Berdana, Berdata, Berdaya Kerumunan yang harus kita buat adalah yang saling memercayai sesama untuk menyelesaikan masalah bersama. Kerumunan manusia berdana dan berdaya. Ini bisa mulai dari Jejaring Uang Jaminan untuk Rakyat-Tanggap Darurat. Oleh Budiman Sudjatmiko   Aku ingin hidup di dunia di mana ada lantai di sana. Di mana setiap orang baik-baik saja. Floyd Marinescu Manusia berdana, berdata, dan berdaya. Itulah tujuan kita berbangsa, baik saat normal maupun terserang wabah korona (Covid-19).  Manusia dilahirkan merdeka dan harus mati dalam keadaan merdeka pula (from womb to tomb). Kebebasan di era masyarakat kapitalis ini dimaknai minimal punya pendapatan dasar. Pendapatan dasar itu dalam rupa dana yang bisa mereka pakai untuk kelestarian (survival) dan pengembangan diri. Di lain pihak, dalam masyarakat bebas, manusia juga diharapkan sanggup memanfaatkan kebebasannya untuk membangun pendapat (aspirasinya) sendiri untuk memanfaatkan dana tadi dengan ditopang oleh informasi yang setara (symmetric information) dan data yang kuat. Dia berdaulat atas data dan informasi yang ada untuk memanfaatkan dana tadi sehingga dia bisa menjadi manusia yang berdaya. Terlebih dalam masyarakat yang dilanda pandemik coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang mengancam keberlangsungan hidup, manusia kian mendesak untuk memiliki modal awal untuk selamat secara bermartabat. Ini salah satu tema yang enam minggu lalu dibicarakan dalam Basic Income Bootcamp yang diadakan oleh Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia. Acara tersebut diadakan sebelum kasus pandemik ini menjadi persoalan global. Awalnya, ia diadakan untuk mengantisipasi prospek hilangnya banyak lapangan pekerjaan gara-gara digitalisasi dan robotisasi dalam lapangan pekerjaan di era revolusi industri keempat. Perlu ada jaminan dasar yang diberikan oleh negara supaya tiap-tiap warga Indonesia dewasa memiliki penghasilan tetap minimal. Munculnya pandemik Covid-19 nyatanya menghadirkan ancaman kehilangan pekerjaan itu lebih cepat daripada yang kita kira. Kebebasan di era masyarakat kapitalis ini dimaknai minimal punya pendapatan dasar. Tulisan ini saya angkat sebagai sebuah proposal sambil mengamati apa yang bisa dan sudah dilakukan di sejumlah negara. Hong Kong, Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris sedang membicarakan langkah ini secara serius. Para pemikir dan politisi konservatif ataupun progresif bertukar pikiran. Mereka sedang membaca ulang sejarah masa lalu dan menyusun langkah sejarah ke depan. Melacak dari karya intelektual paling utopis, paling sosialistis, dan paling kapitalistis (dari Thomas More sampai Milton Friedman) untuk menyelamatkan spesies manusia. Perlu keputusan pemerintah mengingat efek bergulir dari risiko pandemi Covid-9 ini. Di tengah perdebatan tersebut, satu berita baik muncul dari Tanah Air. Kali ini dari desa. Tepatnya Desa  Gunungweled, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yang karena mengarantina salah  satu dusunnya, memutuskan menganggarkan jaminan pendapatan dasar ini dalam rupa jaminan Rp 50.000 per hari selama masa karantina. Sebuah langkah kecil dengan ide raksasa di belakangnya. Pertanyaannya, mungkinkah langkah tersebut dilakukan di seluruh Indonesia? Mudah saja sebenarnya untuk kita bertanya balik secara retoris, ”Jika desa bisa, mengapa negara tidak?”