Badan usaha milik desa diharapkan menjadi ujung tombak pemulihan ekonomi perdesaan di tengah dampak pandemi Covid-19. Namun, untuk mewujudkannya, tata kelola BUMDes mesti diperkuat. Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI JAKARTA, KOMPAS — Kelembagaan badan usaha milik desa yang telah diperkuat menjadi badan hukum memiliki posisi strategis dalam menggerakkan ekonomi perdesaan. Badan usaha di tingkat desa itu dapat menjalankan kegiatan ekonomi dan pelayanan umum seperti halnya badan usaha milik negara. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengemukakan, dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 masih dirasakan. Pemerintah memprioritaskan penggunaan dana desa pada 2021 untuk pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional yang sesuai kewenangan desa, dan penanganan Covid-19. Upaya memulihkan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa antara lain melalui pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi badan usaha milik desa (BUMDes). Badan usaha milik desa dinilai bisa menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi desa. Peran BUMDes antara lain mengonsolidasikan produk-produk buatan masyarakat dan industri rumah tangga serta memfasilitasi pemasaran yang ditunjang digitalisasi ekonomi masyarakat. ”Desa yang tumbuh merata secara agregat akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Abdul Halim dalam Webinar Kompas Talk ”Mendorong Ekonomi Desa untuk Pemulihan Ekonomi Nasional”, yang diselenggarakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bersama Kompas, Sabtu (12/12/2020). Sejalan dengan kelahiran Undang-Undang Cipta Kerja, status BUMDes diperkuat menjadi badan hukum, bukan sekadar badan usaha. Status badan hukum ini tengah dijabarkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik Desa yang ditargetkan tuntas pada Desember 2020. Dengan status badan hukum itu, lanjut Abdul Halim, kedudukan BUMDes menjadi setara dengan badan usaha milik negara (BUMN) di tingkat nasional serta badan usaha milik daerah (BUMD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan pelayanan umum. BUMDes dapat mendirikan beberapa unit usaha, perseroan terbatas, dan lembaga keuangan dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait. Hingga kini ada sekitar 41.000 BUMDes dari 74.953 desa di Indonesia. Pemerintah menargetkan setiap desa hanya boleh memiliki satu BUMDes sehingga nantinya ada 74.953 BUMDes. Pembentukan BUMDes memiliki payung hukum peraturan desa yang disusun dengan mengacu pada hasil musyawarah desa dan secara administratif didaftarkan ke Kemendes. Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid menyampaikan, pandemi Covid-19 telah memorakporandakan tatanan kehidupan. Prioritas dana desa tahun ini dan tahun depan adalah menahan dampak luas pandemi Covid-19. BUMDes dengan beragam usaha, seperti pertanian, jasa, dan industri rumah tangga, dinilai menjadi pendorong utama percepatan pemulihan ekonomi nasional yang dimulai dari desa. Meski demikian, di tengah pandemi Covid-19 diperlukan penguatan tata kelola dan pendampingan BUMDes melalui keterlibatan pemerintah daerah. Dengan demikian, BUMDes dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi desa. Pemerintah juga akan memetakan kondisi setiap BUMDes untuk memudahkan pendampingan. Ketua BUMDes Mandiri Bengle Sejahtera di Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Isnaniah menuturkan, BUMDes menginisiasi sejumlah hal, antara lain penguatan ekonomi desa di tengah pandemi Covid-19. Caranya, dengan menciptakan ekosistem pemasaran produk-produk masyarakat desa melalui media sosial. ”Kami utamakan penguatan ekonomi, memanfaatkan (hasil) tetangga sendiri. Kami gunakan grup Whatsapp untuk jual-beli produk yang dihasilkan warga. Semua kebutuhan rumah tangga tersedia, lauk-pauk dan kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi, warga tidak perlu keluar rumah, barang diantar,” katanya. Terobosan lain adalah menyediakan lahan untuk lapak kuliner yang bisa dimanfaatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan biaya sewa Rp 75.000-Rp 150.000 per bulan. Usaha kuliner itu tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, BUMDes Mandiri Bengle Sejahtera menyediakan lahan menanam tanaman hias dan tanaman buah untuk petani-petani Desa Bengle yang lahan sawahnya telah berganti menjadi kawasan properti. Dengan demikian, petani memiliki lahan usaha baru. Usaha lain berupa fasilitas simpan pinjam bagi UMKM yang didominasi kaum perempuan. Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menyebutkan, BUMDes bisa bermitra dengan pihak mana pun karena status hukumnya sudah jelas. Namun, kelembagaan BUMDes harus mencerminkan kelembagaan korporasi dengan kaidah tata kelola yang baik. Ia menambahkan, pemerintah pusat dan daerah perlu mengawal desa untuk bertransformasi. Pemerintah desa harus bisa memfasilitasi dan mendampingi desa. Tantangan yang muncul adalah persoalan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, perlu digelar pelatihan untuk memberi bekal keterampilan teknis produksi bagi masyarakat desa sesuai kebutuhan pasar melalui balai latihan kerja (BLK). Saat ini terdapat 23 BLK di 15 provinsi, 300 BLK di daerah, dan BLK komunitas. Sebanyak 34 provinsi sudah mengembangkan 1.113 BLK komunitas untuk memaksimalkan kewirausahaan masyarakat. Hingga 2024, Kemenaker menargetkan pendirian 5.000 BLK komunitas dengan melibatkan lembaga-lembaga keagamaan. Pendirian BLK komunitas akan berkolaborasi dengan lembaga ekonomi seperti BUMDes. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Paripurna mengapresiasi terobosan UU Cipta Kerja yang menjadikan BUMDes berstatus badan hukum. Pola serupa belum ditemukan di negara lain. BUMDes dengan karakter kearifan lokal dan keunikan kultur budaya yang berbeda kini memiliki fleksibilitas tinggi dalam menjalankan usaha. BUMDes lintas desa juga dapat berkolaborasi membentuk BUMDes Bersama (BUMDesma). ”Secara konten ini adalah kemajuan besar. Pemerintah memberi landasan hukum untuk percepatan pembangunan desa, kelembagaannya sudah lengkap, dan wadah kekuatan ekonomi di desa sudah dibentuk dengan BUMDes. BUMDes merupakan kelembagaan unik dan fleksibel, termasuk pengaturannya juga fleksibel, sehingga membuka peluang inovasi percepatan pengembangan ekonomi desa,” katanya. Pemanfaatan aset-aset desa yang terbatas juga dapat dikerjasamakan dengan BUMDes. Meski demikian, Paripurna mengingatkan tata kelola BUMDes dengan karakter desa yang beragam mesti memenuhi prosedur akuntabilitas dan transparansi untuk menjamin bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu memanfaatkan teknologi informasi untuk melaporkan segala sesuatu dan mengunggah hal itu agar masyarakat bisa ikut mengawasi. Di samping itu, tidak boleh ada konflik kepentingan antara pejabat pemerintah dan pengurus BUMDes.