Kreatif Mengajar dalam Keterbatasan Dalam masa pandemi Covid-19 dimana terjadi pembatasan sosial yang pengaruhnya sangat dirasakan pula dalam proses pembelajaran, guru tetap dituntut bekerja secara profesional dan kreatif dalam mendidik peserta didik. Oleh Krispinus Ibu   Dunia tengah panik menghadapi pandemi virus korona (Covid-19). Banyak negara tak siap menghadapi pandemi yang menyebar cepat. Kebijakan pembatasan sosial diberlakukan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan berbagai pertimbangan, Presiden Jokowi memutuskan mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan pembatasan sosial berpengaruh pada bidang pendidikan. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi peserta didik mesti dilaksanakan di dan atau dari rumah. Proses KBM ini merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Sekolah-sekolah, dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi, mulai menerapkan pembelajaran berbasis daring. Ada berbagai aplikasi yang membantu guru untuk melancarkan kegiatan belajar mengajar dimaksud, seperti Zoom meeting, Webex Meeting, dan Youtube Classroom. Guru dituntut untuk memanfaatkan teknologi yang ada demi keberlanjutan penyampaian materi dan kegiatan pembelajaran. Guru dituntut untuk memanfaatkan teknologi yang ada demi keberlanjutan penyampaian materi dan kegiatan pembelajaran. Meski demikian dalam proses pembelajaran berbasis daring ini bukan tanpa kendala. Banyak guru dan peserta didik mengalami kesulitan ketika melakukan pembelajaran secara daring. Masih banyak daerah yang mengalami keterbatasan akses jaringan internet. Untuk mengatasi keterbatasan akses jaringan internet juga bahan pembelajaran daring selama wabah Covid-19, Mendikbud Nadiem Makarim bekerja sama dengan pihak TVRI menginisiasi program ”Belajar dari Rumah”. Menurut Mendikbud, hal ini dilakukan demi meretas keterbatasan karena tantangan ekonomi maupun letak geografis. Program ini juga merupakan respons Kemendikbud terhadap masukan Komisi X DPR RI dalam rapat kerja bertanggal 27 Maret 2020. Konten atau materi yang disajikan dalam program televisi ini berfokus pada peningkatan literasi, numerasi, serta penumbuhan karakter peserta didik   Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri, Gubernur Viktor Laiskodat, dalam surat instruksi nomor 443/100/PK/2020, mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah selama dua pekan, yakni pada 20 Maret hingga 5 April 2020. Namun, karena perkembangan wabah Covid-19, Pemprov NTT mengambil kebijakan memperpanjang masa pembatasan sosial dan belajar dari rumah. Tiga metode pembelajaran Dalam instruksi tersebut, Pemprov NTT menganjurkan tiga metode pembelajaran. Pertama, metode daring. Dalam metode ini, guru diminta menggunakan akses Rumah Belajar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di laman: belajar.kemdikbud.go.id. Kedua, metode offline. Dalam metode ini, guru diminta mengunduh materi-materi ajar dari internet atau rumah belajar dan dibagikan kepada setiap peserta didik sebelum mereka dirumahkan. Tujuannya agar materi-materi ajar dapat dipelajari dan dikerjakan selama pembatasan sosial. Ketiga, metode penugasan secara manual. Dalam metode ini, guru memberikan penugasan secara manual kepada peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar yang ada untuk dikerjakan di rumah masing-masing. Nantinya, tugas ini dikumpulkan pada saat masuk sekolah atau juga pada saat diliburkan dengan cara dikirimkan menggunakan e-mail atau media sosial. Para guru diminta memilih salah satu metode yang dirasa tepat sesuai konteks di mana guru tersebut bertugas. Dengan perkataan lain, guru