. ”JUJUR-Tanggap Darurat” Dalam diskusi kami di IndoBIG Network (Indonesia Basic Income Group Network), yang menghimpun para politikus, pegiat, dan akademisi Indonesia yang mempromosikan Jaminan Pendapatan Dasar (Universal Basic Income/UBI), muncul beberapa skenario. Tiap-tiap skenario punya konsekuensi anggaran masing-masing. Begini kami melihatnya. Dari Jumlah penduduk Indonesia sekitar 271 juta, dimungkinkan kita membuat setidaknya tiga skenario. Skenario ini misalnya saya namakan Jejaring Uang Jaminan untuk Rakyat-Tanggap Darurat (JUJUR-Tanggap Darurat).     Skenario pertama JUJUR-Tanggap Darurat adalah semua penduduk mendapatkan jaminan uang untuk rakyat dengan dibagi menjadi tiga kategori nominal: Rp 1 juta per bulan, Rp 500.000 per bulan, dan Rp 250.000 per bulan. Proyeksi kebutuhan dana untuk JUJUR-Tanggap Darurat skenario pertama ini: Rp 122.149.100.000.000 per bulan. Jika diasumsikan JUJUR-Tanggap Darurat dijalankan selama empat bulan, total kebutuhan dana JUJUR-Tanggap Darurat ini adalah sebesar Rp 488.596.400.000.000. Alokasi anggaran bisa diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap provinsi, kabupaten kota, dan juga dari APBDesa, dengan didorong oleh kebijakan dari pemerintah pusat. Jika ini dirasa berat, ada skenario kedua JUJUR-Tanggap Darurat di mana hanya penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mendapatkan jaminan uang tersebut.  Dan jika sesuai data bahwa ini mencakup sekitar 196 juta penduduk dan ditentukan tiga kategori nominal, yakni Rp 1 juta per bulan, Rp 500.000 per bulan, dan Rp 250.000 per bulan, kebutuhan dana totalnya sekitar Rp 102.530.068.000.000 per bulan. Juga jika diasumsikan JUJUR-Tanggap Darurat ini dijalankan selama empat bulan, total kebutuhan dananya akan sebesar Rp 410.120.272.000.000. Alokasi anggaran juga bisa diambil dari APBD setiap provinsi, kabupaten kota, dan APBDesa dengan didorong oleh kebijakan dari pemerintah pusat. Jika skenario kedua juga masih dirasakan berat, perlu sudut pandang kedaruratan akibat pandemi Covid-19, di mana kita dapat menjalankan skenario ketiga  JUJUR-Tanggap Darurat. Skenario ini menentukan dahulu kategori provinsi sesuai tingkat keparahan dampak virus Covid-19. Kita ambil saja sebagai contoh tentang provinsi-provinsi yang paling terdampak: semua provinsi di Jawa, ditambah Bali, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat yang dipilih untuk skenario ketiga. Sesuai data tercatat, terdapat sekitar 190 juta penduduk tinggal di sebelas provinsi tersebut. Selanjutnya ditentukan lagi tiga kategori nominal: Rp 1 juta per bulan, Rp 500.000 per bulan, dan Rp 250.000 per bulan. Dengan mengacu pada asumsi dan kategori ini, proyeksi kebutuhan dana totalnya untuk skenario ketiga ini sebesar Rp 81.690.650.000.000 per bulan. Jika diasumsikan JUJUR-Tanggap Darurat dijalankan selama empat bulan, total kebutuhan dana skenario ketiga adalah sebesar Rp 326.762.600.000.000. Skenario ini menentukan dahulu kategori provinsi sesuai tingkat keparahan dampak virus Covid-19. Kembali ke alokasi anggarannya, bisa diambil dari APBD setiap provinsi, kabupaten kota, dan desa. Lagi-lagi dengan didorong oleh kebijakan dari pemerintah pusat. Terlebih sekarang tersedia dana gabungan dari saldo anggaran lebih (SAL) per akhir 2018 sejumlah Rp 175,24 triliun, sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) 2019 sejumlah Rp 46,5 triliun dan SiLPA akhir Februari 2020 sebesar Rp 50,13 triliun. Ini baru dari pemerintah pusat. Jika digabung dengan daerah dan desa, pasti sangat membantu. Setelah membahas ketiga skenario JUJUR-Tanggap Darurat yang mungkin dijalankan dan sumber