk para guru sehingga proses belajar dari rumah ini bisa berjalan dengan menyenangkan dan bermakna buat semua. Tugas yang diberikan tidak selalu mengerjakan soal, tetapi dengan kreativitas lain yang justru menimbulkan semangat dan mengasah rasa ingin tahu anak-anak. Banyaknya tugas yang diberikan guru dimaksudkan agar anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, tidak ada kesempatan bermain-main dan berkumpul dengan teman-temannya. Hal ini demi mencegah anak-anak terpapar virus korona dan agar penyebaran virus ini tidak semakin meluas. Selain itu agar proses belajar juga tetap berjalan.   KOMPAS / MOHAMMAD HILMI FAIQ Hiro (11), siswa Sekolah Alam Tanah Tingal di Tangerang Selatan, Banten, belajar di rumahnya karena pemerintah meliburkan kegiatan belajar di sekolah, Selasa (17/3/2020). Hiro mendapatkan materi ajar dari e-mail yang dikirim pihak sekolah. Baca juga: Ketika ”Kelas Pindah ke Rumah” Dampak home learning juga dirasakan orangtua yang juga bertambah bebannya karena harus menjadi guru di rumah, mengajari membuat tugas-tugas, dan selalu memonitor. Bisa dibayangkan jika anak lebih dari satu dan masih perlu pendampingan dalam mengerjakan tugas. Belum lagi harus menyiapkan makanan dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Bagi orangtua yang bekerja dan juga sedang menjalankan pekerjaan dari rumah, tantangannya akan bertambah lagi karena selain mendampingi anak belajar, juga mempunyai tugas pekerjaan kantor yang harus diselesaikan. Suka duka selama proses home learning ini bermacam-macam. Sebagian orangtua lebih senang anak belajar di sekolah. Selain pulsa internet yang membengkak, salah satu keluhan orangtua adalah bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi yang lebih besar dari uang saku anak tiap hari. Namun, nilai positifnya adalah ada lebih banyak waktu berkumpul dengan keluarga dan mendekatkan hubungan emosional antara orangtua dan anak. Dan yang lebih penting adalah keluarga lebih terlindungi dari paparan virus korona. (LITBANG KOMPAS)