Anak Berkebutuhan Khusus Jamin Hak Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Saat Pandemi Anak berkebutuhan khusus turut terkena dampak pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Hak pendidikannya harus tetap diberikan sesuai kebutuhan setiap anak meski beraktivitas dari rumah. Oleh Dedy Afrianto     Anak berkebutuhan khusus turut terkena dampak pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Hak anak, khususnya pada bidang pendidikan, harus tetap diberikan sesuai kebutuhan setiap anak meski beraktivitas dari rumah. Indonesia memiliki 114.102 anak berkebutuhan khusus yang tengah mengenyam pendidikan formal. Mereka adalah anak dengan berbagai kebutuhan, seperti tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, hingga tunaganda. Kebijakan pembatasan sosial dan jaga jarak fisik yang diterapkan oleh pemerintah sejak Maret lalu turut dirasakan oleh anak berkebutuhan khusus pada daerah di seluruh Indonesia. Sama seperti anak lainnya, aktivitas harian yang dilakukan di luar rumah harus dihentikan dan digantikan dengan beragam kegiatan di rumah. Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi orangtua dan guru untuk memenuhi hak anak selama masa pandemi Covid-19, khususnya pada bidang pendidikan. Strategi khusus dibutuhkan agar semua anak yang tengah mengenyam pendidikan dapat tetap menerima materi pelajaran sesuai kebutuhan. Meski tidak dapat menjalankan pendidikan di sekolah seperti biasa, proses belajar tetap perlu dilakukan dari rumah untuk menjamin terlaksananya pendidikan inklusif. Menurut Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), terdapat beberapa hal yang perlu menjadi catatan khusus untuk mendukung terlaksananya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama masa pandemi Covid-19. Pertama, sama seperti anak di sekolah formal lainnya, informasi yang jelas perlu diberikan kepada anak agar memahami kondisi saat ini. Jangan berikan informasi yang berlebihan karena akan berdampak pada kepanikan anak. Informasi penting seperti menjaga kebersihan, mencuci tangan, hingga menjaga jarak perlu dipahami oleh anak sebelum memulai proses belajar dari rumah.   Setelah anak memahami kondisi saat ini, target pembelajaran perlu ditetapkan dan dipahami bersama antara orangtua dan tenaga pendidik. Target pembelajaran ini dapat menjadi arah yang tepat untuk memberikan materi pembelajaran mengingat kebutuhan setiap anak berbeda. Setelah target pembelajaran ditetapkan, orangtua dan guru dapat berkolaborasi dalam mengembangkan rencana pendidikan sesuai target yang akan dicapai. Dalam tahap ini, peran keluarga sangat dibutuhkan untuk mendorong keberhasilan pendidikan jarak jauh. Pendampingan perlu dilakukan selama proses belajar agar anak tak menghadapi kendala berarti. Orangtua perlu meluangkan waktu selama anak belajar di rumah. Selain untuk memenuhi berbagai kebutuhan selama belajar, proses ini juga dapat digunakan sebagai momen untuk memahami perkembangan anak secara bertahap dalam proses pembelajaran. Orangtua juga perlu mencatat setiap perkembangan yang berhasil dicapai oleh anak selama belajar dari rumah. Catatan ini penting sebagai bahan evaluasi bagi pihak sekolah setelah kegiatan belajar kembali normal. Baca juga : Memahami Anak Penyandang ”Down Syndrome” Teknologi Selain pendampingan, perkembangan teknologi perlu dimanfaatkan selama pembelajaran di rumah sesuai kebutuhan setiap anak. Bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan, misalnya, materi pelajaran dengan audio perlu dipersiapkan. Materi ini bisa diberikan dengan merekam penjelasan dari guru dan memperdengarkannya kepada anak selama masa belajar dari rumah. Sementara bagi anak dengan gangguan pendengaran, materi pelajaran berupa video yang dilengkapi teks atau bahasa isyarat juga dibutuhkan. Video pembelajaran ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pelajaran anak pada setiap jenjang pendidikan.   Orangtua dan guru tentu dituntut untuk mempelajari berbagai teknologi yang dapat membantu proses belajar bagi anak. Kemampuan untuk membuat video, audio, hingga pembelajaran melalui konferensi video harus dikuasai oleh kedua pihak demi membantu anak untuk belajar. Selain pihak sekolah, bahan pelajaran bagi anak berkebutuhan khusus juga perlu disediakan oleh pemerintah yang dapat diakses secara gratis oleh para pelajar, guru, dan orangtua. Ini akan sangat membantu pengayaan materi pelajaran bagi anak berkebutuhan khusus selain mengandalkan materi dari sekolah. Berkaca dari negara lain, pendidikan anak berkebutuhan khusus turut menjadi prioritas selama pandemi Covid-19. Inggris, misalnya, secara resmi melalui laman pemerintah negara tersebut memberikan sejumlah saran berupa sumber daya yang dapat digunakan bagi anak berkebutuhan khusus. Orangtua dapat mengakses dengan mudah jika membutuhkan. Hal serupa juga dilakukan oleh Skotlandia. Melalui laman resmi milik pemerintah, orangtua dapat mengakses beberapa laman yang dapat menunjang kebutuhan anak selama berada di rumah. Putus sekolah Selain bimbingan dan fasilitas, keberlanjutan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus juga perlu menjadi perhatian. Pasalnya, tidak semua anak berkebutuhan khusus dapat mengenyam pendidikan. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada 2017 lalu terdapat 1,6 juta anak berkebutuhan khusus yang terbesar pada daerah-daerah di Indonesia. Dari jumlah itu, hanya 128.510 anak yang menempuh jenjang pendidikan formal di sekolah luar biasa. Sejak tahun 2017 hingga 2019, BPS mencatat putus sekolah masih terjadi pada anak berkebutuhan khusus. Angka putus sekolah pada jenjang pendidikan luar biasa mengalami kenaikan dari 522 anak pada tahun 2017 menjadi 1.909 anak pada tahun 2019. Kondisi ini tentu menjadi lampu kuning bagi Indonesia dalam pelaksanaan pendidikan inklusif. Apalagi, berdasarkan sebaran wilayah, putus sekolah pada anak berkebutuhan khusus terjadi pada 33 provinsi di Indonesia. Jika menilik berdasarkan daerah, Papua dan Sulawesi Tenggara menjadi daerah dengan angka putus sekolah tertinggi di Indonesia. Dari 100 anak berkebutuhan khusus, sebanyak lima anak di antaranya harus putus sekolah di setiap daerah. Putus sekolah tidak hanya dialami oleh pelajar di sekolah swasta, tetapi juga di sekolah negeri. Jika sebelum pandemi Covid-19 terjadi kenaikan angka putus sekolah dibandingkan dua tahun sebelumnya, ini perlu menjadi perhatian. Jangan sampai, pandemi Covid-19 justru memutus minat dan bakat anak-anak berkebutuhan khusus hanya karena hambatan ekonomi keluarga. Bagaimanapun, anak berkebutuhan khusus sama seperti anak lainnya yang masing-masing memiliki kelebihan. Kemampuan khusus yang dimiliki oleh anak harus terus dikembangkan tanpa mengenal batas ruang dan waktu pembelajaran. (LITBANG KOMPAS)