AddThis Sharing Buttons JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri pada Mei 2016 mencapai US$314,3 miliar lebih rendah dari posisi pada bulan sebelumnya terpengaruh pembayaran pinjaman swasta yang dilakukan lebih dini pada awal tahun. Posisi utang luar negeri pada bulan kelima tahun ini masih lebih tinggi 3,7% dibandingkan dengan posisi Mei tahun lalu. Posisi utang luar negeri sektor swasta tercatat sebesar US$163,6 miliar sedangkan posisi sektor publik sebesar US$150,7 miliar. Utang sektor swasta mengalami penurunan 3,5% (year-on-year/ yoy) pada Mei 2016 setelah pada bulan sebelumnya turun 1,2%, sementara pinjaman sektor publik tumbuh 12,8% atau melambat dari bulan sebelumnya 15,7%. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa posisi utang luar negeri hingga Mei 2016 masih terkendali. Dia melanjutkan Bank Sentral belum melihat adanya sisi yang memerlukan perhatian khusus dan pengaruhnya ke ketahanan ekonomi domestik. Dia menjelaskan nilai utang luar negeri dari sektor swasta turun karena pengusaha cenderung membayar pada paruh pertama tahun ini. Menurut dia, penurunan utang luar negeri tersebut bukan mencerminkan lesunya kegiatan usaha. Perry menilai pengusaha cukup rasional dengan membayar utang pada awal tahun, termasuk membayar kredit lebih awal ke bank dalam negeri. “Jadi postur dari utang luar ne geri kita lebih sehat dalam arti menengah panjang. Mereka lebih banyak investasi, jangka panjang, dan sedikit untuk yang jangka pendek,” ucapnya, di Jakarta, Selasa (19/7). Dalam laporan BI bertajuk Statistik Utang Luar Negeri Indonesia edisi Juli 2016 disebutkan posisi utang luar negeri masih didominasi oleh utang jangka panjang senilai US$275,5 miliar kendati mengalami perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan utang jangka panjang pada Mei 2016 tumbuh 6,0% (y-o-y) atau lebih rendah di bandingkan pertumbuhan April 2016 sebesar 8,3% (y-o-y). Utang luar negeri berjangka pendek tercatat US$38,8 miliar atau turun 10,1% (y-o-y). Namun, penurunan lebih dalam terjadi pada April 2016 yang tumbuh 6,2% (y-o-y). CADANGAN DEVISA Sementara itu, utang luar negeri swasta pada akhir Mei 2016 lebih terkonsentrasi di sektor ke uangan, industri pengolahan, per tambangan, serta listrik, gas, dan air bersih yang keseluruhannya mencapai 76,2% terhadap total utang luar negeri swasta. Pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor pertambangan dan sektor keuangan mengalami kontraksi yang lebih dalam. Dalam laporan tersebut juga disebutkan cadangan devisa mencapai US$107,5 miliar pada kuartal I/2016 lebih rendah dari posisi pada periode yang sama tahun lalu US$111,5 miliar. Namun, dalam laporan lainnya BI menyebutkan nilai cadangan devisa pada akhir Mei US$103,6 miliar dan 30 Juni menyentuh US$109,8 miliar terpengaruh sentimen kebijakan pengampunan pajak. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan perlambatan pertumbuhan utang luar negeri secara umum akan mendorong sentimen positif bagi nilai tukar rupiah. Kendati masih cukup sehat, dia menilai besarnya utang luar negeri jangka pendek yang mencapai US$38,8 miliar atau 35,34% dari cadangan devisa sebesar $109,79 miliar dan dominasi utang luar negeri swasta sebesar 52,1% dapat membuat fluktuasi pada nilai tukar jika tidak dikelola secara tepat. “Ini terutama terkait dengan per kembangan indikator fundamen tal ekonomi domestik dan global, kalau indikator domestik mem baik maka risiko fluktuasi nilai tukar akan berkurang,” ucapnya. Pertumbuhan utang luar negeri sektor publik yang meskipun melambat menjadi 12,8%, tetapi masih double digit menunjukkan masih agresifnya pemerintah mencari pendanaan dari utang.