OlehTIM KOMPAS   JAKARTA, KOMPAS — Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2020 ini diperingati di tengah pandemi Covid-19. Untuk menghambat laju penularan penyakit itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh di sekolah. Momen ini sekaligus mendorong pendidikan Indonesia untuk lebih cepat memasuki era baru yang mengandalkan teknologi internet. Laporan dari sejumlah daerah di Nusantara menunjukkan, penerapan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) belum berjalan optimal, terutama di daerah pelosok dengan teknologi dan jaringan internet terbatas. Kesiapan infrastruktur sekolah, kemampuan guru mengajar dalam jaringan (daring), serta ketersediaan ponsel pintar yang memadai untuk menjalankan aplikasi belajar daring, juga menjadi persoalan lain dalam penerapan PJJ. Meski banyak keterbatasan, sekolah-sekolah berusaha menjalankan PJJ. Kini para guru dan siswa semakin mengenal dan menggunakan teknologi aplikasi untuk belajar jarak jauh. Sebut saja, antara lain,  Whatsapp Group, Zoom Cloud Meeting, Google Classroom, Google Form, dan e-mail. Para guru dan siswa memanfaatkan berbagai layanan itu sesuai dengan kondisi masing-masing. ”Untuk belajar di masa darurat ini, tujuan utamanya adalah pengganti hak dasar siswa untuk belajar di sekolah,” kata Burhanuddin, guru fisika yang juga Wakil Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Mataram, Nusa Tenggara Barat, saat dihubungi, Jumat (1/5/2020). Kepala SD Negeri 238 Palembang Niswaini Corie menerangkan, semua wali murid, siswa, dan guru telah diajak untuk melakukan proses belajar-mengajar di rumah secara daring. ”Sampai saat ini, proses pembelajaran hanya melalui pengawasan dari grup Whatsapp, belum menggunakan aplikasi lainnya,” katanya. Kebijakan itu diambil lantaran tak semua siswa dan guru memiliki teknologi yang memadai. Belum lagi masalah sinyal yang tidak stabil. Tak hanya itu, beberapa daerah bahkan mengembangkan aplikasi khusus. Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Flores Timur, yang juga guru SMP Sanctisima Trinitas Hokeng, Flores Timur, Damsianus Tukan mengatakan, terkait pandemi Covid-19 ini, IGI Flores Timur bekerja sama dengan dinas pendidikan dan olahraga meluncurkan sistem pembelajaran virtual melalui webinar IGI Flores Timur yang dikemas dalam aplikasi Bel Flores Timur. Ketika aplikasi ini diaktifkan akan diuji coba pada siswa SMP dan SMA. Kurikulum 2013 yang selama ini diterapkan juga disesuaikan dengan sistem belajar dalam jaringan. Sebagai contoh, Kepala SMA Negeri 9 Yogyakarta Jumadi mengungkapkan, para guru mengurangi beban kurikulum. Dari 9-10 mata pelajaran sehari, kini dipangkas menjadi tiga pelajaran. Waktu belajar juga diperpendek menjadi lima jam, yaitu pukul 08.00-13.00. ”Setelah itu, pembinaan diserahkan kepada orangtua,” katanya saat dihubungi, Jumat (1/5/2020). Baca juga: Optimalkan Pelaksanaan Belajar Jarak Jauh Penyesuaian kurikulum Kenyataan yang terjadi di lapangan tersebut menuntut pemerintah untuk mengembangkan kurikulum baru yang lebih sesuai dengan tantangan pembelajaran masa Covid-19 yang kemungkinan bakal panjang, serta pascapandemi berakhir. Langkah ini perlu segera diambil karena sebagian sekolah masih mengacu pada target Kurikulum 2013, padahal situasi telah berubah. Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan, sebagian besar guru mengejar kurikulum standar. Dari 602 guru yang menjadi responden survei, 53 persen di antaranya akan menyelesaikan target kurikulum sesuai rencana. Hanya 22,6 persen yang tidak menargetkan ketercapaian kurikulum. Selain itu, masih ada guru yang juga menerapkan jam pembelajaran sesuai jadwal normal (28,9 persen). Sejumlah guru juga sekadar memberikan tugas kepada siswa (29,6 persen). Tugas itu pun mengacu pada buku paket atau lembar kerja siswa. Temuan survei itu menyimpang dari semangat Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020. Surat itu, antara lain, menyebutkan pembelajaran jarak jauh untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa tanpa terbebani tuntutan menuntaskan pencapaian kurikulum untuk kenaikan kelas ataupun kelulusan. ”Dalam kondisi sekarang, Kurikulum 2013 tidak bisa menjawab tantangan ini. Kami ingin Kurikulum 2013 yang adaptif,” kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim. Adaptasi itu, antara lain, jika pada hari normal guru bisa menggelar minimal-maksimal pertemuan untuk berdialog dengan siswa, kini ukuran disesuaikan. Selama PJJ, dimungkinkan perampingan atau integrasi materi ajar. Misalnya, mata pelajaran satu rumpun dapat disinergikan, lalu diajarkan saat bersamaan. Satriwan mengusulkan perubahan terkait empat dari delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, proses, penilaian pendidikan, dan kompetensi kelulusan. Struktur materi (isi) Kurikulum 2013 yang padat harus dilonggarkan, disesuaikan dengan kondisi guru dan siswa yang belum ideal untuk pembelajaran jarak jauh. Dari segi standar proses, pengintegrasian proses pembelajaran antarmata pelajaran serumpun, terutama dalam pemberian tugas, akan meringankan siswa dan guru. ”Bagaimana pula dengan SMK yang butuh laboratorium atau ruang praktik khusus. Terkait penilaian, bagaimana menilai sikap dalam pembelajaran jarak jauh secara daring?” kata Satriwan. Hal senada diungkapkan komisioner KPAI, Retno Listyarti. Kurikulum sekarang perlu disisir untuk menemukan bagian-bagian yang penting dan mesti dipenuhi. Belajar lebih fokus pada materi yang penting sehingga beban kurikulum pada guru dan siswa terkurangi. ”Jangan jejali anak-anak dengan kurikulum berat,” ujarnya. Peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, pun mengatakan, harus ada fleksibilitas dalam kurikulum selama pandemi Covid-19. ”Saat normal saja, Kurikulum 2013 tidak optimal di sekolah-sekolah di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan), apalagi sekarang,” ujarnya. Baca juga: Survei KPAI: Siswa Tidak Bahagia dengan Pembelajaran Jarak Jauh Era baru Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Smart Learning and Character Center Richardus Eko Indrajit mengungkapkan, PGRI berusaha meningkatkan kapabilitas dan literasi guru agar siap menghadapi teknologi digital. Salah satu konsep pelatihan yang sedang dikembangkan adalah pedagogi siber. ”Teknologi digital membuat terjadinya konvergensi antara pendidikan formal, nonformal, dan informal sehingga setiap negara harus mampu beradaptasi. Setelah pandemi berakhir, akan ada normal baru, yakni peran teknologi informasi bagi dunia pendidikan semakin signifikan,” tuturnya. Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Bali Margiyanto mengatakan, PJJ saat pandemi mendorong para guru beradaptasi dengan teknologi. Guru-guru yang tergabung di IGI kini semakin memperkuat model pembelajaran berbasis STEAM (science, technology, engineering, art and mathematics) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. ”Kesiapan guru-guru kini diuji dan dapat dipraktikkan dalam situasi (pandemi penyakit Covid-19) seperti sekarang,” katanya. Head of Curriculum NUADU Frahel Theodora, saat menghadiri diskusi virtual Pintek EduTalk di Jakarta, Kamis (30/4/2020), menuturkan, tantangan transformasi digital pendidikan tergantung pada pengembangan mental sumber daya manusia. Berbagai solusi teknologi pendukung kegiatan belajar melimpah, tetapi guru dan sekolah terlanjur terbiasa dengan model tatap muka. ”Sebagian guru gagap memakai teknologi,” tutur Frahel. Tantangan lain adalah ketersediaan dana dan infrastruktur internet. Persoalan itu terjadi di dalam dan luar negeri. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Awaluddin Tjalla mengatakan, guru dan kepala sekolah perlu menyusun program kegiatan pembelajaran harian dan mingguan. Program itu perlu dilengkapi dengan strategi distribusi dengan berbagai media. (SON/MED/DNA/IKA/SYA/HRS/NCA/DIT/MEL/RTG/ZAK/RAM/KOR/COK) Baca juga: Imbauan Pembelajaran Jarak Jauh Perlu Solusi Konkret dari Pemerintah