menggunakan metode yang kontekstual. Intinya, tugas pokok dari guru atau tenaga kependidikan adalah memberikan panduan, tuntunan, dan pengawasan terhadap aktivitas siswa serta melakukan evaluasi atas apa yang telah dibuat. Para guru diminta memilih salah satu metode yang dirasa tepat sesuai konteks di mana guru tersebut bertugas. Mendidik di tengah keterbatasan Dalam situasi apa pun, profesionalitas sorang guru mesti selalu bergema dalam sanubarinya. Konsekuensi etisnya, tugas utama seorang guru seperti yang diamanatkan dalam UU No 14 Tahun 2015, yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik melalui jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dapat tercapai. Dalam bukunya Manajemen Penelitian Guru Untuk Pendidikan Bermutu (2016), P Ratu Ile Tokan menegaskan, menjadi guru profesional sebenarnya bukan hanya sebuah upaya personal, melainkan bagian dari manajemen sumber daya manusia. Dengan demikian, apabila motivasi personal guru bersinergi dengan manajemen sumber daya manusia yang baik, akan terjadi akselerasi peningkatan kualitas SDM guru. Ratu Ile menambahkan, seorang guru dianggap sebagai tenaga profesional, yang memberikan pelayanan intelektual yang spesialis, apabila memenuhi kriteria karakter sebagai berikut: memiliki penguasaan ilmu dan keahlian untuk menerapkannya, memiliki standar keberhasilan yang diukur oleh kesempurnaan melayani, dan memiliki keterampilan untuk menjalankan praktik.   Sebagai seorang guru di Provinsi NTT, penulis mesti menunjukkan profesionalitas tersebut di tengah keterbatasan akibat wabah Covid-19 ini. Sesuai instruksi pemerintah, peserta didik yang ada di sekolah di mana penulis mengabdi, di SMAS Seminari San Dominggo Hokeng, juga belajar dari rumah. Seperti yang sudah penulis gambarkan sebelumnya, Pemprov NTT menganjurkan tiga metode belajar yang hendak dipakai di tengah situasi wabah virus korona. Kendala metode daring Kegiatan belajar mengajar dengan metode daring tidak bisa dilaksanakan di sekolah di mana penulis mengabdikan diri sebagai seorang guru muda. Ada beberapa alasan, di antaranya: pertama, 40 persen peserta didik berasal dari daerah yang tidak memiliki akses internet dan tidak mempunyai fasilitas, seperti laptop atau telepon seluler bertipe android yang bisa mengakses internet. Kendala geografis dan ekonomi ini mengakibatkan guru dan peserta didik tidak bisa melaksanakan proses pembelajaran daring. Kedua, ada beberapa guru senior yang mengalami kesulitan dalam mengoperasikan fitur/aplikasi yang ada di telepon seluler atau laptop mereka untuk melaksanakan pembelajaran daring. Kelompok guru ini mengalami situasi gagap teknologi. Meski demikian, alasan logis yang mereka utarakan adalah belum ada panduan khusus (tutorial) tentang penggunaan aplikasi yang memudahkan mereka untuk melaksanakan pembelajaran daring. Sebagai seorang guru di Provinsi NTT, penulis mesti menunjukkan profesionalitas tersebut di tengah keterbatasan akibat wabah Covid-19 ini. Ketiga, sekitar 25 persen peserta didik berasal dari daerah yang belum dijangkau listrik. Dengan itu, pertanyaannya,  bagaimana mungkin pembelajaran daring dapat berjalan jika mereka mengalami kesulitan untuk menghidupkan laptop atau telepon seluler apabila proses pembelajaran daring berlangsung? Kesimpulan yang dapat ditarik dari tiga alasan itu adalah pembelajaran online sulit dilaksanakan di sekolah kami. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menggabungkan dua metode terakhir dari tiga metode yang dianjurkan Pemprov NTT. Pertama-tama, penulis memanfaatkan aplikasi Facebook (fb) untuk mencari akun fb milik peserta didik. Sesudah itu, penulis menghubungi peserta didik yang sudah terkonfirmasi pertemanannya dan meminta nomor WhatsApp (WA) dari peserta didik tersebut. Penulis mulai berkontak dengan peserta didik yang pertama dan memintanya memberikan nomor WA dari teman-teman kelasnya yang lain. Sesudah itu, penulis membuat grup WA. Penulis memberikan instruksi kepada peserta didik yang tergabung dalam grup untuk memberikan informasi mengenai tugas atau materi yang diberikan kepada peserta didik lain yang tidak tergabung dalam grup, entah secara lisan atau melalui pesan singkat (SMS). Kegiatan belajar mengajar dengan metode daring tidak bisa dilaksanakan di sekolah di mana penulis mengabdikan diri sebagai seorang guru muda. Sesuai pengalaman mengajar dari penulis, peserta didik milenial adalah peserta didik yang masuk dalam kategori generasi yang cepat bosan. Guru mesti kreatif dalam memberikan pelajaran di kelas. Jika tidak, peserta didik akan mengantuk di kelas tanpa memedulikan guru yang sedang mengajar. Untuk membantu peserta didik agar tidak bosan dengan materi yang diberikan, penulis memanfaatkan dua aplikasi editing video: aplikasi AVS Video Editor yang ada di laptop dan aplikasi KineMaster-KM Premiere Pro v2 yang ada di handphone android. Materi yang sudah diunduh dari internet diedit dalam aplikasi AVS atau Kine Master tersebut. Setelah selesai mengedit dan mengekspor video materi pembelajaran tersebut, penulis pun mengirimkannya kepada peserta didik melalui grup WA yang sudah dibuat.   Peserta didik diharapkan memberikan feedback atas materi yang telah diberikan. Sejauh ini, hasil yang diperoleh adalah para peserta didik memberikan apresiasi atas pembuatan video pembelajaran yang menarik dan mereka pun memahami dengan baik materi yang diberikan dalam bentuk video tersebut. Selain materi ajar, tugas juga diberikan kepada peserta didik. Tugas ini awalnya diketik menggunakan Microsoft Word. Untuk membantu peserta didik yang memiliki telepon seluler tetapi tidak memiliki fitur android, tugas ini dicetak lalu difoto menggunakan kamera telepon genggam. Sesudah itu, tugas pun dikirim kepada peserta didik melalui grup WA. Peserta didik yang tergabung dalam grup diminta mengunduh tugas tersebut dalam bentuk MS Word atau foto yang sudah diunggah di grup tersebut. Adapun tenggat pengumpulan tugas adalah dua minggu setelah tugas diberikan. Sejauh ini, penulis memberikan tugas dalam bentuk paper dengan jumlah halaman 3-5 halaman kertas folio bergaris. Untuk menghindari plagiasi dari internet, ketentuan penulisan paper adalah ditulis dengan tangan dan mencantumkan daftar pustaka di bagian akhir tulisan. Pengumpulan dan pengiriman tugas bisa dilakukan melalui WA grup yang sebelumnya sudah dibentuk; atau melalui kantor pos bagi siswa yang tidak memiliki telepon genggam; atau memiliki telepon genggam tetapi tidak menggunakan sistem android; atau bisa mengumpulkan secara langsung di kediaman penulis bagi siswa yang tempat tinggalnya tidak jauh dari penulis. Untuk menghindari plagiasi dari internet, ketentuan penulisan paper adalah ditulis dengan tangan dan mencantumkan daftar pustaka di bagian akhir tulisan. Meskipun proses dan dinamika di atas terasa rumit, hal ini mesti dilakukan. Sejauh ini meskipun ada kendala yang dihadapi yang berakibat pada mandeknya kegiatan pembelajaran, seperti pengumpulan tugas yang terlambat karena kendala transportasi dari tempat tinggal ke kota untuk menjangkau kantor pos atau karena jaringan internet yang lelet), pada akhirnya sebagai guru, penulis mesti memaklumi situasi tersebut. (Krispinus Ibu Guru di SMAS Seminari San Dominggo Hokeng, Flores; Alumnus STFK Ledalero, Maumere)