Bekas gubernur Gorontalo Fadel Muhammad terseret kasus suap perusahaan tambang emas PT One Asia Resources. Politisi Partai Golkar itu pun dipanggil penyidik Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan.   Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus telah menjadwalkan pemeriksaan Fadel Muhammad pada 15 Juni lalu. Namun bekas Menteri Kelautan dan Perikanan itu tak hadir. Alasannya belum menerima surat panggilan dari Bareskrim. Penyidik lalu melayangkan surat panggilan kedua. Isinya meminta Fadel untuk datang ke Bareskrim pada 22 Juni guna menjalani pemeriksaan. Kali ini Fadel memenuhi panggilan penyidik. "Beliau me­menuhi panggilan. Namun me­minta untuk diundur karena ada rapat di DPR," kata Wiyagus. Penjadwalan ulang pemerik­saan dilakukan jeda seminggu dari pemanggilan sebelumnya. Kemarin (29/6), penyidik belum juga melakukan pemeriksaan terhadap Fadel. Wiyagus tak menjelaskan alasan penyidik belum juga melakukan pemeriksaan terh­adap Fadel. "Sebelum Lebaran, kita harapkan sudah ada pemer­iksaan," kata bekas penyidik KPKitu. Ketika dikonfirmasi Rakyat Merdeka kemarin, Fadel mengakui tidak menghadiri panggilan pemeriksaan pada tanggal 15 Juni. "Saya tidak tahu (ada panggilan), saya sudah bilang (ke penyidik)," katanya. Fadel juga mengakui datang memenuhi panggilan kedua pada 22 Juni. Namun dia tak menjelaskan alasan menolak diperiksa pada hari itu. Ketika diminta tanggapan mengenai rencana penyidik Bareskrim yang akan memer­iksa dalam waktu dekat, Fadel mengatakan, "Katanya sudah tidak perlu lagi." Dalam kasus suap ini, penyidik Bareskrim telah menetap­kan seorang tersangka yakni Lisna Alamri. Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani Marisa itu ditetapkan sebagai tersangka sejak 2015 lalu. Wiyagus ketika ditanya mengenai perkembangan penyidikan perkara tersangka Lisna, mengatakan masih dikem­bangkan dengan pemanggilan saksi-saksi. Lisna ditetapkan sebagai ter­sangka karena menerima suap dari PT One Asia Resource. KUD Dharma Tani Marisa adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk pengem­bangan proyek Pan IGold. Izin itu dikeluarkan pada 2003 ketika Fadel menjabat gu­bernur Gorontalo. KUD Dharma Tani Marisa mendapat konsesi tambang emas di Kabupaten Pohuwatu, Gorontalo seluas 100 hektare. Untuk melakukan penambangan emas, KUD Dharma Tani Marisa bekerja sama dengan PT One Asia Resources. Sebelum terjerat kasus suap ini, Lisna pernah tersandung perkara penyalahgunaan narko­tika. Kader Partai Golkar itu pun dicopot dari keanggotaan DPRD Provinsi Gorontalo. Kilas Balik Dapat Konsesi Tambang Emas, KUD Gandeng Perusahaan Swasta Bekas gubernur Gorontalo Fadel Muhammad mengakui menunjuk Koperasi Unit Desa (KUD) Dharma Tani Marisa untuk mengembangkan proyek tambang emas Pan IGold pada tahun 2003. "Ya saya yang setujui itu," katanya kepada wartawan 20 Juni lalu. Fadel mengaku baru tahu belakangan jika koperasi yang diketuaiLisna Alamri itu ber­masalah. Ia tak tahu jika Lisna menerima suap dari PTOne Asia Resources yang digandeng KUD Dharma Tani Marisa untuk menggarap tambang emas. Bukan kali ini saja Fadel berurusan dengan penegak hu­kum terkait kasus korupsi di Gorontalo, provinsi yang pernah dipimpinnya. Fadel sempat diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo dalam perkara tindak pidana ko­rupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2004 senilai Rp 3 miliar. Pada kasus itu, Kejati Gorontalo menetapkan dua tersangka yaitu Thamrin Podungge dan Suparman Suparja. Fadel pun ikut diperiksa dalam perkara ini selama tiga jam. Pemeriksaan dilakukan di ruang kotak di gedung Kejati Gorontalo. Fadel yang datang mengenakan setelan kemeja batik lengan panjang hitam-putih ketika itu tak didampingi pengacara. Usai pemeriksaan, Fadel men­jelaskan, dirinya ditanya soal perkara bekas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Thamrin Podungge yang sudah bertatus terpidana. Ia juga men­jelaskan pemeriksaan ini adalah kali kedua untuk perkara yang sama. "Dulu kan saya diperiksa sebagai saksi. Namun, kali ini masih ada lagi keterangan yang mereka minta," ujarnya. Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo saat itu, Herman Koedoeboen menjelaskan, pihaknya melakukan penyidikan lanjutan kasus ini setelah keluar putusan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, MA meminta penegak hukum untuk menyeret pihak lain yang terlibat dalam perkara ini. MA menilai tanggung jawab hukum dalam perkara tersebut tidak hanya ditimpakan kepada Thamrin dan Suparja. Ada pihak lain juga harus menanggungnya. "Ini merupakan tindaklanjutdari pada pertimbangan hukum dan fakta yuridis dari putu­san MA berkaitan dengan tindak pidana dua terpidana yakni Thamrin Podungge dan Suparman Suparja," sebut Herman. Herman tidak menyebut siapa nama pihak lain yang jadi target penyidikan Kejati Gorontalo. Ia hanya menyebut, pihak lain itu berkaitan langsung dengan proyek pengadaan alkes ta­hun 2004 di Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Proyek itu ditujukan untuk dua rumah sakit yaitu RSUD Kabupaten Boalemo dan RSUD Kabupaten Pohuwato. "Permintaan keterangan ter­hadap Pak Fadel Muhammad yakni kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Gorontalo pada waktu itu. Dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan tertinggi di daerah terhadap metoda pelaksanaan proyek itu," kata Herman. Herman menjamin pemerik­saan terhadap Fadel tidak ber­muatan politis. Dia menekankan, pemeriksaan lanjutan semata-mata dilakukan atas dasar pertan­yaan KPK pada Kejati Gorontalo tentang sejauh mana tindak lanjut pengusutan kasus itu. Sebelumnya, Fadel juga sem­pat diperiksa Kejati Gorontalo dalam perkara perkara korupsi dana sisa anggaran Pemprov Gorontalo tahun 2001 sebesar Rp 5,4 miliar. Ia diperiksa se­bagai saksi. Pada pemeriksaan tersebut, Fadel diminta menjawab 28 pertanyaan. Antara lain terkait perannya sebagai gubernur yang turut menandatangani surat kes­epakatan bersama (SKB) soal pencairan anggaran untuk mo­bilisasi 45 anggota DPRD pada periode tersebut. "Saya datang untuk memenuhi panggilan Kejati, ini kasus lama dan sebe­narnya sudah tuntas," kata Fadel di Kejati Gorontalo ketika itu. Usai menjalani pemeriksaan, Fadel pun mengaku akan lang­sung kembali ke Jakarta. ***