JAKARTA, KOMPAS — Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkar, Charles Jones Mesang, diduga meminta uang kepada Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Achmad Said Hudri. Permintaan itu bertujuan agar usulan tambahan anggaran optimalisasi tugas pembantuan khusus yang diajukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk tahun anggaran 2014 disetujui Parlemen. Jumlah uang yang diduga diminta Charles sebesar 6,5 persen dari total dana optimalisasi yang akan diterima oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans). Usulan alokasi dana optimalisasi dari Direktorat Jenderal P2KTrans kepada DPR mencapai Rp 175 miliar. Hal ini disebut Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Wiraksajaya saat membacakan dakwaan Jamaluddien Malik, Direktur Jenderal Ditjen P2KTrans. Jamaluddien diduga melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenang mengadakan kegiatan fiktif dan menerima uang tunai Rp 21,3 miliar, yang terdiri dari Rp 6,7 miliar dari pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Rp 14,6 miliar dari rekanan pengadaan barang dan jasa. Kasus pemerasan berawal pada Oktober 2013 seusai rapat kerja antara Kemenarkertrans dan DPR membahas usulan tambahan anggaran untuk optimalisasi tugas pembantuan tahun anggaran 2014. Jamaluddien memperkenalkan Achmad kepada Charles. Selanjutnya, Achmad atas perintah Jamal bertemu beberapa kali dengan Charles. "Charles pun meminta 6,5 persen dari jumlah dana tersebut kepada Achmad yang langsung dilaporkan kepada terdakwa. Selanjutnya, terdakwa memerintahkan Achmad untuk menyampaikan kepada kepala daerah atau kepala dinas transmigrasi tiap provinsi atau kabupaten/kota terkait hal ini," ujar Wiraksajaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (2/12). Kemudian, para kepala daerah atau kepala dinas transmigrasi diminta Achmad untuk memberi tahu calon penerima dana agar menyerahkan 9 persen dari dana tugas pembantuan yang nanti diterima. Itu merupakan syarat diloloskannya dana tersebut oleh Parlemen. Sebanyak 16 calon penerima dan kepala dinas pun menyanggupi permintaan itu. "Secara bertahap, kepala dinas atau penyedia barang/jasa pada beberapa daerah menyetorkan sejumlah uang kepada terdakwa melalui Achmad, Syafruddin, dan Sudarti. Seluruhnya berjumlah Rp14,6 miliar," tutur jaksa penuntut umum lain, Abdul Basir. Dari jumlah itu, Charles mendapat jatah Rp 9,7 miliar. Uang diserahkan dalam bentuk dollar AS sebagai wujud realisasi komitmen sebesar 6,5 persen dari jumlah dana optimalisasi yang akan diterima Ditjen P2KTrans. Terkait dengan kasus ini, Charles pernah diperiksa KPK pada September 2015. Ia masih berstatus sebagai saksi. Sementara itu, uang Rp 6,7 miliar yang diterima Jamaluddien berasal dari PPK di enam direktorat. Jamaluddien melalui Achmad memerintahkan PPK menyetorkan uang dengan cara memotong anggaran 2-5 persen di beberapa mata anggaran. "Ada ancaman dan paksaan dari terdakwa maupun Achmad, akhirnya PPK melakukan pengumpulan uang dengan memotong anggaran dan mencairkannya untuk kegiatan fiktif dari anggaran lain," ujar Basir. (IAN) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Desember 2015, di halaman 3 dengan judul "Anggota DPR Diduga Terima Rp 9,7 Miliar".