Pendidikan Jati Diri Peta Jalan Pendidikan Pendidikan nasional harus mampu membentuk jalma kang utama pada generasi Indonesia Emas yang modern futuristik, tetapi tetap mempunyai roh dan jati diri bangsa Indonesia, dengan berakar kuat pada budaya luhur Nusantara. Oleh KI CAHYONO AGUS 18 Desember 2020 06:00 WIB · 4 menit baca           Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyusun peta jalan pendidikan Indonesia 2020-2035 yang modern, sistematis, terstruktur, berbasis kondisi saat ini, dan bervisi futuristik. Meski demikian, peta jalan ini justru menghilangkan jejak langkah, jati diri bangsa, dan nilai historis. Masih terasa kekosongan jiwa, tak ada roh dan akar unggulan budaya, religi, Nusantara, dan jiwa perjuangan kebangsaan. Pascareformasi, tidak ada lagi Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai acuan kebijakan jangka menengah-panjang sehingga berkesan ganti menteri juga ganti kebijakan. Baca juga : Mengapa Pendidikan di Indonesia Sulit Maju Pemerintah tampaknya tak percaya diri dengan modal sosial dan konsep-konsep yang sudah berkembang lama di Indonesia. Lompatan Pendidikan 4.0 yang diselaraskan dengan Revolusi Industri 4.0 telah dipercepat dengan adanya pembelajaran jarak jauh karena pandemi Covid-19. Pemerintah tampaknya tak percaya diri dengan modal sosial dan konsep-konsep yang sudah berkembang lama di Indonesia. Ini dicirikan dengan pembelajaran daring, kecerdasan buatan, big data, otomatisasi, robotik, jarak jauh, mobile, gim, interaktif, futuristik, masa depan. Pendidikan juga masih cenderung diperlakukan sebagaimana pabrik, industri, bisnis, sehingga insan pendidikan seutuhnya yang bersifat hidup menjadi cenderung impersonal; egosentris; kehilangan nilai jiwa sosial, budaya, dan kemanusiaan. Peta jalan ditulis dalam bentuk Power Point yang ringkas dan mudah dipahami, tetapi tidak dilengkapi dengan naskah akademik dan rincian pembahasannya. Visi Pendidikan Indonesia untuk menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila sama sekali tak ditindaklanjuti lebih rinci dengan arahan perencanaan strategis (renstra), rencana operasional (renop), dan mekanisme untuk mencapainya karena lebih menyampaikan uraian; platform; contoh baik; serta indikator kuantitatif, modern, dan futuristik dari luar negeri. Baca juga : Ketertinggalan Akademik Siswa Indonesia di Kancah Dunia Kesalahan dalam perencanaan dan proses pendidikan dapat dengan secara cepat mendapatkan karma buruk dan kerusakan modal sumber daya manusia (SDM) dan modal sosial bangsa. Sementara usaha terstruktur dan tersistem tak bisa instan memberikan hasil karena butuh waktu panjang, perlu fokus dan sungguh-sungguh. Pendidikan harus mampu memfasilitasi terciptanya peradaban baru unggul yang menghasilkan insan manusia yang utama, yang berasaskan rasa ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, dan keadilan; dengan mengandalkan modal dasar kebudayaan dan pendidikan. Kehilangan jati diri bangsa Konsep peta jalan masa depan dan Merdeka Belajar yang diusulkan masih kental mengacu dan mengunggulkan konsep futuristik modern luar negeri, tetapi tak memperhatikan histori rekam jejak dan peta jalan pendidikan yang pernah dilampaui sejak belum zaman merdeka. Dengan demikian, justru kehilangan jati diri bangsa; tak mengacu, apalagi mengakar kuat, pada budaya unggulan dan norma yang berkembang pada masyarakat sejak lama. Jejak langkah seabad kiprah Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan sejak tahun 1912, Tamansiswa oleh Ki Hadjar Dewantara tahun 1922, dan Nahdlatul Ulama oleh KH Hasyim Ashari tahun 1926 tak terlalu jadi pertimbangkan, apalagi acuan penting, bahkan cenderung diabaikan. Baca juga : Belajar dari PISA Pendidikan jiwa merdeka oleh Ki Hadjar Dewantara untuk menggembleng mental bangsa juga diikuti swadisiplin yang bertanggung jawab, ikut membina hidup tertib damai, salam dan bahagia. Setiap anak punya bakat, talent dan unggulan kas, berbeda dengan lainnya. Tak ada seorang pun punya karakter khusus yang sama. Bukan memulai kompilasi contoh keberhasilan mancanegara dari awal lagi. Untuk itu, perlu dididik dengan Sistem Among agar berkembang mandiri, mampu menentukan nasib sendiri, tidak tergantung perintah, atas kekuatan sendiri, cakap secara tertib, dan berkontribusi nyata terhadap kesejahteraan alam semesta. Baca juga : Masa Depan Pendidikan Tinggi dan Universitas Kemunduran seabad Ki Hadjar Dewantara telah mengembangkan pendidikan kebangsaan berbasis budaya lokal sendiri dengan proses akulturasi seni permainan (Frobel), panca indera dan kemerdekaan (Montessori), wirama (Stiener), seni musik dan tari (Dalcroze), serta seni dan alam lingkungan (Tagore) sejak seabad lalu. Pendidikan merdeka bertanggung jawab telah dikembangkan Ki Hadjar Dewantara sejak puluhan tahun sebelum RI merdeka. Dengan tetap menggelorakan jiwa kebangsaan, berakar kuat pada budaya luhur bangsa, dan mengakulturasikan sistem pendidikan unggulan dunia. Baca juga : Solusi untuk Pendidikan Kalau sekarang pemerintah masih belanja masalah pendidikan masa depan dari mancanegara dan memformulasi kebijakan pendidikan nasional mulai dari awal lagi, tanpa memperhatikan sejarah, berarti terjadi kemunduran seabad juga. Ki Hadjar Dewantara menyampaikan perlunya sifat, bentuk, isi, laku hidup, dan kehidupan sendiri, jangan berupa tiruan dari asing belaka. Konsep-konsep pendidikan karakter khas unggulan Nusantara harus tetap dipertahankan, diperkaya, dan disempurnakan agar menjadi acuan renaisans pendidikan generasi Indonesia emas. Bukan memulai kompilasi contoh keberhasilan mancanegara dari awal lagi.   KAGAMA.CO Ki Cahyono Agus Pendidikan nasional harus mampu membentuk jalma kang utama pada generasi Indonesia Emas yang modern futuristik, tetapi tetap mempunyai roh dan jati diri bangsa Indonesia, dengan berakar kuat pada budaya luhur Nusantara sendiri. Ki Cahyono Agus, Ketua Umum Pimpinan Pusat Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa; Guru Besar UGM