Awan gelap yang menghinggapi industri pengolahan pada 2020 diyakini terangkat pada 2021. Optimisme terhadap perbaikan ekonomi nasional seiring dengan vaksinasi Covid-19 yang akan mulai berlangsung pada tahun ini menjadi katalis utama. P ada 2020, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan industri pengolahan nonmigas terkontraksi 2,22% setelah pada tahun sebelumnya mencetak pertumbuhan 4,34%. Dari 23 subsektor manufaktur, hanya enam subsektor saja yang diperkirakan tumbuh positif pada tahun ini.  Untuk tahun ini, pertumbuhan industri tersebut diperkirakan kembali ke jalur positif. Seluruh subsektor manufaktur digadang-gadang kembali bergairah.  “Dengan asumsi pandemi sudah bisa dikendalikan dan aktivitas ekonomi sudah bisa kembali pulih, kami memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada 2021 akan tumbuh 3,95%,” tutur Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, baru-baru ini. Setidaknya, ada tiga subsektor yang diramalkan mencatatkan akselerasi pertumbuhan ciamik pada 2021, yakni industri makanan, minuman, dan kertas dan barang dari kertas.  Berdasarkan data Kemenperin, industri minuman, misalnya, dapat tumbuh 4,39% secara tahunan pada 2021, sedangkan realisasi pertumbuhan sepanjang 2020 diprediksi -2,5% secara tahunan.  Selain itu, Agus memberikan penekanan khusus pada beberapa sektor manufaktur, seperti industri farmasi, produk obat, kimia, obat tradisional, bahan kimia, barang dari bahan kimia, logam dasar, dan makanan Optimisme pemerintah tersebut sejalan dengan investasi pada industri pengolahan nonmigas yang masih tumbuh positif. Pasalnya, kendati pertumbuhan PDB diproyeksikan terkontraksi 2,22% pada 2020, nilai investasinya justru tetap meningkat dan berpotensi melonjak tahun ini. Sepanjang 2020, nilai investasi industri pengolahan nonmigas diperkirakan mencapai Rp265,28 triliun atau naik 24,48% dari realisasi investasi pada 2019 senilai Rp213,11 triliun. Pada tahun ini, investasi diproyeksikan naik 21,97% menjadi Rp323,56 triliun. “Kondisi pandemi Covid-19 tampaknya tidak banyak memengaruhi investasi di Indonesia. Dampaknya sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara,” ujar Agus. Alhasil, kekuatan Indonesia dari sisi investasi di tengah pandemi Covid-19 tersebut sejatinya menjadi modal penting bagi sektor manufaktur untuk berakselerasi pada tahun ini. Harapan besar pemerintah tersebut nampaknya selaras dengan asa para pelaku usaha di sektor manufaktur. Pemulihan yang sudah berlangsung pada akhir 2020 diyakini berlanjut pada tahun ini. Di industri keramik, misalnya, pemulihan bakal terjadi lebih cepat. Di samping perekonomian nasional secara umum telah membaik, sejumlah insentif dari pemerintah turut menjadi angin segar bagi pebisnis Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, faktor-faktor yang mendukung pemulihan industri keramik lebih cepat saat ini di antaranya stimulus penurunan harga gas tertentu dan pemberlakuan safeguard untuk produk impor China, India, dan Vietnam. “Hal itu juga sebagai peningkatan daya saing industri serta penguatan industri keramik terhadap ancaman produk impor yang sangat dirasakan manfaatnya di mana kebijakankebijakan tersebut sangat tepat sasaran dan tepat waktu,” katanya kepada Bisnis Edy mengungkapkan, per akhir November 2020, utilisasi produksi nasional sudah bisa meningkat ke angka 65% atau sama seperti masa prapandemi. Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan, pelaku industri makanan dan minuman sangat optimistis melihat proyeksi pertumbuhan 2021.   “Saya yakin pada 2021 [pelaku industri dan konsumen] akan lebih berani lagi, apalagi ditambah dengan vaksinasi Covid-19 gratis yang dijamin oleh pemerintah,” ujarnya. TETAP WASPADA Namun, meskipun industri pengolahan diliputi optimisme dalam menatap 2021, sejumlah tantangan masih perlu dihadapi oleh para pelaku usaha. Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) Michael Susanto Pardi mengatakan, kendati pertumbuhan industri manufaktur akan kembali ke jalur positif, masih cukup berat untuk menyamai pencapaian pada tahun-tahun sebelum terjadi pandemi. Menurutnya, ada sejumlah kunci pendorong untuk pertumbuhan pada 2021. Namun, yang paling penting adalah efektifi tas vaksin.  “Menurut saya, kalau kasus Covid-19 bisa turun, ekonomi akan rebound dengan cepat,” tuturnya kepada Bisnis.  Dia menegaskan, pemerintah dan industri tetap perlu melakukan langkah-langkah antisipasi apabila kondisi berjalan tidak sesuai rencana semula. “Adaptif adalah kata kunci.” Pentingnya penanganan pandemi Covid-19 sebagai kunci pemulihan sektor manufaktur juga berkali-kali diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani. Menurutnya, tanpa penanganan yang baik, pertumbuhan ekonomi, termasuk industri pengolahan, akan sulit terkerek. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics(CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, optimisme pemerintah dan pelaku usaha manufaktur sangat wajar dan beralasan. Proyeksi pertumbuhan industri pengolahan sebesar 3,95% pun dianggap masih mampu dicapai meskipun besarannya tergolong sangat optimistis. Alasannya, hingga kuartal I/2021, tren pertumbuhan diperkirakan masih berada pada zona negatif. “Yang memungkinkan sebetulnya di [kisaran] 3%, tapi masih memungkinakn di 3,95%,” katanya kepada Bisnis. Yang pasti, jalan pemulihan bagi sektor manufaktur memang masih panjang dan tidak mudah. Namun, berkaca pada optimisme pemerintah dan pebisnis, tampaknya tidak terlalu berlebihan jika 2021 menjadi sebagai tahun kebangkitan.