pendanaannya, perlu dipertimbangkan juga sebuah terobosan berupa penggalangan dana gotong royong rakyat Indonesia untuk menanggung pembiayaan dalam proporsi tertentu. Untuk itulah ketiga skenario ini disebut sebagai Jejaring. Kita asumsikan bahwa skenario pertama  JUJUR-Tanggap Darurat yang dipilih untuk dijalankan, maka ada kebutuhan dana sebesar Rp 488.596.400.000.000. Jika proporsi dana dari negara adalah 60 persen, proporsi dari Dana Gotong Royong Rakyat adalah 40 persen atau sebesar Rp 195.438.560.000.000. Selanjutnya disusun kategori nilai sumbangan rakyat sesuai kemampuan. Data acuan yang dipilih adalah dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai pemilik rekening bank di Indonesia. Berdasarkan data LPS tahun 2019, terdapat sekitar 295.000.000 pemilik rekening bank di Indonesia. Dengan mengelompokkan kategori pemilik saldo rekening dan nilai donasinya dalam empat kategori, bisa dimodelkan dengan cara tertentu. Mari kita asumsikan pemilik saldo lebih besar dari Rp 10 miliar, yang di perkiraan sebanyak 56.500 rekening, akan menyumbang masing-masing Rp 100 juta. Selanjutnya pemilik saldo antara Rp 1 miliar dan Rp 10 miliar, perkiraan berjumlah 508.500 rekening, akan menyumbang masing-masing Rp 10 juta. Pada urutan berikutnya adalah pemilik saldo antara Rp 100 juta dan Rp 1 miliar, perkiraan ada sebanyak 206.104.500 rekening, menyumbang masing-masing Rp 1 juta. Terakhir adalah pemilik saldo di bawah Rp 100 juta, perkiraan sebanyak 88.330.500 rekening yang akan menyumbang masing-masing Rp 100.000. Dari metode ini bisa digalang dari Dana Gotong Royong Rakyat adalah sebesar Rp 225.672.550.000.000. Sanggup untuk membiayai 40 persen kebutuhan dana JUJUR-Tanggap Darurat skenario pertama.     Jika berhasil, setelah krisis akibat pandemi Covid-19 usai, ada pembelajaran yang baik tentang semangat solidaritas dan kebersamaan rakyat Indonesia. Tentu hal ini bisa menjadi modal dasar yang baik menghadapi tantangan bangsa di era kocok ulang (disruption) sebentar lagi yang makin beragam. Membangun kerumunan Semua membutuhkan modal sosial, namanya kepercayaan (trust). Adalah tugas pemerintah untuk membangun kepercayaan itu. Percaya bawa sistem kenegaraan kita bekerja dengan baik, percaya ilmu pengetahuan dan teknologi (bioinformatika) untuk penanganan pandemi bisa mengatasinya serta percaya bahwa modal pertama dan terakhir manusia untuk selamat secara bermartabat adalah kerja sama sesama manusia itu sendiri. Kerja sama antarmanusia ini selalu melahirkan kerumunan. Pada masa lalu kerumunan ini melahirkan tokoh-tokoh. Kerumunan memercayai tokoh itu untuk menyelesaikan masalah kerumunan orang banyak. Entah itu masalah politik, ataupun agama, kebudayaan, ekonomi, dan semacamnya. Kerumunan yang sekarang kita butuhkan bukan jenis ini. Kerumunan yang harus kita buat adalah kerumunan yang saling memercayai sesama untuk menyelesaikan masalah bersama. Kerumunan manusia berdana dan berdaya. Tentu tanpa menghilangkan kepemimpinan politik yang mampu membangun sistem yang bekerja dengan baik. Jika kerumunan jenis kedua bisa lahir di masa pandemi Covid-19 ini, ia akan jadi latihan manusia Indonesia melahirkan  kerumunan jenis ketiga. Ini adalah jenis kerumunan manusia berdata dan berdaya yang mampu mengantisipasi masalah-masalah bersama yang belum ada, tetapi pasti akan ada.   Kita bisa mulai dari Jejaring Uang Jaminan untuk Rakyat-Tanggap Darurat (Jujur-Tanggap Darurat) ini. Budiman Sudjatmiko, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia.